Setiap individu memiliki persepsi terhadap dirinya yang dapat membentuk pola pikir, perilaku, dan cara mereka menjalani hidup. Dalam wawancara ini, Rian Febrianto, seorang siswa berusia 17 tahun dari kelas 2 SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan, berbagi pandangannya tentang konsep diri. Lahir dan besar di Rempoa, Ciputat Timur, Rian memberikan cerita reflektif tentang bagaimana ia memandang dirinya sendiri di tengah dinamika kehidupan remaja.
Konsep Diri Positif: Menemukan Kekuatan dalam Proses
Rian mengungkapkan bahwa ia sering merasa puas dengan usahanya, meskipun hasil yang diperoleh belum sempurna. Baginya, proses adalah hal yang utama. "Yang terpenting adalah bagaimana saya sudah memberikan yang terbaik sesuai kemampuan saya saat itu," ungkapnya. Hal ini memberinya rasa percaya diri untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Selain itu, ketika menghadapi masalah, Rian yakin bahwa setiap persoalan pasti memiliki jalan keluar. "Saya mencoba memecah tugas menjadi langkah kecil agar lebih mudah dikelola," katanya. Dukungan dari teman-teman dan keluarga juga membuatnya merasa nyaman dan diterima. "Saya tahu mereka menerima saya apa adanya, termasuk kekurangan saya," tambahnya.
Rian juga terbiasa mensyukuri kelebihan yang dimiliki, meskipun terkadang butuh usaha untuk menyadarinya. Salah satu momen reflektif adalah ketika teman-temannya menghargai kemampuannya dalam mendengarkan. Dengan semangat mencoba hal baru, ia percaya bahwa ketidakpastian adalah peluang untuk belajar.
Konsep Diri Negatif: Perjuangan Melawan Keraguan Diri
Namun, tak dapat dipungkiri, Rian juga memiliki sisi lain dari konsep dirinya yang lebih negatif. la mengakui sering merasa kecewa pada dirinya sendiri ketika gagal mencapai target tertentu. "Kadang saya merasa usaha saya kurang, meskipun sebenarnya saya sudah bekerja keras," katanya.
Kesulitan menerima kekurangan diri juga menjadi tantangan tersendiri. Kesalahan yang dibuat sering kali meninggalkan jejak yang lama di pikirannya. "Saya cenderung menyalahkan diri sendiri, padahal kesalahan adalah bagian dari pembelajaran," tuturnya.
Kritik atau penolakan juga kerap membuatnya merasa minder dan sedih. Hal ini diperparah dengan kecenderungannya membandingkan diri dengan orang lain."Sering kali saya merasa apa yang saya lakukan tidak pernah cukup baik," ujarnya dengan nada reflektif.
la juga mengakui bahwa rasa tidak berharga muncul di lingkungan yang sangat kompetitif. Namun, ia berusaha melawan perasaan tersebut dengan mengingat bahwa nilai dirinya tidak hanya diukur dari pencapaian, tetapi juga dari upayanya untuk terus berkembang.