Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Defisit Anggaran Naik Lagi? Jangan Kaget, Akan Terus Mengambang Bebas hingga 2022

4 Juni 2020   21:15 Diperbarui: 4 Juni 2020   21:18 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/illustrations/yunani-euro-krisis-euro-uang-892579/ 

Presiden Jokowi baru saja menegur Menteri Keuangan Sri Mulyani and the gang (3/6) terkait proyeksi defisit APBN terbaru yang menyentuh Rp.1039 triliun atau 6,27%. Sebelumnya, dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 defisit APBN hanya 5,07% dari PDB atau Rp. 852,9 triliun. Bertambahnya defisit tersebut disebutkan untuk menutupi program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang semakin membengkak.

Penetapan dan perhitungan defisit APBN dinilai Presiden kurang akurat karena terus berubah-ubah meski diakui oleh tim menteri bidang ekonomi telah menetapkan proyeksi dengan prudent dan sangat hati-hati. Tidak hanya Sri Mulyani, Presiden juga menegur Menko Perekonomian dan Menteri Bappenas agar menghitung defisit dengan cermat.

Negara dalam kondisi yang sangat membutuhkan suntikan dana yang sangat besar untuk proses pemulihan ekonomi, sehingga hutang dianggap sebagai alternatif terbaik untuk menutupi kekurangan biaya penyembuhan pasca-pandemi. Untuk itu, proyeksi defisit APBN telah berubah dua kali selama tahun 2020. 

Sri Mulyani and the gang menyebutkan bahwa negara kita butuh dana untuk menjalankan program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) sebesar 677,2 triliun. 

Dana tersebut direncanakan akan diraup dengan penerbitan SBN domestik dan global dan dukungan dari Bank Indonesia (BI) melalui kebijakan-kebijakan moneternya seperti penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Bank Indonesia berperan aktif sebagai standby buyer di pasar perdana. 

Kenaikan defisit juga akan ditutupi menggunakan sumber pendanaan risiko kecil dengan biaya paling rendah, termasuk sumber internal, penggunaan SAL, dana abadi pemerintah dan BLU, serta penarikan pinjaman program.

Masih ingat Perppu Corona yang telah resmi menjadi Undang-Undang? Tepat sekali, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mengatur segala kepentingan keuangan negara dalam masa tanggap darurat Covid-19 khususnya persoalan keuangan negara dan pemulihan ekonomi. Tanpa basa-basi lagi, langsung saja kita ke BAB II Kebijakan Keuangan Negara Bagian Kesatu Pasal 2. 

Dalam poin a, kita akan dibuat merasa aman saat poin tersebut menyebutkan bahwa defisit anggaran ada batasan yang telah ditentukan. Sebelum masuk ke dalam poin rincinya, dalam kalimat tersebut seharusnya pemerintah sudah menghitung di awal batas bawah dan batas tertinggi, seperti biasanya pemerintah punya threshold dalam penetapan besaran defisit.

Dalam poin a.1, disebutkan bahwa defisit dapat melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto selama masa penanganan Covid-19 dalam rangka menghadapi ancaman perekonomian hingga tahun 2022. Dalam poin ini, kita tidak temukan batas yang jelas terkait batas minimum dan batas maksimum defisit APBN, pasalnya akan ditetapkan secara lebih rinci dalam peraturan presiden yang memungkinkan untuk direvisi berkali-kali. 

Jadi, kita harus siap dan tidak kaget dengan defisit mengambang bebas hingga 2022. Bisa saja defisit anggaran yang sudah menembus Rp. 1039 triliun rupiah akan kembali bertambah dua tahun ke depan dengan underlying reason penyembuhan ekonomi yang tak kunjung sembuh. 

Kehadiran pasal ini juga tidak akan menyalahkan pejabat manapun terkait pelebaran defisit secara terkendali karena telah dilindungi undang-undang. Bisa jadi ada pejabat yang trauma disalahkan dan menjadi bulan-bulanan karena satu kebijakan yang pernah diambil di masa lalu.

Kritik terhadap Presiden Jokowi adalah bahwa poin dalam pasal inilah yang menyebabkan defisit akan terus melebar jika tidak dihitung dengan matang. Ya sudahlah, Undang-Undang sudah ditetapkan, tak ada jalan lain selain terus maju menjalankan segala peraturan yang telah ditetapkan.

Pelajaranya adalah jika presiden keberatan dengan pelebaran defisit yang dianggap sudah sangat besar, seharusnya kritikan dan teguran tersebut dibahas dan dilontarkan saat perppu dibuat dan masih bisa diubah sebelum menjadi Undang-Undang. Jangan khawatir, badai defisit besar-besaran tak akan lama kok, Insya Allah hingga tahun 2022, mohon bersabar, ini ujian.

Dalam poin a.2. defisit anggaran akan kembali ke oldnormal atau normal lama yaitu paling tinggi 3% terhadap PDB. Hanya saja yang berkecamuk di benak saya adalah dalam waktu lima bulan sudah dua kali proyeksi defisit berubah dengan jumlah dan kebutuhan yang tidak pasti. Tidak bisa terbayangkan kemungkinan kenaikan defisit anggaran selama dua tahun jika tidak ada kontrol yang tegas dari presiden dan DPR.

Dalam poin a.3, penyesuaian besaran defisit akan dilakukan secara bertahap. Poin inilah yang membolehkan defisit anggaran melalui perpres dapat direvisi secara bertahap dan terus menerus hingga tahun 2022. 

Di satu sisi pengaturan defisit yang fleksibel akan memudahkan pemerintah untuk mendapatkan pembiayaan untuk kebutuhan program PEN. Di lain sisi, jika perhitungannya mentah dan selalu tidak matang maka proyeksi defisit berpotensi akan terus berubah-ubah menunggangi alasan bahwa negara sedang butuh banyak duit.

Dan yang masih menggelitik saya adalah siapa saja yang menerima bantuan program PEN ini? Pikiran bodoh saya berharap dengan banyak hutang, maka kebutuhan masyarakat yang membutuh setidaknya dapat terpenuhi. Seharusnya jika defisit melebar, bansos yang akan diterima rakyat semakin naik bukan malah direncanakan akan dipotong dari Rp. 600 ribu menjadi Rp. 300 ribu. Lantas siapa penikmat terbesar dari dana besar tersebut?

Kita langsung ke pasal 11 yang mengandung 7 poin alam Undang-Undang yang sama. Poin 3 menyebutkan bahwa pemulihan ekonomi nasional nasional dapat dilaksanakan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), penempatan dana, dan/ atau kegiatan penjaminan yang melibatkan BUMN dan badan usaha yang ditunjuk pemerintah. 

Saya merasa pasal tersebut seperti aroma pemulihan BUMN dan beberapa badan yang ditunjuk pemerintah.  Kita harus realistis bahwa penyelamatan ekonomi harus mencakup seluruh rakyat dan tidak memihak atau mendominasi satu golongan tertentu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun