Ilustrasi - luka pada penderita diabetes (Shutterstock)
Sebut saja Tn S, usia 44 tahun, adalah pasien pertama yang datang konsultasi ke ruang praktek saya kemaren, setelah cukup lama libur menjelang lebaran. Pasien mengeluh luka yang tidak sembuh-sembuh pada ibu jari kakinya sejak lebih kurang 3-4 bulan yang lalu. Karena melihat luka yang semakin meluas, pasien kemudian konsultasi ke tempat saya praktek. Dan, dari riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga ternyata menderita diabetes atau kencing manis yang diketahui sejak sekitar 5 tahun lalu. Tidak diketahui secara pasti riwayat penyakit pasien selama dia menderita diabetes itu
Waktu saya tanyakan, selama 3 bulan dengan luka seperti ini apa saja yang sudah diakukannya? "Dulu awalnya hanya kecil, Dokter. Saya kira tidak apa-apa, tidak ada masalah, dan apalagi karena saya tidak merasakan sakit, nyeri, saya biarkan saja dokter. Saya sesekali berobat ke puskesmas dan perawat di kampung dokter, tapi lukanya tidak kunjung juga membaik," demikian kira-kira cerita pasien.
Luka yang dialami pasien di atas adalah luka kronis yang khas pada pasein diabetes melitus. Karena tidak ada rasa sakit, seperti yang dialami pasien di atas, banyak penderita diabetes melitus yang mengalami luka ini menganggapnya masalah kecil, sepele. Bahkan tidak jarang pasien melakukan tindakan sendiri dengan lukanya itu, seperti mengoreknya dengan jarum, peniti, menggunting dan sebagainya. Akibatnya pasien sering datang konsultasi untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik dengan kondisi luka yang sudah cukup berat. Banyak pasien diabetes melitus dirawat dengan kondisi luka jauh lebih parah dari pasien di atas. Beberapa pasien bahkan datang dengan sebagian tungkainya sudah membusuk, mengalami gangren yang kemudian harus diamputasi. Masalah akses yang sulit, kendala biaya dan ketidaktahuan pasien barangkali menjadi penyebab pasien sering terlambat mendapatkan penanganan lebih dini.
Luka seperti yang terjadi pada kaki pasien ini merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi. Diperkirakan sekitar 25% dari pasien diabetes sepanjang hidupnya akan mengalaminya. Luka seperti ini bila tidak mendapatkan penanganan yang segera dan tepat, biasanya akan cepat memburuk, yang kemudian memerlukan amputasi atau tungkai yang luka akan dipotong. Setiap 20 detik secara global amputasi tungkai ini dilakukan pada penderita diabetes. Di Amerika Serikat dilaporkan, pada tahun 2010, dari 73.000 amputasi yang dilakukan, 60% di antaranya pada penderita diabetes melitus. Dan, sekitar 85% didahului dengan luka diabetik ini.
Dan, sebenarnya, sering luka ini hanya dimulai dengan luka yang sederhana yang dibiarkan begitu saja. Seperti pada pasien di atas, hanya dimulai dengan luka kecil yang tidak diketahui penyebab awalnya. Melihat keadaan lukanya, sebagian jaringan pada ibu jarinya juga sudah mengalami nekrosis atau kematian, pengalaman saya ibu jarinya harus diamputasi, dan kalau pasien menolak, ibu jarinya akan lepas sendiri, dan lukanya akan menjalar tungkai bagian atas.
Kemudian, seperti diketahui, bahwa luka kronis pada penderita diabetes tidak hanya sekedar luka di tungkainya, tapi juga mempunyai pengaruh terhadap angka kesakitan, kematian dan kualitas hidup mereka. Mengacu pada hasil penelitian, penderita diabetes dengan luka ini mempunyai risiko kematian lebih dini, mengalami serangan stroke dan infark jantung yang tinggi. Kaki yang mengalami luka, apalagi yang menjalani amputasi akan menjadi kendala bagi mereka untuk beraktivitas, bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga. Biaya perawatan luka di rumah sakit, ataupun di rumah akan menjadi beban berat bagi keluarga. Maka, tidak jarang saya melihat pasien-pasien diabetes yang mengalami komplikasi luka kronis ini meminta pulang paksa sebelum lukanya membaik atau tindakan yang diperlukan belum dilakukan. Saya tidak dapat membayangkan apa yang akan dialaminya setelah sampai di rumah dengan luka yang belum baik, bahkan masih membusuk dengan aroma bau jaringan yang mati yang sangat khas. Dengan tindakan amputasi saja, angka kematian penderita yang masih tinggi, 50-60% meninggal dalam 5 tahun, membiarkan luka begitu saja, angka kematiannya tentu akan lebih besar lagi.
Namun, untungnya, penelitian memberikan harapan yang baik. Luka kronis ini tidak harus terjadi, amputasi juga demikian. Dengan kontrol gula darah yang baik, berhenti merokok, perawatan kaki yang cukup, penanganan luka yang lebih dini dan tepat, kejadian luka kronis ini dapat dicegah atau ditunda, dan 85% amputasi itu sebenarnya dapat dihindari.
Sayangnya, di tengah-tengah keadaan ekonomi yang semakin memburuk, pengangguran yang tinggi, biaya hidup yang mahal, ketidaktahuan pasien dengan risiko yang mengancamnya, dan akses pelayanan berkualitas masih sulit dijangkau, serta orientasi pelayanan kesehatan termasuk BPJS masih berorientasi untuk mengobati orang yang sakit, maka kasus-kasus penyakit kronis seperti diabetes melitus dengan berbagai macam komplikasi kronisnya akan tetap tinggi dan menjadi beban berat keluarga dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H