Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masuk Sekolah Pukul 5 Pagi? Peraturan yang Mengada-ada

1 Maret 2023   14:57 Diperbarui: 1 Maret 2023   15:10 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang saja, ketika pertama kali membaca tentang sekolah dimulai pukul 5 pagi, saya pikir itu masih merupakan wacana. Wacana biasanya akan hilang terbawa angin pada akhirnya.

Ternyata, sudah ada yang menerapkan aturan itu. Halah! Apakah tidak ada peraturan lain yang lebih penting, yang lebih berguna untuk anak didik, ketimbang memaksa mereka untuk masuk sekolah pukul 5 pagi.

Menurut Kompas, peraturan tersebut sudah diberlakukan di NTT, oleh Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, sejak 27 Februari 2023. Untuk saat ini, hanya sekolah setingkat SMA yang terikat aturan itu.

Bagaimana jika suatu hari adik-adiknya yang duduk di sekolah setingkat SMP, bahkan SD, harus juga masuk sekolah pukul 5 pagi?

Sewaktu masih sekolah dulu, saya ingat saya harus hadir lebih awal, setidaknya 30 menit sebelum bel masuk berbunyi, ketika sedang bertugas piket. Piket di sini adalah bertugas untuk membersihkan kelas; menyapu kelas, menghapus papan tulis, menyediakan kapur tulis dan penghapusnya, memastikan meja guru sudah rapi dengan taplak meja dan bunga dalam vas. Bunga plastik sih, bukan bunga asli. Biasanya, murid-murid yang sedang piket bertugas membawa bunga untuk diletakkan di meja guru.

Itu adalah waktu terpagi saya berada di sekolah, pukul 6.30 pagi. Ketika itu masih berada di sekolah dasar. Saya sama sekali tak keberatan, karena bangunan sekolah terlihat dari rumah. Dekat sekali. Bahkan, ketika jam istirahat, saya akan pulang ke rumah sejenak. Ngemil dan buang air kecil, soalnya saya sama sekali tak mau buang air kecil di toilet sekolah.

Jika sedang tidak bertugas piket, saya berangkat ke sekolah sekitar dua menit sebelum bel masuk. Jalan kaki, santai.

Saat di SMP, sekolah lumayan jauh, sampai harus diantar dengam mobil ketika berangkat. Saya biasanya berjalan kaki ketika pulang. Saat itu, saya sedang tinggal di Jayapura. Masuk sekolah tetap pukul 7 pagi. Tidak ada pikiran untuk "memaksa" murid tiba di sekolah pukul 5 pagi.

Saat di SMA, saya berjalan kaki setiap hari. Sekolah tidak dekat, tapi juga tak jauh. Kalau harus naik kendaraan umum, misalnya bus, saya malah harus melalui jalan yang lebih jauh. Karena itu, jalan pintas adalah yang terbaik, bisa dilalui dengan jalan kaki.

Karena bel masuk sekolah berbunyi tepat pukul 7 pagi, maka saya berangkat sekitar 30 menit sebelumnya. Kadang, saya bertemu teman yang searah, sehingga kami akan berjalan bersama.

Tapi, kalau saat itu, saya dan teman-teman harus masuk sekolah pukul 5 pagi? Yang ada ya proteslah. Buat apa juga sekolah dimulai pukul 5 pagi.

Okelah, menurut Pak Gubernur Laiskodat, anak-anak bisa tidur lebih awal dan delapan jam kemudian, bisa bangun untuk bersiap ke sekolah.

Menurut sebuah artikel di Courier Journal, justru sekolah dengan jam masuk lebih lambat, katakanlah sekitar pukul 8 pagi, akan menghasilkan seorang remaja yang sehat.

Anak SMA yang harus mulai sekolah pukul 5 pagi, berarti harus bangun sekitar pukul 3 pagi dan bersiap. Jika jarak rumah dengan sekolah jauh, maka akan butuh waktu ekstra. Lalu, apakah juga berselera untuk sarapan sebelum subuh?

Siap-siap saja para guru untuk menghadapi sekelompok murid yang hadir dengan mata setengah terpejam. Akibatnya, nilai-nilai yang didapat untuk mata pelajaran juga akan memburuk. Mata pelajaran olahraga? Really? Pertanyaan paling penting adalah apakah otak bisa menyerap pelajaran, ketika pikiran yang ada hanyalah: "Aduh, saya ngantuk banget!"

Semoga saja yang sudah berlaku sekarang di NTT masih berupa uji coba, sehingga bisa dibatalkan kapan saja jika hasilnya tak sesuai harapan.

Saya hanya bisa berkata 'untung saja saya sudah lama berhenti sekolah'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun