[caption id="attachment_373246" align="aligncenter" width="300" caption="plus.google.com"][/caption]
Suatu pagi seperti biasa, Â setelah menegakkan shalat subuh saya pergi jogging di sepanjang sisi BKT. Di sana, memang ada jalur khusus yang sering digunakan masyarakat sekitarnya untuk bersepeda, Â jalan, jogging, atau lari. Â Hari Sabtu dan minggu biasanya cukup rame yang melakukan aktivitas itu. Namun, pagi itu karena bukan hari libur dan hari juga masih gelap, susana di sana sangat sepi. Jalan raya yang biasanya sering macet, kelihatan masih lengang, sesekali kendaraan bermotor lewat dengan kecepatan tinggi. Tiupan angin yang cukup kencang terdengar berdesis menerpa pepohonan yang mulai rindang di sepanjang jalur khusus itu
Di tengah-tengah suasana yang lengang, gelap dan sedikit mencekam itu, sebelum saya mulai jogging, saya lihat dari kejauhan ada bayangan seseorang yang sedang duduk di sana. Jangan-jangan orang yang ingin berbuat jahat, bisik say dalam hati. Sayapun agak ragu dan takut juga, tapi, saya lihat dia hanya sendiri, kalau sendiri, mudah-mudahan tidak apa-apa, pikir saya. Dan, sayapun terus melanjutkan jogging.
Mendekati bayangan itu, samar-samar, saya lihat seseorang yang sedang duduk menunduk ke depan. Wajahnya tidak kelihatan sama sekali, tapi jelas tampak dia berperawakan kurus, kecil, barangkali sudah agak tua, dan semakin dekat saya dengar agak jelas suara rintihan seperti oranng yang kesakitan. Ke dua tangannya kelihatan memegang perutnya, tampak badannya juga sedikit gemetar, entah karena menahan sakit atau barangkali kedinginan karena cuaca memang agak dingin waktu itu. Di sampingnya, saya lihat onggokan satu karung plastik, setengah berisi dibiarkan begitu saja. Hmm, pasti seorang pemulung, gumam saya
Karena masih agak gelap, dan agak ragu untuk menghampirinya saya tetap melanjutkan jogging, melintas di depannya. Beberapa kali saya bolak-bolak balik tidak jauh darinya. Saya lihat  dia masih duduk seperti itu, rintihan seperti orang kesakitan sayup-sayup masih saya dengar. Pasti bapak ini sakit, naluri dokter saya mengatakan begitu. Kemudian saya berhenti, menegur sambil memegang pundaknya, bapak sakit? Tanya saya.
Agak lama baru dia menjawab; "tidak, hanya perut saya agak pedih dan mual"
Wajahnya tampak pucat, keringat merembes dari pori-pori di mukanya, tangannya masih memegang perutnya.
"Apa dada Bpk juga sakit, sesak nafas?" tanya saya. Jangan-jangan Bpk ini mengalami serangan jantung saya agak curiga
"Tidak, saya sering seperti ini"
"Sering seperti itu, mengapa?"
"Saya belum makan dari semalam, kalau terlambat makan, sering begini"