Ketika Qatar mendapat tugas untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, pada 2 Desember 2010, dunia rancang bangun pun kebagian peran, peran yang penting: merancang dan membangun stadion yang akan dipakai selama Piala Dunia digelar.
Dengan bentuk stadion yang lain daripada yang lain, mewah namun efisien dari sisi penggunaan energi dan membuat orang yang ada di dalamnya tetap merasa sejuk, sudah pasti Qatar tidak sembarang memilih firma arsitektur untuk merancangnya.
Uniknya, pada awalnya Piala Dunia 2022 masih direncanakan untuk digelar pada musim panas, sehingga biro arsitek yang ditunjuk untuk merancang stadion harus bisa menjawab tantangan untuk membuat arena open-air sekaligus melindungi penonton dan para pemain dari suhu lebih dari 40 derajat Celsius selama Juni dan Juli.
Mendesain dan membangun banyak stadion di sebuah negara dengan temperatur musim panas bisa melejit melebihi 40 derajat Celsius, hampir 50 derajat, adalah tantangan yang membuat para pekerjanya, dari level manapun, menjadi berkeringat deras.
Setiap stadion dirancang dan diawasi oleh firma-firma arsitektur dunia yang sebagian besar bukan nama asing dalam hal membangun stadion sepak bola dan gedung-gedung megah lainnya.
Kebanyakan dari firma itu khawatir dengan keselamatan para pemain dan penonton. Namun, untuk Qatar, sebuah negara yang termasuk 10 besar terkaya di dunia, bukanlah perkara berat.
Petunjuk awal kepada para arsitek adalah bangunlah sebuah stadion yang bisa menggelar pertandingan sepak bola di bawah langit tetrbuka pada pukul 2 siang. Itu adalah waktu di mana sinar matahari masih bersinar terang.
“Dilihat dari fisik stadion, rasanya mustahil untuk bisa diatasi,” kata direktur Zaha Hadid Architects, Jim Heverin, seperti dikutip dari situs Building. Biro arsitek itu merancang Stadion Al Janoub di Al Wakrah.
Memang sudah ada desain yang menyertakan pendingin udara di tiap stadion, namun pada musim panas, pendingin udara terkuat pun akan tersingkir oleh angin padang pasir yang panas.
Belum lagi ada yang namanya shamal, badai pasir yang sangat kuat dengan kecepatan hingga 70 km per jam. Badai pasir itu bisa menutupi semua yang dilewati dengan pasir, menyebabkan bandara harus menunda penerbangan dan fasilitas publik harus ditutup.