Mohon tunggu...
Irvan Andrianto
Irvan Andrianto Mohon Tunggu... -

irvanandrianto.blogspot.com\r\ncuma orang biasa yg ingin menyampaikan pendapat...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Pilkada DKI Jakarta 2017

2 November 2016   21:51 Diperbarui: 2 November 2016   22:19 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada serentak kembali akan di laksanakan tahun 2017, suhu politik di negeri ini kembali memanas.  Isu-isu politik kembali bertebaran baik di media sosial maupun media massa.  Walau hajatan pilkada serentak ini terjadi di beberapa daerah namun pilgub jakarta menjadi yang paling ramai dan panas.  Pilkada rasa pilpres begitu istilahnya.

Terlepas dari itu semua, saya hanya ingin mengomentari perkembangan politik dan pemilihan kepala daerah oleh partai-partai politik, terutama yang terjadi di Jakarta.  Ada tiga pasangan calon yang sudah di umumkan oleh KPU DKI Jakarta, yaitu paslon Ahok – Djarot yang di usung oleh PDIP, Nasdem dan Hanura, Anies Baswedan – Sandiaga Uno yang di usung Gerindra dan PKS dan Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni yang di usung oleh Demokrat dan PAN.

Menilik ketiga kandidat cagub DKI tersebut, ketiganya bukanlah kader dari partai yang mengusungnya. Terutama untuk Ahok dan Anies yang notabene adalah calon Independen.  Yang menarik adalah di usungnya Ahok oleh PDIP.  Karena seperti yang kita tahu bahwa semenjak awal Ahok memang berharap di usung oleh PDIP, sementara PDIP DKI jakarta menolak untuk mengusung Ahok.  Bahkan beredar viral-viral di media sosial yang menunjukkan bahwa PDIP DKI jakarta menolak untuk mengusung Ahok, sehingga ada kemungkinan Ahok tidak bisa ikut Pilkada DKI karena sebagian besar partai yang lain sudah anti terhadap Ahok terlebih dahulu di karenakan konfrontasi Ahok terhadap DPRD DKI.

Hampir semua partai melakukan mekanisme penyaringan calon gubernur dengan mengundang atau membuka pendaftaran bagi mereka yang ingin di usung oleh partai mereka.  Partai-partai politik masih merasa bargaining power mereka dalam menentukan pemimpin di negeri ini tidak bisa di tandingi oleh kekuatan nonpartai.  Sehingga muncullah gerakan sosial masyarakat DKI yang di prakarsai oleh anak-anak muda untuk memberikan dukungan kepada Ahok yang di anggap berhasil dalam membangun Jakarta walau masih banyak kekurangan, dan berharap Ahok dapat kembali memimpin Jakarta untuk lima tahun kedepan. 

Gerakan ini mereka beri nama TemanAhok, dan berhasil mengumpulkan satu juta KTP untuk dapat mengusung Ahok sebagai calon Gubernur dari Calon Independen.  Sementara itu partai-partai politik termasuk PDIP sibuk melakukan penyaringan calon, dan mulai muncul nama-nama calon yang mulai bermunculan dan di jadikan sebagai bahan survey lembaga survey.  Berdasarkan hasil survey-survey yang ada menunjukkan bahwa nama Ahok masih unggul di bandingkan nama-nama calon yang ikut dalam penyaringan cagub oleh partai politik.

Nah inilah yang terjadi, dengan pragmatisme partai politik tentu saja mereka tidak ingin mengusung calon yang sudah pasti kalah.   Gerakan temanAhok ini ternyata memberikan kejutan bagi partai-partai politik bahwa jika mereka tidak mengusung calon yang kompeten dan kapable di mata masyarakat maka akan mendapat tandingan dari nonpartai.  Ada kekuatan di luar partai yang dapat mengusung calon yang mereka anggap mampu untuk memimpin mereka.  Kekuatan ini menjadi bargain yang membuat parta-partai tersentak sehingga merekapun mulai mencari calon yang di anggap tokoh yang dapat di terima masyarakat.  Sehingga sia-sialah semua proses penyaringan calon yang di lakukan partai-partai politik tersebut dengan memilih calon yang dapat di terima masyarakat, walaupun mereka tidak mengikuti mekanisme penyaringan yang di lakukan oleh partai politik yang bersangkutan.

Gerakan ini menjadi kekuatan politik baru yang muncul dari masyarakat yang dapat menekan partai politik untuk menciptakan kader yang lebih baik dalam track record dan penerimaan publiknya.  Gerakan ini menjadi kekuatan tersendiri yang dapat melawan hegemoni partai dalam menentukan calon-calon ;pemimpin bangsa dan mulai berfikir untuk mencari calon-calon terbaik dengan mengesampingkan kepentingan partai.

Saya sangat menghargai apa yang di lakukan oleh partai-partai politik saat ini dalam memilih calon untuk bertarung dalam pilkada DKI.  Dan saya harap tren ini juga menular ke daerah-daerah lain di seluruh Indonesia sehingga putra-putri terbaik bangsa ini punya kesempatan untuk maju dan bersaing menjadi pemimpin tanpa harus punya modal materi yang besar dan kekuatan politik.  Semoga gerakan-gerakan ini dapat terus bertahan dan terus berkembang untuk memperbaiki kualitas kepemimpinan di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun