Sejak saya kecil, saya selalu menyukai kue yang satu ini, kue satu. Dan, itu berlaku hingga sekarang. Saya sangat senang ketika bisa menyantap lagi kue satu. Tentu saja, cara mendapatkan kue satu pada masa lalu dan masa kini sangat berbeda.
Ketika kami masih rajin mudik, era 1980-an, di kala mudik masih nyaman, kami akan menyambangi kota kelahiran almarhum bapak, Purworejo di Jawa Tengah. Bude saya, kakak tertua bapak, kini almarhumah, masih tinggal di rumah keluarga ketika itu. Lokasinya di belakang Masjid Agung Purworejo.
Setiap kali tahu bahwa kami akan datang, bude langsung sibuk mempersiapkan oleh-oleh yang akan kami bawa pulang ke Jakarta. Asyik banget pokoknya. Nah, salah satu oleh-oleh itu adalah kue satu. Bude memesannya langsung dari pembuatnya, yang rumahnya tidak jauh dari rumah bude.
Jika kami tidak sempat mudik, maka kue satu, dan juga berkilogram buah alpukat hasil panen pohon, akan dipaketkan ke rumah kami. Aduh, senang sekali setiap kali melihat berplastik-plastik kue satu.
Saya rada posesif jika itu menyangkut kue satu. Sebagian besar akan saya santap sendiri. Orang rumah hanya boleh icip-icip.
Ketika itu, saya tidak paham mengapa penganan itu dinamai kue satu. Saya hanya menduga itu disebabkan karena kue itu harus dimakan satu per satu. Jika mengunyah sekaligus dua buah, maka mulut akan sangat penuh.
Kini, saya baca melalui Wikipedia, entah benar atau tidak, kue satu bisa jadi adalah salah satu kuliner khas Tionghoa. Kata "satu" berasal dari kata "sha" dan "tou", yang artinya, jika digabungkan, adalah tepung kacang.
Kue satu memang terbuat dari tepung kacang, tepatnya tepung kacang hijau. Jadi, kacang hijau mentah, yang masih berwarna hijau itu, disangrai hingga kulitnya yang hijau terlepas. Kemudian, butiran kacang hijau yang sekarang berwarna putih ditampi, dipisahkan dari kulitnya.
Kacang hijau itu kemudian dihaluskan dengan memakai lumpang dan alu batu. Mungkin kalau produksi masa kini, bisa jadi menghaluskannya dengan memakai blender, saya anggap begitu. Tapi, mestinya cita rasanya tidak seenak kalau dihaluskan dengan lumpang.
Tepung kacang hijau itu lantas dicampur dengan gula halus. Lalu, dipadatkan di dalam cetakan kayu, bukan cetakan aluminium. Proses selanjutnya adalah menjemurnya di bawah sinar matahari, diletakkan di tampah.