Hati saya tergelitik membaca sebuah keluhan dari seorang yang katanya pelanggan Rumah Makan Padang. Menurut si empunya keluhan, Rumah Makan Padang pelit sambal dan kuah, sehingga ia jadi kesal karena setiap pesan lewat ojol selalu mesti diingatkan.Â
Sayangnya ia tidak menyebutkan rumah makan apa dan di mana, tapi saya yakin pasti bukan di Sumatera Barat. Kalau di tempat asalnya, tidak ada yang namanya Rumah Makan Padang. Yang ada hanya rumah makan ampera atau rumah makan (restoran), berikut namanya tanpa embel-embel masakan padang.Â
Kecuali Rumah Makan Sederhana yang menyertakan tulisan masakan padang pada papan mereknya. Hal ini juga berlaku untuk sate di mana tidak ada satupun penjualnya yang mencantumkan tulisan sate padang. Hanya ada ada Sate Mak Syukur, Sate Ajo, Sate Saiyo dan lain-lain sate.Â
Bukan maksud saya untuk membantah keluhan itu. Bisa jadi itu benar, karena itu biarlah. Kembalikan saja pada prinsip dagang, di mana yang mampu memberikan yang terbaik pasti akan meraih kesuksesan.
Sebaliknya, rumah makan yang tak mampu menyajikan kepuasan bagi konsumen tentu akan ditinggalkan atau lama-lama bakal gulung tikar. Lebih baik saya cerita saja sebab dan musabab keluhan itu muncul.
Masakan Padang adalah suatu cara atau gaya memasak untuk kuliner yang berasal dari Minangkabau atau Sumatera Barat. Rumah makan atau restoran yang menyajikan masakan yang berasal dari ranah Minang inilah yang disebut rumah makan Padang, meski sebutan ini hanya dikenal di luar wilayah Sumatera Barat.Â
Tadi di atas telah disebutkan kalau di tempat asalnya tidak ada istilah masakan padang atau Rumah Makan Padang, kecuali Rumah Makan Sederhana yang asal mula dan pusatnya ada di Jakarta, milik seorang perantau Minang.Â
Rumah Makan Padang memiliki kekhasan berupa rasa pedas yang diperoleh dari cabe segar dengan banyak bumbu termasuk rempah-rempah. Namun tidak seperti masakan berempah milik restoran India atau rumah makan Aceh. Pedasnya segar baik kuah maupun sambal, dengan tampilan etalase dan cara penyajian yang unik yang tidak ditemukan di rumah makan lain.
Sebagai sebuah sebutan di luar daerah untuk cara atau gaya memasak tertentu, masakan padang dapat dibuat oleh siapa saja. Demikian juga bagi yang berminat untuk berdagang masakan padang, siapun dipersilakan melakukannya tanpa memandang suku atau ras.
Tak berbeda dengan restoran masakan China atau Jepang yang dapat dimiliki siapa saja termasuk pecel lele yang tidak mengharuskan pemilik maupun kokinya berasal dari Jawa.
Kembali pada keluhan terhadap pelitnya rumah makan padang dalam memberi sambal dan kuah pada nasi bungkus tadi, menurut saya penyebabnya ada dua. Pertama soal selera pembeli dan kedua mengenai asli tidaknya rumah makan itu sendiri.Â