Kebetulan saya puasa tahun ini di Mississauga, suatu kota satelit di luar Toronto, Canada. Puasa di sini berlangsung lebih dari 17 jam. Waktu sahur menjelang pukul 4 pagi dan berbuka setelah pukul 9 malam. Waktu puasa yang jauh lebih lama dibandingkan dengan di Indonesia.
Puasa selama 17 jam atau tidak makan dan tidak minum selama itu tentu saja menyebabkan perubahan fisik-biologis, fisiologis, bahkan mental yang tidak sama dengan kalau kita puasa di Imdonesia selama 13-14 jam. Perasaan lapar, letih, lemas, haus tentu saja lebih menonjol. Apalagi bagi mereka yang memang belum terbiasa dengan kondisi seperti itu, dan waktu puasa di sini yang jatuh pada musim summer.
Menghadapi puasa yang lebih lama ini, terus terang, pada awalnya saya kepingin untuk tidak berpuasa saja. Karena sebetulnya juga ada kemudahan yang diberikan oleh Allah Swt. Sebagai musafir bisa saja saya tidak menjalaninya, bisa menggantinya nanti setelah kembali di Indonsesia. Tapi, terlintas juga dalam benak saya, berpuasa 29-30 hari di luar bulan Ramadhan bukan sesuatu yang mudah. Berbuka, sahur sendiri, sementara keluarga yang lain tidak, juga kadang-kadang bisa menjadi kendala. Bulan puasa tahun yang lalu ketika saya tidak berpuasa beberapa hari karena juga tidak di Indonesia, menggantinya kembali setelah bulan Ramadhan ternyata agak sulit.
Di samping itu, berpuasa 17 jam setelah saya jalani dalam waktu 2-3 hari, saya rasakan nikmatnya juga lebih dari biasanya. Rasa lapar, haus yang sangat kuat, kemudian dengan hanya meneguk sedikit air putih atau orange juice dingin, dan makan tiga buah kurma saja atau buah segar lainnya, waktu berbuka nikmatnya luar biasa. Terbayang kalau berbuka dengan kolak pisang, bubur kampiun, lemang tapai, seperti yang biasanya di Indonesia, pasti akan lebih nikmat lagi. Rasa nikmat ini juga meningkatkan kesadaran saya untuk lebih mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang berlimpah yang selama ini sering saya abaikan,
Karena puasa sebagai bulan latihan pengendalian diri dengan bermacam aktivitas amal ibadah selain menahaan lapar, haus dan hubungan seksual pada siang hari, latihan yang dilakukan lebih lama tentu hasilnya tidak sama dengan latihan dengan durasi lebih pendek. Puasa dengan durasi yang lebih lama, saya rasakan juga meningkatkan kepekaan saya terhadap naluri lapar dan haus. Naluri, insting bawaan dari Sang Pencipta yang mengatur ritme dan pola makan kita. Dengan meningkatnya naluri ini, saya berharap pola makan saya ke depan akan lebih baik. Sinyal lapar, kenyang saya akan lebih menentukan berapa banyak saya harus makan, kapan sebaiknya berhenti makan.
Sinyal, naluri lapar-kenyang inilah yang pada sebagai besar kita tidak lagi berfungsi sebagaimana seharusnya sekarang. Kita makan bukan lagi karena rasa lapar tapi karena pengaruh luar, lingkungan. Karena makanan banyak tersedia, kelihatan enak kita makan. Kebetulan gratis, ada pesta kita makan sebanyak-banyaknya. Tidak hanya makan sebanyak-banyaknya, tetapi makan apa saja. Kita tidak tahu lagi makanan yang baik, bermanfaat, yang menyehatkan atau sebaliknya menimbulkan penyakit, mudharat bagi tubuh kita. Makan yang dikendalikan keadaan luar inilah sebenarnya yang menjadi biang keladi sebagian besar penyakit kita sekarang. Hipertensi, diabetes mellitus, sebagian penyakit jantung, gangguan pencernaan, alergi, bahkan keganasan disebabkan tidak berfungsinya lagi naluri lapar kita. Puasa, apalagi puasa dalam waktu yang lebih lama seharusnya dapat mengembalikan berfungsinya kembali naluri lapar ini.
Puasa 17 jam dengan jarak waktu berbuka dengan sahur yang relatif lebih pendek ini, kurang dari 7 jam, mau tidak mau masukan makanan juga relatif akan lebih sedikit. Masukan kalori yang lebih sedikit ini menyebabkan lemak sebagai cadangan energi yang menumpuk di tubuh, terutama di daerah perut lebih besar kemungkinannya digunakan. Tidak heran lingkaran perut saya menjadi lebih kecil, celana saya jadi longgar dan berat badan saya juga turun. Akibatnya tekanan darah saya lebih mudah terkontrol. Saya yakin setelah satu bulan berpuasa indikator lain kesehatan saya akan semakin membaik.
Dan, bila saya konsisten menjalankan kebiasaan makan dengan asupan kalori yang lebih rendah dari kebiasaan selama ini, sesuai dengan penelitian, kemungkinan kesehatan saya akan lebih baik dan harapan hidup lebih panjang. Lalu, dengan latihan pengendalian diri yang lebih lama ini, saya yakin, andaikan saya seorang perokok, adiksi gula, kebiasaan-kebiasaan buruk yang tidak sehat ini akan lebih mudah dibuang.
Tapi, saya sadar sekali, bahwa itu semua bukan tujuan saya tetap berpuasa. Tujuan utamanya adalah menjalankan kewajiban yang diperiintahkan Allah dalam usaha menggapai derajat taqwa yang lebih tinggi. Jadi, sesuai dengan Firman Allah dalam Alquran bahwa Allah tidak akan membebani ummat-Nya melebihi kesanggupannya, maka puasa 17 jam, pada daerah lain bisa lebih lama dari itu ada hikmah-hikmah, ada nikmat lain yang akan didapatkan. Jadi, jangan ragu untuk menjalankan perintah Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H