Menjaga lingkungan dari limbah domestik semestinya tidak menjijikan dan tidak pula berat, jika dilakukan dengan passion. Setidaknya itulah yang sedang saya lakukan selama hampir 8 tahun belakang. Sebenarnya tidak ada niatan hidup ala-ala sustainable living. Salah satu latar belakang hidup ramah lingkungan yang saya lakukan sekedar ingin meningkatkan nilai sampah menjadi berkah.Â
Berawal dari tahun 2016 yang lalu. Saat itu saya sedang berkontemplasi pada diri sendiri. Bagaimana cara agar limbah ikan lele yang terbuang sia-sia dapat dimanfaatkan. Di waktu yang sama, saya pun berkontemplasi lagi terkait sampah botol yang tercecer di sawah tepi jalan. Singkat cerita, saya memutuskan untuk melakukan eksperimen memanfaatkan botol mineral sebagai media tanam. Kala itu saya tidak menanam menggunakan tanah, melainkan memanfaatkan limbah air ikan lele yang siap dibuang. Hasilnya, di luar dugaan. Justru tanaman selada yang saya tanam tumbuh subur.Â
Keberhasilan eksperimen inilah yang memotivasi saya untuk mengumpulkan lebih banyak botol bekas. Akhirnya saya pun berinisiatif mengumpulkan 100 lebih botol bekas yang saya pungut di tepi jalan. Ukuran botol yang saya pungut beragam. Ada yang satu literan, ada yang dibawahnya. Jika botol ukuran 1 liter, saya desain menjadi dua lubang yang akan saya masukan bibit selada. jika botol di bawah 1 liter, hanya satu lubang saja.
Saat itu, ada lebih dari 150 lubang tanaman. Itu berarti, setiap kali musim panen sayur, saya bisa panen 150 batang sayur. Saat itu sayur saya jual, dan laku. Sayangnya aktivitas ini hanya bertahan sampai 2018 awal. Karena kesibukan kerja.Â
Di tahun 2018, saya fokus menanam sayur mayur menggunakan media tanam tanah. Kali ini tidak menggunakan sampah botol. Melainkan menggunakan sampah plastik dan karung yang terbuat dari bahan setengah plastik menjadi raised bed ala-ala. Latar belakangnya sederhana, karena banyak sekali karung pakan kucing di rumah yang menumpuk. Rasanya sayang jika di buang. Jika dijual harganya tidak seberapa. Sehingga saya memutuskan untuk membuat raised bed ala-ala seperti.
Umumnya, Ketika menanam sayur di rised bad ala-ala seperti yang saya buat, sayur kurang maksimal. Apalagi jika satu raised ditanami lebih dari tiga batang sayuran. Maka pertumbuhannya akan terhambat. Akibat kekurangan unsur nutrisi. Namun, hasil yang saya dapatkan justru tanamannya subur maksimal. Padahal selama proses penanaman, tidak pernah saya beri pupuk kimia maupun pestisida.Â
Lalu apa rahasianya? Rahasianya saat saya menyiapkan media tanam di raised bed ala-ala, saya sengaja memasukan kompos organik padat.Â
Kompos organik padat ini pun saya buat sendiri. Saya buat dari sampah-sampah organik seperti sampah kulit, sisa buah, dan sisa sisa makanan di dapur. Apapun sampah yang sifatnya dapat diurai, saya masukan ke alat komposter yang saya buat sendiri juga. Desain alat komposter sengaja di desain menjadi dua ruang. Sehingga menghasilkan dua kompos, yaitu kompos cair dan kompos padat.
Memang aktivitas hobi yang saya kerjakan ini ada momen yang menjijikan. Karena berkutat dengan pengolahan sampah. Identik dengan busuk, kotor dan perspektif yang mungkin menjijikan bagi orang lain. Tetapi, bagi saya ini menarik dan menyenangkan. Karena saya merasa bertumbuh dan berkembang.Â
Saya pun banyak belajar dari proses aktivitas menjaga lingkungan dari limbah domestik. Siapa yang sangka, jika berkat sampah-sampah yang seharus berserakan sembarangan, jika kita olah, dapat menjadi nutrisi utama untuk tanaman – sayur mayur di rumah. Siapa yang sangka, tanaman yang subur inilah yang menjadi daya tarik pembeli untuk membeli dagangan tanaman saya. Sehingga saya pun mendapatkan income dari hobi ini.Â