Mohon tunggu...
Irwan
Irwan Mohon Tunggu... Guru - Harapan dan keinginan ini seharusnya sejalan. Ya sejalan dengan betapa besar usaha yang kamu lakukan dalam mewujudkannya.

seorang guru di sekolah SMPN 4 Tanjung Redeb Kab. Berau

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Balada Seorang Guru Bantu

10 Mei 2015   21:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:11 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jujur saja.. rasanya, untuk menjadi guru idaman berat buat saya, maklum latar belakang pendidikan saya memang bukan seorang pendidik melainkan seorang insinyur atau lebih tepatnya sarjana teknik (ST) yang kalah populer dari insinyur. terlebih lagi saya kurang pandai bercerita atau menerangkan sesuatu yang menarik karena disiplin ilmu saya lebih banyak berhubungan dengan eksak artinya to the point langsung. tetapi itulah perjalan hidup.. kita hanya bisa merencanakan tetapi allah lebih kuasa atas kehendaknya. Rencananya sih, mau jadi seorang ahli bangunan, mungkin sudah garis tangan saya,  sampai detik ini saya adalah seorang guru. oh ya, sampai lupa orang tua saya dulunya memang seorang guru tetapi tidak berlanjut sampai sekarang, dia mengajar dikampung karena beban ekonomi yang berat akhirnya orang tua saya lebih menyibukkan pekerjaan dagangannya, maklum gaji guru pada jaman itu berapa sih?, cukup sampai dimana..., yah..memang begitulah keadaannya.

kadang-kadang terbersit di benak saya, mungkin inilah “karma” dari kedua orang tua saya yang dulunya memang seorang  guru namun akhirnya lebih suka menjadi pedagang (wiraswata) alhasil anaknya termasuk saya, ada yang menjadi guru, kami tiga bersaudara, saya anak pertama mengajar di salah satu sekolah menengah pertama di kabupaten bidang study matematika dan adik saya, yang perempuan juga seorang guru mengajar di sekolah dasar di kampung halaman sendiri sebagai guru agama dan yang terakhir adik lelaki saya yang ini meneruskan usaha orang tua saya yaitu berdagang.

kalau dilihat dari latar belakang pendidikan saya, mungkin ada yang bertanya kok bisa ya, jadi guru ?

baik...saya mulai dari selesainya saya menempuh pendidikan S1 (Sarjana Teknik) tepat tahun 2000 saya sudah lulus kuliah, sebagai seorang tekinik sipil tentu tidak terlalu sulit untuk mendapatkan pekerjaan pada waktu itu, terbukti saya sudah diajak oleh seorang konsultan untuk bekerja diperusahaannya sebagai konsultan perencanaan bangunan. pada tahun itu juga dan tahun kedua saya sempat mengikuti penerimaan CPNS dengan jurusan teknik sipil yang biasanya berkantor di PU (Pekerjaan Umum), tetapi semua gagal alias tidak lulus. Saya tidak kecewa, perjalanan hidup masih panjang,  asal kita mau berusah pasti ada jalannya, itu prinsip saya. Pada tahun 2013 saya berkenalan dengan seorang konsultan dan kebetulan dia mengajar disalah satu sekolah teknik menengah (STM) yang dikelola oleh yayasan dan sekolah tersebut masih baru, maksudnya baru didirikan dan tentunya memerlukan tenaga pengajar.

Nah, di sinilah awal ceritanya perjalanan sejarah diri saya menjadi seorang guru, singkat cerita dari perkenalan itu kemudian beliau mengajak saya untuk mengajar di sekolah tersebut, karena sekolah STM merupakan sekolah teknik jurusannya bangunan  saya pikir tidak ada salahnya saya mengikuti ajakan beliau. Waktu itu saya hanya mengajar di hari sabtu bidang studinya Struktur Baja mengingat saya juga sibuk dipekerjaan saya sebagai konsultan, tetapi ada kepuasan tersendiri mengajar anak-anak di sekolah dan ini tentunya baru didunia saya. seiring dengan waktu dan kebutuhan tenaga pengajar disekolah tersebut, maklum sekolah baru tentu memerlukan tenaga pengajar. jadilah kemudian saya juga mengajar mata pelajaran kima, fisika, kadang-kadang matematika. saya sih senang-senang aja, pelajaran itu bidang eksak (hitungan), kebetulan saya suka hitung-hitungan dan sebagai seorang konsultan tentu tidak asing lagi dengan pelajaran hitungan. makanan sehari-hari...

Pada tahun 2004 pemerintah pusat merekrut tenaga pengajar dengan program “guru bantu”, oleh kepala sekolah saya pun didaftarkan untuk mengikuti program tersebut. saya pikir langsung diterima eh, tak taunya ada tesnya, nah disini sempat ada permasalahan karena yang dicari syaratnya S1 bidang pendidikan (S. Pd) sedangkan saya ST bukan dibidang pendidikan sehingga berkas saya pun dikembalikan. tapi tidak berapa lama kemudian (kurang lebih seminggu) kepala sekolah saya menyuruh kembali untuk menyerahkan berkas saya ke dinas pendidikan. saya sempat bertanya, “Pak berkas saya yang kemaren sudah dikembalikan katanya jurusan saya tidak sesuai yang dipersyaratkan”, ucap saya.”Sudahlah, kumpulkan aja lagi ke dinas, nanti saya jelaskan di sekolah”, kata kepala sekolah diseberang telpon. ya..saya sih nurut aja, sehari kemudian saya kumpulkan kembali berkas saya ke dinas dan anehnya petugas yang menerima berkas saya pun tidak ada komentar, langsung menerima saja tanpa menanyakan ini itu. Sehari setelah kejadian itu barulah saya tau kenapa berkas saya bisa diterima itupun penjelasan dari kepala sekolah saya, bahwa peserta yang mendaftar sebagai guru bantu masih kurang, sehingga oleh panitia diberi kesempatan untuk mendaftar yang penting S1 apa pun jurusannya, masih mending, tahun lalu lebih parah lagi tamatan SMA pun bisa ikut. Saya berpikir mungkin di daerah saya masih kekurangan guru sehingga siapa pun dia asal mau mengajar walaupun  tamatan SMA pun diterima. Tapi pada saat saya mengikuti program guru bantu tamatan SMA sudah tidak diterima lagi, rasanya memang aneh kalo tamatan SMA aja bisa ngajar jadi ingat jargon “jeruk makan jeruk”. Nah, endingnya saya akhirnya diterima sebagai guru bantu dengan no. SK.821.813.2-055 oleh menteri Pendidikan Nasional, sejak tanggal 1 januari 2005 saya diakui sebagai guru oleh negara, memang gajinya tidak seberapa  tapi yang penting berkah.

Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPTK Matematika Tahun 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun