Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menjelang Lebaran, Jangan Ada "Daging Babi" di Antara "Daging Sapi" Kita

17 Mei 2020   11:52 Diperbarui: 17 Mei 2020   16:33 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi daging olahan. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Publik sempat dihebohkan oleh ulah pengedar daging babi yang dijual seolah olah daging sapi. Bahkan mereka telah menyiapkan 63 ton daging sapi palsu tersebut untuk diedarkan dengan harga Rp.45.000 ribu perkilo. 

Ternyata pelaku telah menjalankan bisnis gelapnya sebelum pandemi terjadi. Di kala COVID-19 merajalela, justru pedagang sapi palsu memanfaatkan moment puasa dan lebaran untuk melancarkan aksinya di tengah ancaman krisis pangan akibat pandemi.

Kebijakan untuk melindungi pangan halal harus menjadi tanggung jawab semua pihak. Pemerintah harus menjamin kehalalan stok dan rantai pasok pangan. Jangan sampai peristiwa tersebut terulang dan semakin meresahkan masyarkat.

Pandemi COVID-19 telah menyingkap kelemahan pada sistem ketahanan pangan dunia yang sangat rentan saat menghadapi kondisi terburuk. Sangat berat untuk semua bangsa ketika berusaha mencukupi rantai pasok dalam negeri masing-masing. 

Keadaan bertambah rumit ketika masa karantina wilayah di beberapa negara diperpanjang, sehingga aktivitas ekspor impor komoditas pangan ikut melambat.

Jika kondisi ini tidak ditangani segera, maka semua negara termasuk Indonesia akan menghadapi krisis pangan yang sangat pelik di beberapa tahun ke depan.

Saat pergerakan sosial di semua lini terpaksa dibatasi, pemerintah harus tetap memastikan rantai pasok makanan dan kebutuhan medis tetap tercukupi untuk seluruh lapisan masyarakat. 

Di saat genting inilah, manajemen rantai pasok halal memainkan peranan penting dalam mencukupi pangan masyarakat Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. 

Namun, mampukah potensi industri halal, yang digadang-gadangkan memiliki nilai transaksi melebihi 2 triliun dolar Amerika di tahun 2020, berperan penting dalam mememasok kebutuhan ratusan juta penduduk Indonesia bahkan dunia?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, salah satu alternatif yang seharusnya mendapatkan perhatian pemerintah adalah memberdayakan UMKM halal yang berada di ujung tombak dalam membantu pemenuhan rantai pasok halal dalam negeri. 

Di saat seperti ini, terlalu berisiko ketika sangat bergantung pada perdagangan internasional untuk memenuhi stok pangan lokal. Tidak heran Presiden Joko Widodo meminta agar stimulus ekonomi dapat menjangkau semua pelaku usaha termasuk kecil dan mikro bahkan ultra mikro. Oleh sebab itu, dana stimulus tersebut seharusnya juga menyentuh industri halal terutama pelaku usaha kecil dan mikro.

Di lain kesempatan, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebutkan bahwa pemerintah sepakat untuk tidak memungut biaya sertifikasi halal bagi jutaan usaha kecil dan mikro (UKM).

Jika kebijakan-kebijakan tersebut diimplementasikan dengan benar, maka kebijakan stimulus ekonomi dan pembebasan biaya sertifikasi halal diharapkan dapat memperkuat UMKM halal sehingga meningkatkan kapasitas mereka dan mempercepat recovery (pemulihan) rantai pasok halal domestik.

Asosiasi Federasi Muslim Brasil mengatakan bahwa rata-rata belanja negara di seluruh dunia terus meningkat selama masa pandemi, tetapi impor produk protein halal sertifikasi, seperti dagaing sapi halal, melambat di berbagai belahan dunia. Jumlah sertifikasi halal juga mengalami penurunan selama 1 tahun terakhir. 

Sertifikasi halal negara-negara Arab dan Asia Pasifik menurun 5 persen dari tahun lalu. Namun, menariknya China satu-satunya negara Asia yang mengalami peningkatan jumlah sertifikasi halal sebesar 10% dari tahun lalu. 

Data tersebut mengindikasikan bahwa kemungkinan akan ada tren peningkatan sertifikasi dan konsumsi produk-produk halal di negara-negara non-Islam pascapandemi berakhir.

Fakta tersebut menggambarkan dengan jelas bahwa efek negatif COVID-19 begitu terasa bagi pasokan produk halal dunia, sehingga semua pihak termasuk negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) perlu merumuskan alternatif, strategi dan mekanisme untuk tetap menjaga pertumbuhan pasar halal secara berkelanjutan. 

Bila perlu Indonesia dan beberapa negara OKI lainnya dapat menginisiasi Halal Free Trade Agreement (HFTA) sebagai langkah bersama menjaga rantai pasok halal di seluruh dunia, sehingga ke depannya setiap negara memiliki mekanisme perdagangan eksternal yang aman ketika terjadi krisis pangan halal.

Selain itu, masalah jangka pendek yang segera harus di atasi akibat berkurangnya pasokan produk halal adalah mengantisipasi tindakan halal food fraud yang dapat meresahkan masyarakat menjelang lebaran. 

Halal food fraud merupakan tindakan pedagang yang menjual produk haram yang dikelabui dengan label halal. Di tengah wabah, potensi munculnya tindakan curang tersebut akan meningkat karena diiming-imingi dengan keuntungan penjualan yang lumayan besar.

Biasanya kecurangan produk halal dapat muncul dengan berbagai motif. Misalnya, penjualan hewan yang secara syariah dapat dikonsumsi, tetapi tidak disembelih dengan menyebut nama Allah. Atau bahkan penyembelihan dilakukan dengan cara-cara yang tidak wajar sehingga dapat membahayakan kesehatan publik.

Sayangnya, beberapa kasus di Indonesia, tindakan tersebut terdeteksi saat sudah dijual atau sudah dikonsumsi oleh masayarkat. Untuk itu, perlu tindakan pencegahan segera agar produk-produk yang tidak halal tersebut tidak masuk pasar dan tidak sempat dikonsumsi.

Oleh sebab itu, perlu beberapa kebijakan agar rantai pasok halal tetap terjaga di tengah pandemi. Pertama, pemerintah perlu memperkuat model pengembangan produk halal secara lebih rinci, sehingga tidak menimbulkan was-was masyarakat ketika membeli kebutuhan pokok selama masa PSBB. 

Misalnya, sebelum lebaran pemerintah perlu melakukan audit halal di sektor peternakan secara masif. Termasuk jika hewan adalah hasil manipulasi DNA atau manipulasi artifisial lainnya, semua informasi tersebut harus dicatat dan direkap dengan lengkap.

Kedua, mendorong sektor keuangan menyediakan pembiayaan syariah untuk pengadaan pangan dan kebutuhan medis halal, baik dalam bentuk pembukaan pasar baru ataupun pembiayaan individu. 

Ini saatnya, seluruh lembaga keuangan syariah membuktikan diri sebagai institusi yang konsisten menegakkan maqashid syari'ah di tengah krisis. Inilah saatnya pembuktian kedua ketahanan bank syariah setelah krisis 1998.

Ketiga, mendorong setiap produsen untuk meningkatkan nilai tambah produk serta memperkuat kemanan produk yang mereka produksi. 

Langkah tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen di tengah banyak kecurigaan terhadap produsen. Kepercayaan konsumen sangat penting, karena dapat merangsang produsen untuk tetap berproduksi semua permintaan masyarakat.

Keempat, pemerintah tentu saja sedang menyerap banyak masukan dan informasi dengan mempertimbangkan banyak pihak. Namun, pemerintah tidak boleh ragu dalam melindungi seluruh konsumen produk halal. Keragu-raguan pemerintah dalam menangani persoalan pangan akan memberi dampak negatif bagi psikologi masyarakat. 

Selain itu, kunci keberhasilan penguatan rantai pasok halal ada pada konsisten untuk terus melakukan edukasi kepada pebisnis dan konsumen terkait pentingnya menjaga rantai pasok halal.

Salah satu faktor mengapa industri halal tidak tumbuh lebih cepat dari yang diharapkan, meskipun setiap tahun dilaporkan terjadi peningkatan adalah karena belum adanya konsesus tentang standar di semua sektor. 

Semoga setelah pandemi berakhir, akan ada keseimbangan baru untuk industri halal dengan standar dan mekanisme pasar yang lebih diterima masyarakat dan mencukupi kebutuhan untuk seluruh masayarkat Indonesia dan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun