Jadi waktu kemarin saya kembali disinggung soal keterlibatan saya dalam organisasi. Biasa, mahasiswa mah identik dengan yang namanya organisasi maupun UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa/ekstrakurikuler), kecuali saya. Jujur aja, saya nggak memancarkan bau organisasi sedikit pun. Jadi misalnya temen-temen satu kos ada yang sibuk rapat ini rapat itu, saya mah enjoy aja bobo cantik di kamar atau ngerjain tugas. Hal ini kemarin ditanyakan teman saya, untung yang nanya temen, kalau nggak mungkin udah saya gigit. Selain sensi soal IP, saya juga agak sensi ditanyai soal organisasi atau UKM. Sebabnya?
Karena saya nggak ikut organisasi apa-apa. Saya daftar empat organisasi, dan mulus keempat-empatnya. Mulus ditolak. Itu sakit banget. Bayangin, kamu berarti udah daftar empat kali, sebar empat formulir pendaftaran, diwawancarai empat kali, ngikut magangnya pula, dan ternyata ujung-ujungnya ditolak. Ditolaknya itu selalu pas sesi wawancara. Bayangkan ajalah, nggak perlu diceritain perasaan saya di sini.
Yang mau saya permasalahin di sini adalah sistem organisasi kampus yang berbeda sama organisasi/ekstra sekolah. Semuanya pakai pendaftaran. Semuanya pakai seleksi administrasi yang dibilang ribet (minimal dua kali : seleksi berkas dan (pasti ada) wawancara). Nggak ada kata sukarela. Jadi, yang ikut dalam organisasi adalah anak-anak terpilih.
Saya pernah diskusi sama teman seangkatan saya, yang pada intinya adalah kenapa kok UKM di kampus pakai ikut-ikutan pakai acara seleksi, kayak mau ikut beasiswa aja. Kalau seleksi yang diadakan di organisasi kampus buat calon pengurusnya sih, okelah, menurut saya nggak masalah. Beda, organisasi kampus (BEM, HM, senat, dsb) kan kerja utamanya emang ngurusin mahasiswa, jadi wajarlah kalau ada seleksi ketat buat pengurusnya biar agak kompeten, tapi kalau UKM? Waduh ...
Bukannya saya membanding-bandingkan organisasi dan UKM, bukan saya berpikir "Lha sekedar UKM kok pakai seleksi". Bukan. Ngga ada kata 'sekedar'. Saya cuma liat tujuan kedua unit itu aja, yang memang agak berbeda. Kalau organisasi -seperti yang saya bilang tadi-tujuannya memang mengorganisir mahasiswa buat kegiatan-kegiatan tertentu (kayak OSIS) yang terkait sama peraturan kampus, nah kalau tujuan UKM, setahu saya pada dasarnya adalah mengembangkan bakat dan minat mahasiswa. Beda.
Jadi kalau ada seleksi ketat di tingkat UKM, wah jujur, menurut saya itu agak ... gimana. Sesuai tujuan tadi, berarti kalau kita mau mengembangkan bakat dan minat kita, harus diseleksi? Nuwun sewu, kita cuma mau kembangin hobi, bukan ikut indonesian id*l yang diseleksi ketat terlebih dulu, dan menurut saya itu hak kita. Seleksi okelah, tapi gak usah ketat-ketat kayak milih pengurus organisasi, apalagi melibatkan mata seleksi yang sama sekali nggak pas sama bidang UKM tersebut. Contoh, misalnya UKM seni kampus X, yang mewajibkan tes wawancara untuk calon anggotanya. Maaf, justru orang-orang yang benar-benar nyeni, biasanya malah agak 'gagap' waktu diwawancara. Bayangkan kalau orang seperti itu malah ditolak, dan kemudian dia malah diterima di organisasi luar kampus. Saat suatu hari dia menang sebuah kompetisi, kan yang ngejreng organisasinya yang di luar kampus, padahal dia mahasiswa universitas X, yang padahal juga universitas itu punya UKM yang sesuai dengan kemampuannya. Salah kan?
Buat kritik aja, sekedar unek-unek dari mahasiswa yang pernah ditolak 4 organisasi dan UKM sekaligus. Kami tahu betapa pentingnya pengalaman organisasi untuk masa depan kami, dan kami hanya tidak ingin dipersulit oleh administrasi dan formalitas. Kami hanya ingin berkarya.
Untuk pembaca, bisa melihat tulisan ini juga di akun facebook saya Fbe Tammbal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H