"Orang yang cerdas adalah orang yang bisa mengekang nafsunya dan beramal untuk (bekal) sesudah mati. Sedangkan orang yang lemah (pikiran) adalah orang yang mengikuti kehendak nafsunya dan berangan pada (pemberian) Allah swt." (HR. Turmudzi dan Ahmad)
Rasulullah kerap melihat suatu masalah dari sudut yang berbeda. Standar kecerdasan seseorang dari hadits di atas dilihat dari kemampuannya mengekang nafsu dan tingkat amal-amal shalih yang dilakukannya untuk bekal hari akhirat. Sebaliknya pengumbar dan budak nafsu adalah ciri orang yang lemah pikiran. Kenapa? Orang yang cerdas dalam kriteria Rasulullah adalah orang yang memiliki pandangan jauh ke depan, yakni kehidupan akhirat sebagai terminal kehidupan terakhir. Ia adalah orang yang penuh pertimbangan, tidak sembrono, cermat, hati-hati dan sungguh-sungguh melakukan aktivitasnya karena ia ingin segala sesuatu yang dilakukannya tidak sia–siaapalagi membahayakan dirinya, keluarga, dan umatnya. Amal–amalshalih pasti akan membuahkan ketenangan, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup.
Sebaliknya mereka yang akalnya lemah adalah para pengumbar dan budak nafsu, tapi berharap sesuatu yang baik. Kenapa dikatakan lemah akal? Karena orang yang bertipe seperti ini tidak pernah berpikir apa akibat perbuatan yang dilakukannya. Ia tidak pernah memperhitungkan bagaimana hasil perbuatan yang ia lakukan, baik di dunia apalagi di akhirat. Sikap ini merupakan ciri orang yang tak memiliki perhitungan dan pandangan ke depan. Bahkan, saking bodohnya, ia justru memiliki perhitungan dan pandangan yang terbalik. Karena ia mengharapkan hasil yang berlawanan dari yang dikerjakan.
Apa sebenarnya yang disebut hawa nafsu? Hawa nafsu banyak ragamnya, termasuk kecenderungan pada yang baik mupun yang buruk. Manusia secara fitrah memang memiliki nafsu atau kesukaan terhadap hal-hal tertentu. Dalam Al-Qur`an disebutkan,
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yakni wanita– wanita, anak–anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan dan sawah ladang …"
(QS. Ali Imran : 14)
Dalam kehidupan kita seringkali kita melihat manusia – manusia yang bernafsu untuk memperoleh kekayaan, pangkat, jabatan, termasuk puja dan puji dari orang lain. Mereka berusaha tampil munafik di depan orang yang mereka nilai mampu memberikan keinginan yang mereka dambakan. Kemunafikan itu tentu saja akan membawa dampak buruk bagi diri mereka, keluarga, bahkan rekan kerja atau teman – teman di sekitarnya, karena manusia – manusia yang haus akan kekayaan, pangkat, jabatan, termasuk puja dan puji berusaha menjadi yang terbaik walaupun harus menjatuhkan teman dan orang – orang di sekitarnya.
Mudah sekali melihat kemunafikan manusia seperti ini, karena ciri – cirinya dapat dilihat dengan kasat mata, diantaranya adalah :
1.Selalu berbicara mengatasnamakan kepentingan bersama, tetapi di belakang itu semua selalu mengatakan bahwa dirinyalah yang mempunyai ide atau inisiatif
2.Selalu berusaha diterima oleh semua orang walaupun dengan cara – cara yang tidak baik, misalnya melontarkan kata – kata pujian yang berlebihan dan selalu diulang – ulang
3.Selalu berusaha menyembunyikan informasi yang penting dalam sebuah kegiatan sehingga hanya dirinya yang tahu dan seakan – akan dirinyalah yang peduli akan permasalahan tersebut
4.Selalu berusaha menghindar bila terjadi sebuah konflik dalam organisasi dengan mengatakan mengikuti saja semua keputusan dengan demikian jika terjadi masalah mereka bisa cuci tangan dan biasanya mengatakan “SEBENARNYA SAYA TIDAK SETUJU DENGAN PENDAPAT SI FULAN”
5.Yang pasti mereka bila diberi amanah akan selalu berlebih – lebihan melaksanakan amanah tersebut seakan – akan dirinya lebih hebat, lebih terpercaya, dan membusungkan dada.
6.Sering memberikan tugas – tugas kepada rekan – rekannya secara tidak adil, perintah berubah - ubah dan dalam waktu yang tidak mungkin dapat diselesaikan oleh rekan – rekannya sehingga mereka dapat mengatakan “ SI FULAN TIDAK AMANAH DAN TIDAK DAPAT DIPERCAYA”
7.Kadang mereka bicara terlalu bijaksana dan selalu mengatasnamakan agama dan kebenaran, padahal apa yang dikatakan selalu berlawanan dengan yang mereka lakukan.
Mudah – mudahan kita tidak termasuk tanda – tanda dari manusia – manusia munafik tersebut. Tentunya itu semua tergantung dari niat kita dalam menjalankan aktifitas kehidupan ini.
SEMOGA BERMANFAAT...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H