Ketika saya pertama kali mengetahui bahwa dosen mata kuliah "Penulisan Berita dan Penulisan Kreatif" adalah Bapak Ikshan Ahmad, ingatan saya segera kembali ke semester pertama. Saat itu, beliau mengajar mata kuliah "Pengantar Ilmu Politik" dengan ketegasan dan suasana kelas yang sering kali menegangkan.Â
Maka, tidak heran jika ekspektasi saya terhadap mata kuliah ini adalah sesuatu yang sulit dan penuh tekanan. Namun, seiring berjalannya waktu, pandangan saya mulai berubah, membuka pintu untuk refleksi lebih dalam tentang pengalaman ini.
Pada pertemuan pertama mata kuliah ini, Bapak Ikshan Ahmad menjelaskan sistem perkuliahan dengan cara yang jauh lebih menyenangkan dibandingkan sebelumnya. Kami diberitahu bahwa tugas utama kami adalah magang di salah satu media berita online di Banten, dengan kewajiban menghasilkan satu berita dan satu opini per minggu selama empat bulan. Awalnya, tugas ini terasa sangat menakutkan. Bagaimana tidak, kami harus terjun langsung ke lapangan, mencari berita, dan mengolahnya dengan baik.
Kelompok saya mendapat tema politik. Di musim pemilu, saya sempat berpikir tugas ini akan lebih mudah. Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks. Menulis berita politik membutuhkan ketelitian, objektivitas, dan pemahaman mendalam tentang isu yang dibahas. Saya dan teman-teman kelompok pun merasa kesulitan, tetapi kami berusaha keras menghadapinya.
Salah satu momen paling berkesan adalah ketika kami mengunjungi KPU Banten untuk melakukan wawancara mengenai hasil pemilu 2024 dan masalah pada software sirekap yang mengalami error. Bagi saya, ini adalah pengalaman yang sangat membanggakan. Sebagai mahasiswa, bisa melakukan wawancara langsung dengan anggota KPU Banten merupakan pencapaian besar. Dedikasi kelompok kami terlihat jelas saat kami dengan berani mengunjungi KPU hanya untuk menyelesaikan tugas kuliah ini.
Saat mengunjungi KPU Banten, saya tidak hanya belajar tentang proses pemilu dan teknologi yang digunakan, tetapi juga merasakan langsung dinamika dan tekanan yang dihadapi oleh para profesional di bidang ini. Pengalaman ini memperkaya pemahaman saya tentang dunia nyata jurnalisme dan menambah kepercayaan diri kami dalam menghadapi situasi serupa di masa depan.
Namun, perjalanan kami tidak selalu mulus. Salah satu tantangan terbesar adalah saat kami mengirimkan naskah berita dan opini melalui WhatsApp. Sering kali, naskah kami tidak direspon dengan cepat, bahkan terkadang membutuhkan waktu hingga seminggu lebih. Ini disebabkan oleh kondisi pimpinan redaksi yang sudah berumur dan sedang sakit. Beberapa kelompok lainnya bahkan mengalami penolakan naskah berulang kali hingga berita mereka menjadi basi. Beruntung, beberapa berita dan opini kami berhasil diterbitkan.
Meskipun menghadapi banyak kendala, seperti respon yang lambat dari pimpinan redaksi dan penolakan berita, kami belajar untuk tidak mudah menyerah. Setiap kesulitan menjadi pelajaran berharga yang memperkuat tekad kami untuk terus maju. Kritik dan penolakan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi bagian dari proses belajar untuk menjadi lebih baik.
Setelah kami mengajukan keluhan kepada Bapak Ikshan, tugas membuat berita dan opini diubah menjadi podcast dan presentasi mengenai berita. Selain itu, kami juga diwajibkan berlangganan media online untuk riset kami. Kelompok saya diberikan media yang seharga 60 ribu rupiah per bulan. Kami merasa keberatan dengan harga tersebut, mengingat ada kelompok lain yang hanya perlu berlangganan media dengan biaya jauh lebih murah. Setelah diskusi panjang, akhirnya kami sepakat untuk berlangganan media tersebut.
Setelah libur lebaran, beberapa kelompok, termasuk kelompok saya, menghadapi masalah lain. Tidak ada yang berlangganan media seharga 60 ribu tersebut karena alasan biaya. Kami pun harus berdebat dengan Pak Ikshan untuk menjelaskan situasi ini. Setelah perdebatan yang cukup epic, kami diberikan tugas pengganti untuk podcast dan presentasi mandiri kami.
Kelompok saya memutuskan untuk membuat dokumenter perjalanan kunjungan ke salah satu media di Jakarta, yaitu Sonora FM. Pada suatu Jumat, kami berangkat dari Serang ke Jakarta dengan kereta. Perjalanan ini menjadi bagian dari dokumenter kami, yang direkam ala film dokumenter.Â