Karena kesibukan di dunia nyata, saya tidak intens nongkrongin kompasiana. Entah memosting atau mengunjungi lapak kompasianer lain untuk sekedar menitip jejak atau berdiskusi. Meski begitu, jika ada waktu luang saya tetap membuka kompasiana.com hanya membaca sekilas lalu kembali bekerja. Jadinya tidak tahu persis lagi pada ngomongin apa.
Tapi saya mencium bau LENDIR dan melihat banyak SAMPAH berserakan. Tidak sempat mencari tahu kenapa rumah (yang katanya) sehat ini bisa begitu. Bukan berarti jijik ma LENDIR dan SAMPAH, karena saya juga selalu bergelut dengan kotoran. Tepatnya kotoran ternak, baik untuk jadi energi alternatif biogas maupun untuk pupuk kompos dan cair.
Saya tidak sedang latah ngomongin LENDIR ma SAMPAH. Sejak dulu, ngak suka ikut-ikutan. Hanya ingin mengingatkan, kalau soal LENDIR jangan terlalu vulgar dong. Kasihan tuh ma kompasianer yang masih 17 minus. Soal SAMPAH, kalau admin tidak bisa angkut ke TPA (tempat pembuangan akhir) mending tuh sampah kita olah jadi tas kresek, atau kerajinan apalah biar lebih punya nilai.
Terakhir. Setelah logout dari kompasiana, jangan lupa mandi wajib. Karena LENDIR ma SAMPAH itu najis, entar ibadahnya ngak diterima...
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H