Mohon tunggu...
Munirul Ichwan
Munirul Ichwan Mohon Tunggu... Insinyur - Karyawan sebuah PLTU

Pembelajar yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Malaikat Kecil

19 Desember 2012   12:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:22 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rintik hujan bulan Desember membuat malam ini terasa semakin magis. Tiba-tiba saja dalam imajinasiku muncul puluhan malaikat kecil sedang tertawa dan berkejar-kejaran riang di tengah guyuran air dari langit. Ah, indah sekali hidup ini jika kita mau senantiasa berpikir sederhana. Tak perlu menghabiskan banyak uang untuk mencari apa yang dinamakan kebahagiaan. Cukup dengan merenung sambil mendengar lantunan suara musik yang timbul tenggelam di antara riuh bunyi hujan. Tak perlu alasan dan pembuktian yang njlimet untuk tersenyum, tidak mudah tersinggung ketika disentil orang, dan tetap bisa tersenyum bahkan ketika dompet sudah sangat tipis.

Namun, seperti pepatah di atas langit masih ada langit lagi. Keindahan hidup yang kurasakan tadi masih belum ada apa-apanya. Masih ada jenis manusia yang bisa lebih ceria, bisa lebih haha hihi dalam kondisi apapun, dan jiwanya pun juga lebih steril dari perasaaan iri, dengki, dendam, dan lain sebagainya. Jenis manusia itu tak lain dan tak bukan adalah anak-anak. Yup, merekalah yang benar-benar polos, yang memandang dunia sebagai taman bermain maha luas. Orang tua mereka anggap sebagai peri yang melindungi, Presiden mereka anggap seperti superman yang bisa melakukan apapun, dan Tuhan mereka anggap seperti Sinterclauss yang bisa mengabulkan berbagai permintaan aneh bin konyol mereka.

Oh, betapa aku rindu untuk kembali menjadi anak-anak. Kembali menjalani hidup tapa rasa benci. Tapi jelas, aku sadar sekenario yang telah dibuatkan Tuhan untukku tidak akan pernah berjalan mundur. Meskipun aku juga tidak tahu kejutan-kejutan apa yang menanti di episode-episode kehidupanku selanjutnya. Yang pasti kini aku sangat bersyukur pernah menjadi manusia ‘suci’ yang selalu mendapat belaian-Nya melalui perantara tangan lembut ibu dan bapakku.

Walaupun begitu, Tuhan memang maha adil. Karena semua rasa sakit selalu ada obatnya, termasuk rasa rindu. Kerinduanku pada masa kanak-kanak kini bisa kutumpahkan dengan membelai kepala malaikat-malaikat kecil yang masih gemar bermain, malaikat-malaikat kecil yang rela dimarahi ibunya habis-habisan demi bisa bermain di tengah hujan bersama-sama, malaikat-malaikat yang senantiasa menumpahkan kekesalan melalui tangisannya yang meledak, dan bukan dengan dendam serta rasa benci.

Ya Tuhan, aku ingin sekali menjadi wakil-Mu untuk membelai kepala mungil mereka. Terlebih untuk mereka yang tak seberuntung aku ketika masih menyandang gelar ‘malaikat kecil’ dulu…

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun