Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rokok Memang Membunuh!

25 November 2014   02:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:57 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Waktu melewati suatu  jalan utama di Jakarta,  saya lihat sebuah iklan rokok yang cukup besar dan mencolok. Di bagian bawah papan iklan itu  sekilas tampak semacam peringatan, "rokok dapat membunuh". Melihat itu terbayang oleh saya beberapa pasien yang sedang dirawat, dan berjuang  dengan penyakitnya akibat racun rokok yang selama ini disedotnya. Saya juga ingat beberapa minggu yag lalu di poli penyakit dalam, tiga orang pasien konsultasi dengan keluhan yang sama, batuk dan sesak nafas. Ironisnya lagi, mereka adalah Bapak, Ibu dan Anak, satu keluarga sebagai pecandu rokok.

Sang Bapak, umur 53 tahun, disamping mengeluh  batuk dan sesak nafas, juga ada nyeri dada dan penurunan berat badan. Pada pelacakan diagnosis ternyata beliau menderita keganasan  paru sebelah kanan. Ibu, 49 tahun, juga demikian, mengeluh batuk, serta sangat sesak, akftitas sedikitpun sudah sesak. Bahkan,  tidurpun tidak bisa lagi berbaring, harus duduk menunduk kedepan. Terlihat sang Ibu ini bernafas seperti orang bersiul, berusaha keras meniup nafasnya, ada yang menyebutnya seperti ikan benafas. Suatu tanda yang sangat khas bagi  penderita penyakit paru obstruktif menahun ( kronis). Kemudian, anak laki-laki sekitar 25 tahun juga mengeluh batuk, sesak nafas, kelihatannya mengalami asthma.

Pasien berasal dari suatu desa di tepi pantai yang berkerja sabagai petani dan nelayan. Menurut informasi yang saya dapat, lebih dari 80 % penduduk dewasa, baik  laki-laki maupun perempuan  di desa ini adalah perokok, dan kebiasaan merokok sudah dimulai sejak remaja. Sang Bapak yag menderita keganasan paru itu,  juga punya riwayat merokok berat sejak usia sekolah dasar. Sang Ibu merokok tidak berapa lama setelah perkawinannya. Sang Anak juga sudah ikut--ikutan merokok sejak masuk usia remaja.

Melihat kondisi bapak, Ibu, dan anak ini, saya sangat terenyuh. Bagaimana tidak, Bapak, Ibu,  yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga, sekarang tidak dapat lagi berkerja untuk memberi nafkah keluarganya, malah menjadi beban keluarga. Sang Ayah, harapan hidupnya mungkin hanya tinggal beberapa bulan ke depan. Disamping tidak punya biaya, prognosis kanker paru kalau sudah seperti itu memang sangat jelek. Sang Ibu juga demikian, yang seharusnya mengurus keluarga, dengan penyakit yang dideritanya sekarang, jangankan untuk itu, mengurus dirinya sendiri sudah mengalami kesulitan. Sang anak yang berusia 25 tahun, kalau tetap merokok seperti sekarang, saya yakin, dalam beberapa tahun ke depan juga akan mengalami hal yang sama. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana nasib 3 anak-ananya yang lain.

Tiga orang pasien yang kebetulan satu keluarga ini adalah gambaran  ribuan bahkan jutaan pasien lain dengan kondisi dan penyakit yang sama di Indonesia. Menurut penelitian WHO pada Tahun 2001 lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di seluruh dunia dengan kematian lebih dari 1,1 juta. Saya belum mendapatkan angka kejadian kanker paru di Indonesia secara pasti, menurut saya cukup tinggi (diperkirakan lebih dari 170.000 kasus baru setiap tahun) . Apa lagi Indonesia adalah konsumen rokok terbesar no 5 di dunia ( lebih dari 200 miliar batang rokok setiap tahunnya dihisap) setelah Jepang, Rusia,Amerika dan Cina. Sementara di negara lain seperti Amerika ada kecendrungan penurunan konsumsi rokok, di Indonesia, sebakliknya, semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Nah, sebagai seorang dokter, saya sangat prihatin dengan kondisi ini. "Apakah ini akan tetap kita biarkan?" Membiarkan taipan industri rokok menari di atas penderitan manusia lain?  Harusnya ada keberanian untuk membuat aturan yang lebih tegas tentang rokok ini. Masalah rokok tidak hanya masalah petani tembakau, masalah konglomerat yang mempunyai industri rokok, tetapi juga rakyat banyak yang harus menderita dan mati secara prematur. Bahkan, secara ekonomis, rokok dengan segala akibatnya menurut mentri kesehatan membebani masyarakat dan negara lebih dari 22 trliun setiap tahunnya, jumlah yang sangat besar. Syukurlah, beberapa aturan iklan rokok sekarang sedikit sudah mulai membaik.

Tingginya konsumsi rokok di Indonesia kemungkinan ada hubungannya dengan pengetahuan masyarakat tentang bahaya rokok yang masih sangat kurang, sementara iklan rokok tetap berlanjut. Dimana-mana kita masih mudah menemukan iklan rokok. Di tepi jalan, di tempat-tempat umum, di semua media massa, dan bahkan di sekitar lingkungan sekolah bertebaran iklan rokok. Perusahaan rokokpun barangkali masih dapat menjadi sponsor banyak kegiatan, tertutama kegiatan yang berkaitan dengan remaja. Rokokpun dibagi-bagi secara gratis pada waktu-waktu tertentu. Akibat iklan rokok ini,  ada stigma di kalangan anak muda dan remaja,  bahwa merokok itu gaul, gagah, hebat. Heran juga, "apa gaulnya?" ....."apa sih  hebatnya?"....... Apalagi, ketika untuk membeli sebatang rokokpun mereka harus minta uang kepada orang tua mereka.

Peringatan, "rokok dapat membunuh", tampaknya hanya tinggal di papan iklan itu, sebagian besar kita tidak peduli. Batang-demi batang racun itu tetap setia kita isap. Tidak heran, disamping 3 pasien di atas, setiap tahun puluhan, bahkan ratusan ribu  saudara-saudara kita direnggut nyawanya lebih dini, akibat langsung atau tidak langsung dari rokok. Trliunan rupiah menjadi beban ekonomi akibat rokok, belum lagi beban sosial lainya. Kejam memang rokok itu!……,menjadi pembunuh walau kebanyakan kita tidak menyadarinya, tidak percaya, atau memang sudah dikendalikan candu rokok itu.

Indragiri Hilir, 24-11-14

@irsyal_dokter

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun