Mohon tunggu...
Irvan Borneo Barat
Irvan Borneo Barat Mohon Tunggu... -

Wartawan mimbaruntan.com, borneoclimatechange.com, ulanguli.com, pontianakpro.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paceklik Guru di Kalbar

7 April 2017   18:54 Diperbarui: 8 April 2017   02:30 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Berapa jumlah guru yang tersisa?” tanya Kaisar Hirohito setelah beberapa hari bom atom menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. “Mengapa paduka menanyakan jumlah guru yang hidup?” tanya pembantu kaisar heran. “Tuan-tuan, apabila profesi yang lain tidak saya tanyakan harap tuan-tuan tidak tersinggung. Saya tahu banyak tentara yang gugur dan untuk itu kita semua merasa sedih. Mengapa justru yang saya tanyakan itu berapa guru yang masih hidup di jepang, ini tak lain karena melalui gurulah kita dapat membangun kembali negeri ini.

Cuplikan kisah kepedulian Kaisar Hirohito terhadap guru menjadi gambaran bahwa Jepang sangat peduli terhadap kualitas sumber daya manusia(SDM)-nya. Lain halnya dengan Indonesia, paceklik guru hampir terasa di setiap daerah, tidak terkecuali Kalimantan Barat (Kalbar). 70 tahun bangsa ini merayakan kemerdekaan, kisah problematika kekurangan guru masih belum ditemukan solusinya.

Pagi itu Jam pelajaran akan segera dimulai. Cici Purwasih (28) telah siap untuk memberikan pelajaran di kelas enam. Para siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 49 Riak Bandung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, sudah tidak sabar menunggu kedatangan guru yang biasa disapa dengan Bu Cici ini.

Bu Cici mendapat kabar bahwa guru di kelas lima sedang berhalangan hadir. Karena guru yang ada jumlah guru terbatas. Mau tidak mau Bu Cici harus memberikan pelajaran di kelas lima juga.

Kejadian ini sudah biasa dilakukan Bu Cici, sehingga ia mempunyai cara tersendiri untuk mengatasinya. “Saya berikan dulu penjelasan di kelas enam,” ucap guru yang bertugas sejak tahun 2010 ini . “Lalu di kelas lima saya berikan catatan, setelah itu saya berikan latihan,” tambah guru yang berasal dari Kota Pontinak ini. Namun Bu Cici mengaku tidak fokus dalam memberikan pelajaran. “Bakal ribut anak-anak, taukan anak SD ditinggal sebentar saja ributnya seperti  apa. Ya  jadi bolak-baliklah,” ungkapnya mengenang, saat reporter menyambangi rumah dinas yang menurutnya sudah tak layak itu.

Hujan turun sangat deras ketika reporter menyambangi guru lainnya yang tidak jauh dari Rumah Dinas Bu Cici. Di teras rumah, tampak Rahmad (38) sedang duduk santai bersama anak dan istrinya. Ia pun bergegas berdiri dan mempersilahkan reporter masuk ke dalam rumah yang disesaki karung-karung berisi padi.

Rahmad merupakan guru honorer yang mengajar sejak tahun 2005. Ia mengaku menjadi guru karena prihatin dengan SDN 49  yang kekurangan guru. “Waktu itu SD 49 itu memang kekurangan guru, kebetulan saya tinggal disini dan saya merasa terpanggil mengajar dan kebetulan juga ditawarkan kepala sekolahnya jadilah saya bisa jadi guru sekarang,” ungkap pria yang berasal dari Pontianak ini.

Walaupun hingga kini ia masih honor ia tetap menyukai profesinya sebagai guru. “Pas saya jadi guru saya mencintai pekerjaan ini, karena jiwa saya ada di sini, walaupun masih honor,” ungkapnya.

Apa yang dialami Cici Purwasih ternyata juga dialami Rahmad, ia mengaku pernah mengajar tiga kelas sekaligus. “Karena guru itu kan banyak yang tinggal di kota dan dia biasanya ada keperluan jadi otomatis itu masuk sampai tiga kelas,” jelasnya. Teknik yang dilakukan Rahmad untuk mengajar tiga kelas tersebut tidak jauh berbeda dengan teknik yang dilakukan Cici Purwasih.  “Untuk menutupi kelas ini (kelas yang tidak ada Guru) kita beri tugas, jadi yang bisa diberi materi optimal itu hanya satu kelas,” ungkap Rahmad. Hingga  Maret 2016  ada delapan puluh siswa yang terdaftar di SDN 49 dari tiga guru pegawai negeri dibantu dengan tiga guru honorer.

Kisah Klasik

Kisah problematika kekurangan guru di Kalbar yang terjadi hingga hari ini merupakan hal yang sangat klasik. Pada kurun waktu 1960-an jumlah guru di Kalbar juga sangat terbatas. Maka pada saat itu, Gubernur Oevang Oeray dalam buku biografi Hadari Nawawi jengkel, mendengar Kalbar kekurangan guru.  Sebab Ia meyakini bahwa  kemajuan suatu daerah sangat ditentukan oleh seberapa bagus proses pendidikan dan pengajarannya. Oleh karena itu, Gubernur yang bernama lengkap Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray ini berpikir keras agar kebutuhan guru di Kalbar terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun