Dalam buku “Personal Power,” yang ditulis Dr. Ibrahim Elfiky, Ada suatu cerita kira-kita begini:
Seorang raja suatu ketika melakukan sayembara yang akan memberikan hadiah besar bagi seniman yang dapat membuat lukisan yang menggambarkan kedamaian
Banyak seniman yang memeperlihatkan lukisannya. Dari banyak lukisan itu sang raja memilih dua lukisan.
Lukisan pertama, sebuah danau yang indah, tenang, air yang bersih yang dikelilinga gunung yang indah, pepohonan rimbun, hijau dan bunga-bunga yang berwarna warni, dan langit yang biru. Kabut dan awan tipis yang menyeimuti pinggang gunung menambah keindahan pendangan dalam lukisan itu. Gambaran beberapa burung yang sedang bercengkrama dan berwarna-warni ikan yang berwarna-warni di permukaan danau membuat suasana danau kelihatan lebih Indah dan damai.
Melihat lukisan seperti itu, banyak orang yang me perkiraan sang raja akan memilihnya,
Karena ini lah lukisan paling sempurna yang mengganbarkan keindahan dan kedamaian.
Sementata itu, lukisan ke dua yang sangat berbeda. Juga sebuah pegunungan, tapi yang berbatu, tandus dan kering. Awan tebal yang hitam, petir, halilintar dan badai hujan terlihat menghiasi langit di atas gunung itu. Air terjun yang besar, bergemuruh dan, sungai yang kotor menghiasi bagian lain sisi gunung yang kelihatan menambah seramnya lukisan itu.
Setiap orang yang melihat sekilas, berpendapat yang sama dengan lukisan itu, tidak ada kedamaian sama sekali di dalamnya. Akan tetapi sang raja melihat lebih seksama. Dibalik air terjun dia melihat, ada sebuah semak kecil yang tumbuh di sebuah celah di dalam bebatuan. Di semak itu kelihatan seekor burung sedang mebangun sarangnya. Di tengah-tengah gambaran cuaca yang buruk, gemuruh air terjun sang induk burung memdekam dan mengerami telurnya dengan tenang.
Melihat lukisan ini para penghuni Istana yakin bahwa yang akan dipilih adalah lukisan pertama, tetapi ternyata tidak, sang raja memilh lukisan ke dua,
Ketika ditanya, mengapa sang raja memilih lukisan ke dua? Sang raja sambil tersenyum menjawab, “kedamaian tidak berarti berada di tempat bahwa segalanya harus sempurna, tidak ada suara, tak Ada persoalan atau kesulitan. Kedamaian berarti mendapati dirimu di tengah segala jenis tantangan dan hati tenang, memandang matahari terbit dan tersenyum, menemukan keindahan dalam warna sekuntum bunga, menemukan kesenangan dalam gerak-gerik seekor kupu-kupu. Bahkan, senyum seorang bocah bisa menghangatkan hatimu.”
Membaca cerita di atas, Saya teringat seorang pasien yang dirawat di ruang hmodialisa (cuci Sarah), seorang Ibu-Ibu usia mendekati 60 tahun. Sejak usia 35 tahun untuk pertama kali dia harus menjalani hemodialisa. Saya dapat membayangkan mungkin sudah puluhan kali pembuluh darah di lipat pahanya ditusuk, ribuan kali pembuluh darah di lengannya dimasukkan jarum yang cukup besar, dan pasti sudah pernah juga pembuluh darah dilehernya dipadasang alat khusus agar darah yang dalam pembuluh darahnya dapat mengalir ke luar ke dalam mesin cuci darah dan kembali lagi ke dalam pembuluh darahnya.