Mohon tunggu...
Vinofiyo
Vinofiyo Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh negara

Pria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memberi Kebahagiaan dengan Mendatangkan Penderitaan

2 Desember 2020   21:48 Diperbarui: 2 Desember 2020   21:56 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selera makan saya langsung hilang. Tanpa bicara apa-apa saya langsung berdiri dan menuju ke kasir, membayar makan yang belum habis setengahnya. Saya pergi, tak menoleh lagi ke belakang, tak peduli apa reaksi mereka. 

Singkat cerita, akhirnya si pelaku memperoleh bagiannya, seluruh hidupnya akan dihabiskan dibalik penjara sebagai imbalan atas perbuatannya. Meski tak bicara apa-apa, saya yakin ia tidak rela, tapi mau bagaimana lagi. Tentu ia menderita namun itulah kenyataan yang mesti dihadapi sebagai imbas perbuatannya yang tidak menghargai nyawa manusia. Selesai sudah tugas saya.

Saat hendak pulang, sebelum sampai di mobil, saya dicegat lagi oleh suami isteri yang dulu menemui saya. Wajahnya tidak lagi kusut, telah ada cahaya hidup dimatanya, sudah lepas mungkin bebannya. Si suami kemudian menyampaikan maksudnya.

"Kami mengucapkan terima kasih Pak. Kami sudah memperoleh keadilan. Kami tidak lagi merasa resah karena keadilan untuk anak saya sudah diberikan".

"Syukurlah, apakah anda sudah memaafkan dan tidak lagi menyimpan dendam?" tanya saya.

"Tidak Pak, saya sudah memaafkan. Meski dia tetap hidup tapi kami sudah mendapat keadilan. Tak  guna lagi menaruh dendam".

Saya mengangguk dan bersiap untuk beranjak. Namun niat ini terpaksa ditunda karena kali ini si isteri yang bicara lagi.

"Kami juga minta maaf atas kedatangan dua orang yang menemui Bapak dan meminta agar si pelaku diberi keringanan. Mereka sebenarnya keluarga saya juga".

Saya teringat kedatangan dua pria yang mencoba "menggoda" saya. Sungguh saya jadi kesal, ternyata mereka sengaja mengirim orang untuk menguji saya. Namun saya berusaha bersabar, tak mau menumpahkan kemarahan, lebih baik saya tanya saja alasan perbuatan mereka

"Maklumlah Pak, kami orang kecil dan tidak tahu harus berbuat apa. Kami takut akan diperlakukan sewenang-wenang. Sekarang, kami sudah lihat sendiri jika keadilan itu ternyata ada. Sekali lagi kami mohon maaf, Pak".

"Sudahlah, saya mau pulang" kata saya. Mereka kemudian menyalami saya (saat itu salaman belum dilarang, belum ada Covid-19) dengan wajah yang semringah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun