Mohon tunggu...
Irsyam Syam
Irsyam Syam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aktivis FPI (Front Peternak Indonesia)... Peternakan Syariah, Adakah???... @IrsyamSyam... http://kandang-kata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bugis : Kamu itu Kasar

28 April 2011   12:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:17 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Bahasa Menunjukkan Bangsa]

Seisi ruang sidang terlihat keheranan mendengar ucapan yang keluar dari mulut sang presidium. Setiap peserta yang mengangkat tangan atau menginterupsi diberi kesempatan berargumen dengan berucap “kita, silahkan”. Jika ucapan itu tidak diikuti dengan gerak tangan ke arah peserta, maka sulit membedakan siapa sebenarnya yang dipersilahkan bicara.

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Jadi Presidium di MUNAS ISMAPETI (Unand, 2007)"][/caption]

Itu kejadian empat tahun lalu, ketika saya dipercaya menjadi presidium sidang musyawarah nasional Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI). Peserta dengan latar multi etnis membuat komunikasi wajib dilakukan dengan Bahasa Indonesia. Sebagai orang yang menetap di daerah, meski sudah menggunakan Bahasa Indonesia, terkadang masih saja ada unsur-unsur kedaerahan yang tak sengaja terbawa.

Seperti juga ketika saya mempersilahkan peserta dengan kata ganti “kita”. Itu semata-mata dimaksudkan untuk penghormatan. Namun konteks penggunaanyalah yang kurang tepat. Seandainya ruang sidang itu hanya diisi oleh orang Bugis-Makassar, tentu tak mengapa. Tapi menjadi lain, karena peserta menterjemahkannya dalam makna Bahasa Indonesia yang sebenarnya.

Kita dalam Bahasa Indonesia adalah kata yang menunjukkan orang banyak. Sementara dalam Bahasa Bugis hanya menunjukkan seseorang (individu), lho koq bisa??? Dalam pergaulan sehari-hari, masayarakat Bugis menggunakan dua sapaan kepada seseorang, yaitu idi’ dan iko’.

Idi’ termasuk ada makkaratteng yang digunakan jika berkomunikasi dengan orang yang sederajat atau seumuran. Sementara iko’ adalah ada cuku’ yaitu kata ganti yang digunakan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda atau keluarga bangsawan kepada yang di bawahnya. Selain kedua itu, masih ada ada conga’ yaitu sapaan kepada bangsawan atau orang yang dihormati, seperti Puang dan Petta.

Dalam perkembangannya, kata idi’ dan iko’ mengalami penyempitan makna. Hal itu terlihat dalam penggunaanya dalam pergaulan sehari-hari yang tak lagi memperhatikan umur atau strata sosial. Menggunakan kata ganti idi’ berarti sopan atau menghormati lawan bicara, sedangkan iko’ terdengar kasar.

Lalu korelasinya dengan Bahasa Indonesia?

Disinilah terjadi sedikit trouble ketika orang Bugis menggunakan Bahasa Indonesia. Dengan maksud mempertahankan penggunaan ketiga kata ganti tersebut. Iko’ diterjemahkan langsung menjadi kamu, sedang idi’ diterjemahkan menjadi kita. Boleh jadi keputusan menjadikan idi’=kita, karena terkadang juga diikuti kata (pada)idi’ yang menunjukkan orang banyak. Atau karena memang orang Bugis tak menemukan padanan kata idi’ dalam Bahasa Indonesia. Entahlah.

Maka jika suatu saat anda berkesempatan bertandang ke Sulawesi Selatan, sebisa mungkin hindarilah menggunakan kata “kamu” untuk menyapa orang lain. Terlebih kepada mereka yang usianya lebih tua. Dan jika ada yang menyapa anda dengan sapaan “kita”, tak perlu bingung itu sebuah penghormatan.

@Pinrang, 26042011

Selepas kopdar bareng Eka Siswanto Pratama & Andi Olha Mappasosory

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun