Mohon tunggu...
Irvan Usman
Irvan Usman Mohon Tunggu... Psikolog - Tenaga Edukatif

Universitas Negeri Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Batanga Pomaya: Menyingkap Altruisme dalam Tradisi Kearifan Lokal

26 Desember 2024   16:42 Diperbarui: 26 Desember 2024   16:42 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Batanga Pomaya, sebuah tradisi yang lekat dengan budaya masyarakat Gorontalo, mengandung nilai-nilai luhur yang sering kali tidak disadari kekuatan universalnya. Tradisi ini, yang berakar pada filosofi gotong royong dan kasih tanpa pamrih, menunjukkan bagaimana kearifan lokal dapat menjadi pelajaran mendalam tentang altruisme, atau tindakan yang mementingkan kepentingan orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dalam dunia modern yang penuh individualisme, Batanga Pomaya menawarkan contoh nyata bahwa kebahagiaan sejati ditemukan dalam memberi.

Pada intinya, Batanga Pomaya mengajarkan pentingnya membantu sesama tanpa pamrih. Dalam praktiknya, anggota komunitas berkumpul untuk membantu salah satu keluarga menyelesaikan pekerjaan besar, seperti membangun rumah atau memanen hasil panen. Tidak ada sistem barter atau ekspektasi balasan langsung. Tradisi ini menggemakan konsep altruisme yang dijelaskan oleh Auguste Comte, bapak sosiologi modern, yang menyebut bahwa "tindakan altruistik adalah ekspresi tertinggi dari cinta manusia kepada manusia". Dalam Batanga Pomaya, tindakan ini bukan hanya kewajiban sosial, melainkan bentuk cinta kepada sesama manusia yang terjalin dalam setiap individu.

Penelitiannya juga menyoroti manfaat psikologis dari tindakan altruistik. Menurut sebuah studi oleh Post (2005), membantu orang lain meningkatkan rasa bahagia, memperkuat hubungan sosial, dan bahkan meningkatkan kesehatan fisik. Di sini, Batanga Pomaya tidak hanya mempererat persaudaraan tetapi juga menciptakan komunitas yang sehat dan harmonis. Dalam perspektif ini, Batanga Pomaya bukan hanya tradisi, tetapi sebuah terapi kolektif yang membangun masyarakat yang lebih baik.

Namun, esensi dari Batanga Pomaya lebih mendalam daripada sekadar interaksi sosial. Tradisi ini mempraktikkan konsep memberi tanpa batas, yang dapat dikaitkan dengan prinsip universalitas dalam altruisme. Dalai Lama pernah mengatakan, "Altruisme adalah fondasi dari kebahagiaan sejati" (Dalai Lama, 2012). Dalam masyarakat yang mempraktikkan Batanga Pomaya, terlihat bahwa kepuasan hidupnya sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang lebih individualistik. Hal ini menegaskan bahwa memberi, bukan mengambil, adalah sumber kebahagiaan sejati.

Di sisi lain, Batanga Pomaya juga menunjukkan bagaimana altruisme dapat menjadi jawaban atas tantangan modern seperti ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi. Ketika masyarakat bekerja bersama dalam semangat gotong royong, mereka menciptakan kesetaraan. Dalam konteks global, tradisi seperti Batanga Pomaya dapat menjadi model bagi inisiatif sosial yang bertujuan mengurangi ketidakadilan, sebagaimana yang disarankan oleh Singer (2015) dalam bukunya The Most Good You Can Do.

Batanga Pomaya bukan hanya sekadar ritual budaya; ia adalah pengingat abadi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan untuk saling membantu. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital namun terpisah secara emosional, nilai-nilai Batanga Pomaya menginspirasi kita untuk membangun komunitas yang lebih inklusif dan peduli. Melalui tindakan sederhana namun mendalam ini, kita diingatkan bahwa manusia mencapai potensi terbaiknya ketika bekerja bersama, bukan melawan satu sama lain.

Sebagai penutup, Batanga Pomaya menekankan bahwa altruisme adalah kunci untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Dalam setiap bantuan yang diberikan, dalam setiap keringat yang dicurahkan tanpa pamrih, ada pelajaran yang begitu sederhana namun berdaya luar biasa: bahwa hidup tidak diukur dari apa yang kita ambil, tetapi dari apa yang kita berikan. Tradisi ini tidak hanya relevan bagi masyarakat lokal, tetapi juga bagi dunia yang membutuhkan lebih banyak cinta dan kepedulian.

Referensi

  1. Dalai Lama. (2012). The Art of Happiness. Riverhead Books.
  2. Post, S. G. (2005). Altruism and Health: Perspectives from Empirical Research. Oxford University Press.
  3. Singer, P. (2015). The Most Good You Can Do: How Effective Altruism Is Changing Ideas About Living Ethically. Yale University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun