[caption id="attachment_296901" align="aligncenter" width="300" caption="shutterstock.com"][/caption]
Nelson Mandela, Presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan, kamis malam waktu Afrika dinyatakan meninggal dunia karena komplikasi pnemoni. Beberapa kali sebelumnya beliau dirawat di Rumah sakit dengan penyakit yang sama dan bahkan pernah dikatakan kritis akibat komplikasi gangguan pernafasan  dan penumpukan cairan pada ruang pleura paru beliau.
Mendengar berita kematian pemimpin anti-apartheid, anti rasial yang sangat gigih ini--beliau pernah dipenjara selama 27 tahun, diintimidasi, disiksa, dihina, mungkin juga dianggap sebagai ekstrimist, terrorist waktu itu, terserang TBC selama di penjara-- saya berpikir, Pemimpin besar yang tidak tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga mental ini, akhirnya takluk dengan pneumoni yang dideritanya.
Pneumoni, suatu infeksi jaringan paru,  memang merupakan salah satu penyebab kematian utama pada usia lanjut, terutama pada mereka yang berusia di atas 65 tahun. Deng Xiao Ping kalau tidak salah juga meninggal disebabkan penyakit ini. Resiko kematian penderita pneumoni pada usia lanjut  3-5 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berusia di bawah 60 tahun.  Sekitar 90% kematian akibat pnemoni terjadi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun. Komplikasi sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan penyebab kematian Pasien pnemoni yang dirawat. Di Amerika saja, sekitar 40.000 kematian terjadi akibat penyakit ini.
Seperti Nelson Mandela yang berusia  95 tahun, Alm  Deng Xiaoping, umur yang hampir sama, usia lanjut adalah salah satu faktor resiko pneumoni ini. Mobilitas yang menurun, berbaring yang lama, penurunan daya tahan tubuh, gangguan imunitas, gangguan pertahanan lokal paru-paru, kebiasaan merokok, asupan makanan yang tidak adekuat merupakan faktor resiko meningkatnya kejadian dan kematian pneumoni pada usia lanjut. Adanya penyakit, kondisi lain yang sering dialami mereka yang berusia lanjut seperti diabetes melitus, penyakit  jantung, stroke, gannguan fungsi ginjal, penyakit paru obstrukstif, malnutrisi, keganasan juga berperan tingginya angka kesakitan dan kematian peumoni pada mereka. Ini disebabkan, beberapa penyakit-penyakit ini mengakibatkan penurunan imunitas mereka, dan penurunan imunitas ini meningkatkan resiko infeksi pneumoni
Gejala, tanda klasik pnemoni seperti panas tinggi, menggigil, batuk yang produktif (banyak dahak, sering juga dengan pus), Â sesak nafas, nyeri dada ( terutama waktu batuk dan nafas dalam), tidak ada nafsu makan, penurunan kesadaran, pada sebagian pasien usia lanjut bisa menonjol, tetapi bisa juga tidak. Karena penurunan refleks batuk, gangguan mekanisme pertahanan alami lokal paru, maka keluhan batuk pada asien pnemoni usia lanjut tidak begitu tampak. Nyeri dada, panas yang tinggi juga kadang-kadang tidak muncul. Gejala yang tidak khas ini, dapat berpengaruh terhadap penanganan dini. Penanganan yang terlambat akan meningkatkan kematian mereka.
Pnemoni dapat disebabkan oleh bakteri, virus, ataupun jamur. Penularannya sama seperti penyakit flu, melalui udara. Pada musim dingin, kasus pnemoni di negara yang mengalami perubahan musim ini meningkat. Di Indonesia, pada musim hujan kejadian influensa yang meningkat, Â resiko pnemoni, terutama pada mereka yang berusia di atas 65 tahun, bayi kurang dari 2 tahun juga demikian.
Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini? Di negara maju, apalagi menjelang musim dingin, walaupun hasilnya masih kontroversi, hpara usia lanjut ini diberikan vaksinasi setiap tahun. Untuk kita di Indonesia, rasanya itu belum mungkin. Barangkali perlu dipertimbangkan untuk diberikan pada mereka yang sedang dirawat di rumah sakit atau di rumah.
Berhenti merokok, menjahui alkohol, minum yang cukup, meningkatkan daya tahan tubuh dengan olahraga teratur, nutrisi yang baik, istilahat yang cukup, dan mendapatkan pelayanan yang cepat, Â tepat juga membantu menurunkan resiko kesakitan dan kematian akibat pnemoni ini.
Nah, pnemoni ini lah yang mengakhiri kehidupan fisik Nelson Mandela pada usia 95 tahun. Namun, walaupun beliau secara badaniah sudah tiada, menyerah terhadap penyakit yang dideritanya, semangat, kesabaran, ketabahan beliau dalam berjuang untuk harga diri bangsa dan negaranya tanpa kekerasan tetap menjadi pembelajaran bagi semua orang. Dan, sebagai dokter, saya melihat, bahwa semuanya itu pasti punya konstribusi terhadap umurnya yang panjang, jauh di atas rata-rata harapan hidup penduduk dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H