Mohon tunggu...
Irvina Lioni
Irvina Lioni Mohon Tunggu... lainnya -

Pemilik Blog http://kancut-beringas.blogspot.com | Pendiri Komunitas Blogger Kreatif Indonesia @kancutkeblenger | Penulis buku KANCUT KEBLENGER: DIGITAL LOVE | Sedang Menyusun Masa Depan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sudahkah Anda Tenar dengan Cara yang Benar?

22 Mei 2013   14:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:11 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Anda salah satu orang yang ingin tenar? Atau memang sudah tenar? Sudah tenar atau belum, mari membaca tulisan perdana saya di Kompasiana ini. Yaitu tulisan yang berisi unek-unek saya selama melihat perilaku bermacam-macam orang di sekitar. Mungkin ada pembaca yang akan merasa tertohok. Kalau ya, sebelumnya saya mengucapkan permohonan maaf.

Semua orang tentu bisa menjadi orang kaya (dengan usaha yang kuat). Punya banyak harta dimana-mana, gadget terbaru, dan sebagainya.  Namun ingat, tidak semua orang kaya bisa menjadi orang tenar. Tidak percaya? Boleh saja. Tidak berdosa, kok.

Tidak semua orang menginginkan ketenaran. Namun tentu banyak orang yang menginginkannya. Adanya ketenaran berarti akan berbanding lurus dengan materi dan teman baru yang senasib. Sungguh enaknya.

Ingin tenar boleh-boleh saja. Namun menurut saya, ada baiknya jika Anda mendapatkan ketenaran dari segala prestasi dan kreasi yang telah dibuat. Bukan dari hasil sensasi dan ‘mengekor’ semata. Saya rasa malah (kebanyakan) orang yang memiliki prestasi dan kreasi sebenarnya tidak bermaksud untuk tenar, melainkan melakukan itu semua atas dasar keinginan untuk hidup maju secara halal (demi pribadi, keluarga, atau warga). Atau mungkin hanya sekadar untuk membanggakan orangtua, lembaga pendidikan, daerah, negara, bahkan dunia.

Mari kita melihat Jokowi dengan prestasinya terdahulu ketika masih menjabat sebagai walikota Solo. Beliau telah berhasil mengubah Kota Solo yang semrawut menjadi kota yang sedemikian rapinya. Solo pun Beliau sulap menjadi salah satu pusat seni dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Tidak mengherankan jika Beliau kemudian menjadi walikota terbaik ketiga di dunia versi The City Mayors Foundation. Dari sini, kemudian Beliau menjadi salah satu orang yang tenar. Semua orang di Indonesia barangkali tahu akan sosok orang yang telah menjadi Gubernur DKI Jakarta saat ini.

Menurut saya, ketenaran Jokowi adalah hasil dari prestasi dan kreasinya ketika masih menjabat sebagai walikota terdahulu. Saya yakin bahwa keberhasilannya dalam menata kota Solo semata-mata untuk kepentingan warganya, bukan untuk mendapatkan ketenaran. Ketenaran adalah salah satu bonus dari Tuhan atas ketulusannya dalam melayani warga. Betul, tidak?

Kontras dengan Jokowi, mungkin Anda tahu beberapa artis yang selalu membuat sensasi hanya demi ketenaran. Padahal mereka belum memiliki prestasi dan kreasi yang patut dibanggakan. Rasanya ingin muntah melihat perilaku mereka di media. Padahal mereka adalah sosok yang seharusnya menjadi panutan bagi kita. Tapi, ah sudahlah. Jangan berharap lebih mereka akan menjadi orang yang kita harapkan. Anggap saja bahwa itu adalah salah satu tuntutan profesi mereka.

Keinginan untuk menjadi orang tenar juga dapat Anda lihat di lingkungan terdekat. Lihatlah bagaimana remaja masa kini yang berlomba-lomba untuk mendapatkan banyak teman di jejaring sosial, memperbarui setiap gaya busana, serta yang sedang hot di masa kini adalah tenar di dalam dunia Twitter.

Sejak tahun 2009, saya telah melihat perkembangan Twitter. Dari yang berawal hanya untuk curcol (curhat colongan) dan pamer makanan, hingga berlomba-lomba untuk membuat twit bagus (inspiratif dan menarik), sensasi, dan twit yang sedang digandrungi pasar (soal percintaan, galau, puitis, dan sebagainya).  Untuk akun Twitter anonim, saya tidak terlalu peduli. Perhatian saya justru pada munculnya akun personal yang berlomba-lomba untuk tenar tanpa memikirkan apakah dia memiliki prestasi dan kreasi yang memumpuni.

Sayangnya, perlombaan untuk menjadi orang tenar di dunia Twitter lebih banyak dilakukan dengan cara haram. Tentu saja, sekali lagi : minim prestasi, apalagi kreasi. Pertama, dengan melakukan twitwar dengan sejumlah akun. Zaman sekarang memang lucu, untuk perang saja tidak perlu susah-susah memakai tank dan serdadu. Betul, tidak? Hehehe.

Kedua, ‘mengekor’ popularitas sebuah atau beberapa akun dengan jumlah pengikut yang banyak. Khusus pada poin ini, saya dan beberapa teman terdekat melihat gelagat si ‘pengekor’ ini yang memanfaatkan sejumlah akun yang dipercaya pemilik akun sebenarnya untuk si ‘pengekor’ kelola (admini). Modusnya yaitu dengan selalu me-retweet atau mempromosikan akun personalnya melalui semua akun lain (akun anonim) yang ia kelola. Dengan begitu, akan banyak pengikut di akun anonim (yang memang memiliki pengikut sangat banyak) untuk ikut mem-follow akun si admin 'pengekor'. Duh! Mending kalau akun personalnya memiliki twit yang inspiratif dan unik.

Belum lagi dengan usahanya untuk mendekati beberapa Selebtwit, yang barangkali menjadi tenar karena memang memiliki prestasi dan kreasi (Penulis buku, jurnalis, artis senior, dsb). Kedekatan yang dilakukan si ‘pengekor’ ini sudah jelas hanya untuk kecipratan pengikut. Duh lagi deh!

Ketiga, Twit Copas. Yaitu seseorang yang ingin tenar hingga meng-copy-paste twit orang lain. Ya, begitulah orang yang tidak bisa berkreasi namun ingin tenar. Kasihan sekali ya sampai segitunya. Hehehe.

Biasanya tipe orang yang melakukan ketiga poin di atas juga memiliki tujuan tertentu selain untuk mendapatkan ketenaran. Misalnya, agar bisa dibuatkan buku oleh penerbit. Sudah menjadi rahasia umum kalau membuat buku di zaman sekarang lebih mudah karena adanya teknologi, khususnya media sosial. Selain kemampuan menulis, penerbit juga telah dapat dan banyak melirik calon penulisnya yang memiliki potensi dan peluang besar di dunia maya (alias TENAR). Marketing kini memang lebih banyak bermain selain kualitas penulis itu sendiri. Walau mungkin, ‘permainan’ semua penerbit tidak seperti itu.

Jika saya nanti menjadi orang tenar, saya hanya menganggapnya sebagai bonus semata. Lagi pula, saya tidak ingin tenar. Karena menjadi tenar itu tidak bebas, belum lagi harus sabar menghadapi haters.

Jika saya nantinya memang ditakdiri menjadi seseorang yang tenar, tentu saja bukan berdasarkan cara haram seperti ketiga poin diatas tadi. Saya mungkin akan diakui tenar berkat karya. Karya yang tidak biasa. Namun kembali lagi, tenar hanya bonus. Yang terpenting adalah karya. Syukur-syukur jika karya tersebut menjadi prestasi bagi saya dan bermanfaat bagi semua orang.

Jadi, untuk Anda yang sudah tenar : Sudahkah Anda Tenar dengan Cara yang Benar? Kuncinya hanya dua, Anda harus berprestasi dan berkreasi. Saya yakin Anda atau kita semua bisa menjadi tenar (tenar karena kemauan dan bukan karena kemauan) asal sabar dalam menjalani proses yang ada. Tetaplah berkonsentrasi dalam  bidang yang disukai, lakukan secara kreatif dan inovatif agar ada gebrakan baru. Dan tentu saja, harus dilakukan secara IKHLAS. Tenar tidak tenar, yang terpenting apa yang dikerjakan tidak HINA di mata Tuhan. Terimakasih. Salam dari saya, Sang Kompasianer Baru :)

Blog : http://kancut-beringas.blogspot.com | Twitter: @irvinalioni | E-mail : irvinalioni[at]yahoo[dot]com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun