Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari Cermai hingga Mahkota Dewa

23 Juli 2021   15:00 Diperbarui: 23 Juli 2021   15:12 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon dan buah mahkota dewa, tanaman obat khas Papua. (Sumber: Satu Harapan Online)

Rumah kami terletak di pojok, atau rumah hook kalau orang bilang. Sehingga, kami selalu punya sisa tanah yang bisa ditanami.

Dulu, dulu sekali, kami punya pohon cermai. Semata wayang memang, tapi itu sudah cukup untuk mengundang para tetangga untuk panen buah cermai setiap kali pohon itu berbuah.

Saya tidak suka buah cermai. Sangat asam. Oleh para tetangga, buah cermai iti dibuat manisan, supaya tingkat keasamannya menurun. Tetap saja saya tidak suka.

Lalu, pada saat yang sama, kami juga punya pohon jambu batu. Nah, kalau pohon yang satu ini banyak cabangnya, sehingga saya sering memanjatnya dan lantas nangkring di salah satu cabang.

Setelah itu, kami pindah ke Jayapura. Pohon-pohon di halaman rumah memang tidak di rumah Jakarta, tapi saat itu kami jadi punya pohon jambu monyet. Buahnya beken, karena di ujungnya ada kacang mede.

Tapi, terus terang saya tidak pernah melihat ada kacang mede di buah jambu monyet di pohon itu. Mungkin kacang medenya sudah rontok.

Kembali lagi ke Jakarta, pohon cermai dan pohon jambu batu sudah menghilang. Jadi, kami jarus menanam pohon-pohon lagi. Atau, tepatnya Mama yang menanam semua pohon.

Tangan saya sama sekali tidak hijau, berbeda dengan Mama saya yang tangannya sangat dingin dalam hal tanam-menanam.

Salah satu pohon yang ditumbuhkan Mama adalah mahkota dewa. Agaknya, Mama membawa bijinya saat kembali dari Papua.

Butuh bertahun-tahun untuk pohon itu membesar dan mulai berbuah. Ketika mulai berbuah, sekali lagi para tetangga pun tertarik sekali. Tapi, Mama selalu mengingatkan mereka bahwa buah mahkota dewa tidak bisa disantap langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun