Suatu pagi, di kota kecil tempat saya bernaustatin, entah dalam acara apa, saya lihat anak-anak sekolah dasar sedang mengikuti kegiatan baris-berbaris. Nampak beberapa orang diantara mereka, berjalan terpisah di belakang teman-temanya. Kelihatan  mereka  ini agak kesulitan mengikuti teman-teman yang berjalan lebih cepat di depan. Dan tidak haya itu, mereka saya perhatikan rata-rata lebih gemuk, bahkan ada yang bongsor sekali. Jumlah mereka bukan 1-2, tetapi cukup banyak.
Melihat anak-anak sekolah dasar yang sebagian kelihatan gemuk, bongsor itu, saya ingat sebuah buku yang pernah saya baca di sebuah perpustakaan umum di Haifax, "Healing Through Exercise" yang ditulis oleh Jhon Berg. Dalam buku itu penulis memperkenalkan istilah "XL Generation", istilah yang digunakan untuk menggambarkan generasi sekarang, anak-cucu kita yang gemuk, bongsor, atau obesitas. Anak-anak yang membutuhkan pakaian jauh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak sebaya denga mereka pada beberapa dekade yang lalu.
Fenomena anak-anak yang lebih gemuk, bongsor ini tidak hanya ditemui di negara maju. Di negara berkembang, termasuk Indonesia juga sudah mulai meningkat. Saya belum tahu berapa angka kejadiannya, tetapi sangat mudah melihat anak-cucu kita yang bongsor itu sekarang. Di jalan, di sekolah-sekolah, di Mall, apalagi d restoran-restoran fast food yang menjamur sampai ke kota-kota kecil. Pernah saya perhatikan anak-anak murid SMP yang sedang bermain, setiap 10-15 dari anak-anak itu, 1-2 orang diantaranya, perkiraan saya  temasuk obes. Pemandangan yang jarang saya lihat waktu saya SMP lebih dari 40 tahun yang lalu. Saya ingat sekali, hanya 1 teman kami di klas waktu itu  yang kelihatan gemuk. Saya ingat dia, karena dia sering menjadi objek canda kami waktu itu.
Dan, generasi XL,  bukan hanya masalah membutuhkan celana, baju, atau sepatu yang lebih besar---- seorang teman saya pernah menitipkan sepatu ukuran 48 untuk anaknya waktu saya keluar negri. Tetapi, yang lebih memprihatinkan lagi adalah, konsekuensi fisik, mental dan bahkan ekonomis, yang kemungkinan dialaminya sekarang atau di masa yang akan datang.  Lebih dari 50% anak-anak yang, gemuk,  obese pada usia  3-6 tahun, akan berlanjut obes juga setelah dewasa, dan 80 % dari mereka yang obes pada usia remaja, akan tetap sama kemudian hari. Nah, seperti diketahui obesitas adalah faktor resiko penting beberapa penyakit yang melanda kita di era modern sekarag ini. Diabetes mellitus tipe 2, penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, stroke, jantung, bahkan beberapa keganasan seperti kanker payudara, kolon, pankreas,  sebagai salah satu faktor resiko utamanya adalah obesitas ini. Penyakit sendi seperti osteo arthritis, penyakit astma, sleep apnea (ngorok, mendengkur),  gangguan lambung, batu empedu, gangguan menstruasi, infertilitas, banyak  kaitanya dengan ukuran badan yang bongsor itu.
Kemudian, lebih celaka lagi,resiko beberapa penyakit yang terkait dengan perut yang buncit, pinggang yang melar pada anak itu, pada sebagiannya tidak harus menunggu mereka dewasa. Anak-anak yang gendut cendrung dibully, diperolok oleh teman-temannya, dan sering merasa rendah diri. Penderita DM tipe 2 yang biasanya baru muncul setelah usia 40-45 tahun, sekarang, anak-anak usia remajapun sudah banyak yang mengalaminya--- saya sendiri sering merawat beberapa pasien yang masih muda sekali yang menyandang DM tipe 2 ini. Â Hipertensi, penyakit jantung koroner juga demikian. Bahkan serangan jantung yang dialami seseorang pada usia 30-40 tahun, sebenarnya benihnya sudah mulai ditanam oleh anak-anak dengan pinggang yang melar ini sejak dini
Jadi, generasi XL, anak turunan kita yang semakin melar itu sudah nyata ada di depan kita. Masalah  kesehatan fisik, mental, dan bahkan ekonomi siap menghadang mereka.  Di Amerika Serikat, karena jumlah mereka meningkat luar biasa, diperkirakan mereka yang lahir di atas tahun 2000,  mempunyai harapan hidup lebih kecil dibandingkan orang tua mereka, dengan kata lain, rata-rata usia mereka akan lebih pendek.  "Akankah kita akan mengalami hal yang sama?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H