Lapis kedua, OJK dapat menonaktivkan direksi dan komisaris serta menetapkan Pengelola Statuter untuk mengambil alih kepengurusan perusahaan asuransi dalam hal menurut pertimbangan OJK perusahaan diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajiban atau akan menghentikan kewajiban yang jatuh tempo.
Lapis ketiga, sangsi administratif dari mulai peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, larangan untuk memasarkan produk asuransi yang berujung pada perintah penambahan modal dan pemblokiran kekayaan perusahaan asuransi.
Maka skema perlindungan polis yang menjadi amanat UU 40/2014 diusulkan sepenuhnya didanai dari iuran pelaku usaha asuransi berbasis resiko. Yakni pelaku usaha asuransi membayar iuran sesuai dengan profil risiko. Asuransi yang memiliki resiko lebih tinggi diukur dari rendahnya tingkat kesehatan keuangan membayar iuran yang lebih tinggi. Sebaliknya asuransi yang memiliki resiko lebih rendah dilihat dari tingginya tingkat kesehatan keuangan membayar iuran yang lebih rendah.
Untuk mempercepat pembentukannya, karena tidak masuk dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas tahun 2017, program penjaminan polis dapat dilakukan dengan melakukan amandemen UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai satu undang undang untuk penjaminan simpanan nasabah bank sekaligus perlindungan pemegang polis asuransi.
Semoga momentum bersih bersih OJK 2017-2022 yang baru dilantik dapat menempatkan skema perlindungan pemegang polis dalam satu nafas jaring pengaman sistem keuangan yang bebas dari moral hazard dan pemburu rente.
Oleh: Irvan Rahardjo
Komisaris Independen AJB Bumiputera 1912, tahun 2012-2013
Dimuat di Harian KOMPAS edisi Rabu 4 Oktober 2017, halaman 7
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H