Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

3 Langkah Mengubah Penyesalan Menjadi Kekuatan Positif

10 Februari 2022   21:22 Diperbarui: 10 Februari 2022   21:26 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyesalan|Sumber: pexels/@liza-summer

Tak ada seorang pun yang tak pernah menyesal. Banyak kesalahan yang dilakukan tanpa perhitungan dan pertimbangan matang yang membuat terjebak dalam penyesalan. Meski sering disebutkan penyesalan diakhir tiada guna, tetapi penyesalan bisa menjadi sumber pembelajaran agar tak mengulangi kesalahan yang sama, bahkan bisa menjadi motivasi positif agar tak berlarut-larut dalam penyesalan yang telah berlalu.

Semua orang merasa menyesal, tetapi emosi yang timbul dalam penyesalan sering disalahpahami. Menurut Daniel Pink dalam bukunya, The Power of Regret: How Looking Backward Moves Us Forward,  Pink menyatakan bahwa meskipun penyesalan mungkin bersifat universal, tetapi tidak selalu berakhir negative. Ia menambahkan banyak kesuksesan berawal dari obsesi untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Penyesalan menyisakan perasaan bersalah yang mendalam sehingga satu-satu cara agar memulihkan trauma penyesalan adalah memaafkan diri sendiri, memperbaiki diri dan melangkah dengan semangat positif yang baru.

Pink melakukan sebuah survei yang bertajuk World Regret Survey, di mana ia mengumpulkan penyesalan dari lebih dari 16.000 orang di 105 negara, Pink menemukan bahwa mayoritas responden memiliki penyesalan yang terbagi dalam empat kategori inti:

  1. Penyesalan fondasi, yang direpresentasikan dengan kalimat "Seandainya saya melakukan pekerjaan itu."
  2. Penyesalan keberanian, yang direpresentasikan dengan kalimat "Kalau saja aku mengambil kesempatan itu."
  3. Penyesalan moral, yang direpresentasikan dengan kalimat "Kalau saja saya melakukan hal yang benar."
  4. Penyesalan koneksi, yang direpresentasikan dengan kalimat "Seandainya aku mengulurkan tangan dan membantunya."

Pink berpendapat bahwa empat penyesalan ini berfungsi sebagai "negatif fotografis" di setiap kehidupan manusia. 

Artinya, kita dapat memahami apa yang paling kita hargai ketika kita memahami apa yang kita sesali.

Dan ketika kita melibatkan penyesalan itu dengan sudut pandang baru, kita dapat mengubahnya menjadi kekuatan positif untuk bekerja lebih cerdas dan memiliki hidup yang lebih baik.

Saat menghadapi penyesalan yang mendalam, Pink menyarankan orang menggunakan proses tiga langkah ini:

1. Self-disclosure: Jujur Mengakui Kesalahan

Langkah pertama dalam berdamai dengan penyesalan apa pun adalah mengakui setiap kesalahan dan berani mengungkapkan dengan jujur pada diri sendiri tanpa perlu mencari alibi pembenaran. Meskipun sebagian besar merasa tidak nyaman mengungkapkan detail tindakan (atau kelambanan) mereka yang disesalkan, Pink mengatakan banyak literatur menyatakan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan tindakan kita, baik dengan memberi tahu orang lain atau hanya menulis tentang mereka, membawa banyak manfaat fisik, mental, dan profesional. Orang-orang terdekat seharusnya menjadi motor motivasi untuk bangkit kembali.

Tindakan berdamai dengan diri sendiri akan mengintegrasikan pikiran dan hati kita agar tak menjadi penghambat untuk menghapus semua rasa penyesalan. Penelitian menunjukkan sikap ini membangun afinitas dan mengurangi beban yang dapat membantu kita memahami bahwa setiap orang lumrah melakukan kesalahan dan berkesemapatan memperbaikinya.

2. Self-compassion: Netralisasi dan Berdamai dengan Diri Sendiri

Setelah Anda mengungkapkan penyesalan Anda, Anda memerlukan cara yang efektif untuk mengahapus kritik diri secara berlebihan. Berhentilah menyebut, "aku bodoh", "aku tak berguna" yang justru membuat Anda tidak bisa move on dan selalu dihantui oleh kecemasan yang berlebihan. Pink menyatakan bahwa alternatif yang paling kuat adalah dengan "menyayangi diri sendiri" yang dipelopori hampir dua dekade lalu oleh psikolog Universitas Texas, Kristin Neff.

Neff menemukan bahwa ketika kita terpuruk, kita cenderung memperlakukan diri kita sendiri jauh lebih buruk daripada yang pernah kita perlakukan kepada orang lain, apakah mereka teman, keluarga, atau bahkan orang asing yang menghadapi kesalahan yang sama. Dan mencaci-maki diri sendiri ketika kita sudah frustrasi dan merasa gagal adalah kontraproduktif. Alih-alih, kita jauh lebih baik memperluas kebaikan, kehangatan, dan pengertian yang sama seperti yang kita tawarkan sebagai teman baik. Dengan menormalkan pengalaman negatif kita, kata Pink, kita menetralisirnya.

Self-compassion juga membantu kita memahami bahwa kita bukan satu-satunya orang yang mungkin mengalami penyesalan ini dan itu mewakili momen yang tidak menyenangkan dalam hidup Anda daripada mendefinisikan hidup Anda.

3. Self-distancing: Menciptakan Jarak dengan Penyesalan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun