Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berteman dengan Malaria

15 Juli 2021   22:25 Diperbarui: 15 Juli 2021   22:35 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingat-ingat, pokoknya kalau makan saya kacau, maka malaria hadir. Semasa kuliah pun tak ada bedanya. Lalu, pada tahun-tahun pertama kerja, malaria juga pernah menyambangi. Pada ketiga periode itu, badan saya sangat kurus, anemia berat, rambut saya juga memutih, tapi bukan uban, karena kurang asupan makanan.

Selanjutnya, saya mulai menata diri. Repot juga kalau sering-sering berhadapan dengan malaria. Tidak ada dokter di Jakarta yang percaya saya punya malaria.

Karena itu, saya mulai memperhatikan pola makan. Kapan waktu makan, meski tak sarapan, yang penting waktu makan yang lain tak pernah absen. Juga apa saja yang saya santap. Akhirnya, berat badan saya bertambah, mulai berisi. Ketika itu terjadi, malaria pun semakin jarang datang.

Kini, saya menjadikan malaria sebagai teman. Saya tahu saya tidak sepenuhnya lepas dari yang namanya Plasmodium. Karena itu, ketika tiba-tiba mulut saya terasa pahit, badan mulai linu-linu, dan mulai terasa demam, saya lantas menapak tilas apa yang saya lakukan sampai-sampai tanda malaria muncul seperti itu.

Saya lantas menyantap apa saja yang bisa saya makan. Sedikit terasa pahit, tak apa. Yang penting jangan sampai malaria muncul sepenuh hati. Pesan almarhum bapak setiap kali saya sakit: “Makanlah yang banyak. Paksa saja. Supaya lekas sembuh.”

Ya, masuk akal juga. Kalau perut kosong, sementara kita harus menelan banyak obat, lambung bisa runyam. Tidak ada bantalan untuk obat-obat itu.

Jadi, demikianlah. Semua tanda malaria itu saya jadikan teman, saya jadikan patokan sebagai petunjuk adanya kesalahan pola hidup saya dan segera saya perbaiki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun