Sebelumnya saya akan menggambarkan sebuah pernyataan yang sangat menarik dari seorang teman yang ujug-ujug mengungkapkan hal semacam itu. Pernyataannya seperti ini. "kadang.. neng omah uwong orak mandang mondok e, tapi malah sekolahe."
Dari pernyataan seperti itu saya tergerak untuk membuat tulisan yang menitik beratkan sebuah pemahaman bahwa dizaman millennial ini santri kiranya tak cukup kalau hanya belajar agama saja. Harus dibarengi dengan masalah dunyo juga. Bagaimanapun, santri juga manusia, yang hidup di dunia. Yang juga harus menguasai masalah dunia. Dalam artian yang lebih singkat. Santri itu kudu MULTIPLAYER.
Maka kalau melihat keadaan zaman sekarang, yang dibilang-bilang zaman yang aduhai semrawutya ini. Seorang santri dituntut menjadi sebuah meja prasmanan (lhoo kok?). sebelumnya anda sudah paham kan apa itu meja prasmanan?. Kalau sudah paham enggak akan saya jelaskan. Kalau ada yang nggak paham Tanya aja sama yang sudah paham.Â
Okelah... kita kembali ke leptop. Bahwa santri itu dituntut menjadi sebuah meja prasmanan. Kenapa begitu?. Diatas meja prasmanan itu ada bermacam-macam makanan dan minuman. Dari makanan berat sampai makanan ringan. Dari minuman berat sampai minuman ringan. Semua tertata rapi di atas meja prasmanan. Dan semua orang bisa langsung mengambilnya. Tidak hanya makanan saja. Atau malah minuman saja. Butuh kedua-duanya. Begitu pula sebuah pendidikan. Sebuah ilmu. Harus memiliki keduanya. Agar kalau ada orang Tanya itu bisa langsung mendapatkan jawabannya yang memuaskan.
Sebenarnya kita menjadi santri adalah pilihan. Kita berperang dalam medan pencarian ilmu adalah pilihan. Dan yang pasti kita pergi untuk pulang. Kita pergi meninggalkan seluruh kenangan adalah karena kita tahu bahwa tujuan kita adalah pulang. Mengabdi pada masyarakat. Yang mana masyarakat sudah menunggu kedatangan sebuah meja prasmanan. Lha untuk itu. Kita harus tahu ples paham apa yang dibutuhkan masyarakat. Kalau melihat keadaan masyarakat yang aduhai semrawutnya ini. zaman yang aduhai berantakan ini. rasa-rasanya tidak adil kalau hanya diniyyahnya saja yang di kedepankan. Rasa-rasanya lebih tidak adil kalau hanya formaliyahnya saja yang dipelajari.
Maka, pluralisme antara diniyyah dan formaliyyah sangat dibutuhkan. Hubungan erat antara diniyyah dan formaliyyah menjadi solusi yang amat sangat tepat. Dengan kondisi masyarakat yang saban hari semakin ada saja maunya. Masyarakat yang saban hari semakin kepo tentang hal hal yang aneh ples nyleneh. lalu, untuk menyikapi problematika umat seperti ini.
Pondok pesantren adalah solusi yang sangat tepat. Apalagi pondok pesantren kita. Pondok yang mengkolaborasikan pendidikan diniyyah dan formaliyyahnya. Pondok yang sangat tepat untuk solusi masa depan bangsa. Pondok yang bernuansa salaf modern ini, memiliki pedoman yang amat sangat kuat dipegang. Yaitu, "menjaga perkara lama yang baik dan mengambil perkara baru yang lebih baik."
Terkadang ada juga yang hanya mementingkan diniyyahnya saja. Karena mereka punya alasan. Kalau yang mementingkan formaliyyahnya saja itu tambah lebih banyak. Semuanya memiliki tendensi tendensinya sendiri-sendiri. Memiliki alasan-alasan yang mungkin menurut mereka itu benar. Sama persis seperti teori bumi datar dengan teori bumi bulat. Semuanya memiliki kelemahan dan juga memiliki kelebihan.
Kontroversi-kontroversi yang ada pada bumi datar dan bumi bulat membuat semua orang bingung. Sebenarnya bumi ini bulat atau bumi datar. Kalau memakai logika semuanya masuk akal karena memiliki kelebihan tersendiri. Ehh.. Â tapi sudahlah malah keterusan menbahas bumi bulat bumi datar. Kembali lagi ke pembahasan. bahwa formaliyyah dan diniiyaah memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri.
Tapi kalau untuk kita yang notabenenya adalah santri. seharusnya sudah tahu bahwa diniyyah lah yang harus lebih dipentingkan (ini menurut saya). Tujuan kita disini sebenarnya ngaji disambi sekolah. Bukannya malah sekolah disambi ngaji. Itu kebalik. Yang harus dicicpi itu ngajinya. Dicicipi sampai tuntas maksudnya. Bukan sekolahnya. Tapi kalau bisa harus kedua duanya dipentingkan. Karena tak dapat dipungkiri bahwa formaliyyah itu juga penting.
Bukannya saya mengesampingkan formaliyyahnya. Kalau melihat konteks do'a sapu jagad yang berbunyi robbanaa atiina fiddunya khasanan wafil akhiroti khasanah waqina 'adzaban naar. Â Bahwa disitu tertulis. Fiddunnya dahulu. Maka, taak ayal bahwa dunia itu juga penting. Formaliyyah itu juga penting.