Indonesia, sebagai negara berkembang dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki aspirasi untuk meningkatkan perekonomian di kancah internasional. Salah satu cara yang sedang dipertimbangkan adalah dengan bergabung ke dalam BRICS, kelompok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. BRICS memiliki daya tarik yang kuat karena memberikan peluang kerjasama ekonomi yang besar, memperkuat posisi geopolitik , dan menyediakan alternatif lembaga keuangan global yang tidak didominasi oleh negara Barat seperti IMF dan Bank Dunia.
Kurang dari satu minggu setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Sugiono hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia untuk mengutarakan keinginan Indonesia bergabung dengan blok ekonomi itu.
"Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif," ujar Menlu Sugiono dalam keterangan resmi.
"Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum."
Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang, atau yang sering disebut Global South, melalui BRICS. Namun, Indonesia juga menekankan akan tetap aktif di forum-forum internasional lainnya dan melanjutkan diskusi dengan negara-negara maju, ujar Menlu Sugiono.
Dalam pidatonya usai dilantik sebagai Presiden ke-8, Prabowo Subianto menekankan Indonesia "memilih jalan bebas aktif nonblok" dan "menjadi sahabat semua negara".
"Tapi kita punya prinsip, yakni anti penjajahan," ujar Prabowo pada Minggu (20/10).
Presiden Prabowo juga mengingatkan para pemimpin untuk "tidak cepat puas" mengingat masih banyaknya tantangan perekonomian Indonesia sekalipun "diterima di kalangan G20".
BRICS, yang terdiri dari lima negara berkembang besar yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, pada dasarnya bertujuan untuk memperkuat suara negara-negara berkembang di tengah dominasi negara-negara maju atau yang sering disebut sebagai Global South. BRICS dapat dikatakan merupakan gerakan revisionis atau kelompok negara-negara yang merasa tidak puas dengan sistem yang dibangun oleh Barat saat ini.
Jika Indonesia bergabung dengan BRICS "menunjukkan keberpihakan Indonesia kepada salah satu kubu yaitu kubu revisionis atau kubu perlawanan".
"Bergabung dengan BRICS akan memberi cap Indonesia sebagai kelompok perlawanan," ujar Idill syawfi, pakar hubungan internasional dari Universitas Katolik Parahyangan.