Perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia. Saat ini perceraian bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah dan sudah memasyarakat. Jika kita lihat berita yang beredar di berbagai media sosial, banyak sekali kasus perceraian orangtua terutama perceraian di kalangan publik figur salah satunya artis, musisi, bahkan tak jarang pula terjadi pada ustad-ustad.Â
Akibat dari keegoisan orangtua inilah yang nantinya akan berimbas buruk pada kelangsungan hidup anak. Perceraian memberikan dampak psikologi yang sangat besar kepada anak. Secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial psikologis. Kebutuhuan biologis dan kebutuhan sosial psikologis menyangkut hal-hal yang terkait dengan kondisi fisik pribadi atau jasmani setiap anak.
Dunia anak adalah dunia yang sangat bergantung pada orang tua, terutama anak yang usianya masih dibawah 13 tahun yang mulai merasakan perbedaan ketika orang tuanya mendadak berpisah.Â
Tentu hal ini menanamkan trauma yang sangat dalam dan sangat membekas. Bagi seorang anak, remaja, atau usia dewasapun akan menjadikan kejadian tersebut sebagai bencana yang sangat menekan batin, mereka akan merasa terus-terusan tertekan, tidak nyaman, menangis, sakit hati, terganggu, merasa kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya, dll.Â
Hal ini nantinya yang akan berdampak pada kesulitan belajar yang dialami seorang anak di sekolah sehingga menjadikannya sebagai salah satu anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam kegiatan belajar mengajar dan layak memperoleh layanan bimbingan dan konseling dari seorang konselor.
Dalam kasus ini, konselor mempunyai peran penting dalam penanganan pengembalian semangat belajar anak yang memiliki latar belakang keluarga broken home yaitu mencegah lahirnya anak yang berkepribadian buruk dengan mengajak orang tua untuk tetap bertanggung jawab dalam pertubuhan kepribadian anak serta melakukan konseling atau menangani anak-anak yang sudah memiliki kepribadian buruk.
Sebagai langkah terapi atau penyembuhan terhadap anak yang sudah menjadi korban, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang konselor dalam proses konseling, yaitu fokuskan tahap pertama untuk membangun hubungan baik dengan anak. Hubungan yang terbangun nantinya akan mempermudah konselor masuk dalam dunia anak sehingga mempermudah untuk memahami masalah yang dihadapi oleh konseli (anak).Â
Pada tahap berikutnya usahakan untuk masuk lebih dalam untuk menyimak ke dalam proses cara berpikir dan perasaan konseli (anak). Berilah penghargaan pada setiap kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dan selalu katakan hal-hal yang baik mengenai kedua orang tuanya.Â
Saat proses konseling berlangsung, seorang konselor harus terus melakukakan pembicaraan dengan orang tua konseli (anak) untuk melihat apakah kondisi konseli (anak) telah mencapai tujuan konseling dan bisa dikatakan sembuh dari rasa trauma akibat percerian orangtuanya.
Berangkat dari fenomena diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa konseling untuk anak korban broken home sangatlah penting untuk menunjang keberhasilan anak dalam proses kegiatan belajar mengajar.Â
Agar anak tidak mengalami kesulitan belajar dan mampu berkembang dengan semestinya sesuai kemampuan dan potensi yang ada dalam diri seorang anak. Seorang anak berhak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Sekalipun anak broken home yang notabennya tidak mempunyai keluarga yang lengkap.