Suatu siang di ruang rawat penyakit dalam, seorang anak pasien yang sedang mendampingi ibunya yang dirawat karena diabetes melitus, keberatan ketika saya anjurkan untuk juga memeriksa gula darahnya. Dari penampilan fisiknya, gaya hidupnya yang saya lihat dalam beberapa kali saya visite, gemuk, saya lihat melebihi ibunya sendiri, banyak duduk dan tidur di sofa, ngorok, suka ngemil, saya curiga dia juga menderita diabetes melitus, atau paling tidak sudah mengalami prediabetes.
Apa jawabannya ketika saya minta untuk memeriksa gula darahnya? ....."ldiiih dokter, dokter menakut-nakuti saja. Ngk perlu lah dokter, saya kan masih muda dan saya tidak merasakan apa-apa sama sekali. Ibu Saya dulu diketahui diabetes waktu berusia 55 tahun dan bila luka, lukanya sulit dan lama sembuh, lagi pula daya jarang minum gula dokter," ujarnya menekankan sambil melahap satu per satu donat yang ada di atas mejanya.
Lalu, setelah saya beritahu bahwa diabetes itu adalah silent killer, menjadi pembunuh diam-diam, menggerogoti sedikit demi sedikit tubuh kita tanpa kita merasakan perubahan yang menyolok, kecuali kalau sudah terjadi komplikasi, akhirnya dia setuju untuk melakukan pemeriksaan gula darah. Yang lengkap sekalian saja dokter, saya juga takut kalau nanti seperti ibu ini. Dan, kalau memang begitu, pantaslah ibu saya dulu baru ke dokter dan diketahui menderita diabetes setelah luka telapak kakinya tidak sembuh-sembuh, ujar anak pasien ini.
Dan, ternyata besoknya, hasil pemeriksaan laboratoriumnya menunjukkan bahwa anak pasien ini menderita diabetes melitus, bahkan kadar lipid darahnya juga sudah mulai tidak normal. Waktu Saya beritahu bahwa dia sudah menderita diabetes, dia bertanya, "Sejak kapan dokter saya menderitanya?" ..."Saya tidak tahu dengan pasti, tapi ketika Anda melihat perut Anda semakin besar. proses perjalanan penyakit itu sudah dimulai," ungkap saya
Nah, ilustrasi kasus yang benar-benar terjadi itu hanyalah salah satu contoh bahwa, walaupun seseorang tidak merasakan adanya gejala yang terkait dengan diabetes melitus, terutama yang dikenal sebagai gejala klasik diabetes melitus yakni 3P; polidipsi (banyak minum), poliuri (banyak kencing), dan poliphagi (banyak makan), belum tentu seseorang tidak menderita diabetes melitus. Terkait dengan ini, pada tahun 2013 diperkirakan lebih dari 8 juta penderita diabetes di Indonesia yang tidak terdiagnosis, atau sekitar 70 % dari kasus diabetes melitus.
Kemudian, sering juga pertanyaan muncul, mengapa gejala klasik itu tidak begitu dirasakan oleh mereka yang sebenarnya sudah menderita diabetes melitus?
Menurut beberapa penulis, ini ada hubungannnya dengan perjalanan penyakit diabetes tipe-2 yang tidak sekonyong-konyong menyerang seseorang. Dengan kata lain, Anda besok pagi waktu bangun tiba-tiba gula darah Anda naik sampai 500 mg/dl, pasti tidak. Kalau begini yang terjadi pasti yang mengalaminya akan segera konsultasi, bahkan kemungkinan besar akan mendatangi instalasi gawat darurat. Tetapi gula darah naik sedikit demi sedikit, dan naiknya gula darah ini bersamaan dengan mulai terjadinya resistensi insulin, meningkatnya berat badan, usia, gaya hidup santai. Karena kenaikan gula darah yang sedikit demi sedikit ini pada tahap awal perjalanan penyakit diabetes tidak begitu dirasakan.
Atau, gejala yang timbul seperti haus, banyak buang air kecil sering ditafsirkan dengan hal lain. Saya sering mendapatkan pasien yang memberi komentar, karena saya banyak minum wajarlah saya juga banyak buang air kecil. Demikian juga gejala banyak buang air malam hari yang dikenal dengan "nocturia", sering dikaitkan dengan usia, banyak minum sebelumnya. Apalagi pada pada laki-laki, sering buang air kecil malam ini dihubungkan dengan pembesaran prostat, dengan mengabaikan kemungkinan penyebabnya diabetes melitus.
Dan, gejala-gejala lain diabetes melitus (tipe-2) seperti penurunan berat badan, lemah, letih, gangguan penglihatan, infeksi kulit, gusi, saluran kemih berulang, kesemutan, rasa terbakar, kebas pada jari-jari tangan-kaki tidak muncul pada awal-awal diabetes mellitus menyerang Anda. Perlu waktu yang cukup lama gejala-gejala ini baru muncul.
Karena itu, agar Anda tidak abai, tidak terkecoh dengan gejala-gejala yang tidak nyata, tidak dirasakan, bila Anda mempunyai faktor risiko seperti genetik, obesitas, gaya hidup santai, merokok, hipertensi, sebaiknya Anda periksakan gula darah Anda. Anda tidak harus menunggu sampai di ruang dokter untuk divonis sebagai penyandang diabetes melitus, kemudian baru Anda sadar bahwa Anda adalah seorang diabetisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H