Â
PendahuluanÂ
Dalam perjalanan sejarah pemikiran Islam modern, nama Rifa'ah al-Tahtawi memiliki tempat yang sangat penting. Seorang pemikir, reformis, dan ulama asal Mesir pada abad ke-19, al-Tahtawi dikenal sebagai tokoh yang menggabungkan pemikiran tradisional Islam dengan ide-ide modern dari Barat. Ide-idenya yang progresif menjadi landasan penting dalam membangun dialog antara Timur dan Barat, serta mendorong pembaruan pendidikan, budaya, dan politik di dunia Muslim.
Riwayat hidup
Rifa'ah Rafi' al-Tahtawi lahir pada tahun 1801 H dia dilahirkan di kota kecil Tahta, Mesir, dan dibesarkan dalam tradisi Islam yang kental. Ia menerima pendidikan agama klasik di al-Azhar, salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di dunia. Selama di al-Azhar, Tahtawi menguasai berbagai disiplin ilmu tradisional, seperti tafsir, hadis, fikih, dan bahasa Arab. Namun, titik balik dalam kehidupannya terjadi ketika Muhammad Ali Pasha, pemimpin Mesir yang bercita-cita memodernisasi negara, mengirim Tahtawi ke Paris sebagai imam dan penasihat bagi sekelompok pelajar Mesir yang belajar di sana. Selama lima tahun di Paris (1826--1831), Tahtawi terpapar pada budaya, ilmu pengetahuan, dan filosofi Barat. Ia mempelajari bahasa Prancis, membaca karya-karya filsuf Eropa seperti Montesquieu dan Rousseau, serta mengamati sistem politik, pendidikan, dan sosial Prancis. Pengalaman ini membuka pandangan Tahtawi tentang perlunya reformasi di dunia Islam. pada masa ketika dunia Islam tengah mengalami kemunduran dalam berbagai bidang, baik dalam pendidikan, ekonomi, maupun politik.
Modernisasi tanpa westernisasi
Salah satu dilema yang dihadapi dunia Islam saat ini adalah bagaimana menyikapi modernisasi tanpa kehilangan identitas budaya dan agama. Al-Tahtawi  melihat bahwa dunia Islam memang unggul dalam ilmu-ilmu syariat dan akal, tetapi sudah melupakan ilmu-ilmu alam, matematika, metafisika, dan falsafah. Sedangkan Barat sudah mencapai tingkat kemajuan yang tinggi dalam ilmu-ilmu yang tergolong sains dan teknologi. Menurut Al-Tahtawi, untuk mengatasi kemunduran itu, umat Islam harus menguasai ilmu-ilmu yang sudah maju di Barat itu. Jalan untuk itu tidak lain kecuali melalui pendidikan dan pengajaran, membina generasi yang dinamis dan berpikir maju. Menurut al-Tahtawi, modernisasi adalah proses mengambil hal-hal positif dari luar dan menyesuaikannya dengan nilai-nilai Islam. Ia menganjurkan umat Islam untuk mempelajari sains, teknologi, dan pemikiran modern sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan umat, namun tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariat dan moralitas Islam.
Dalam dunia yang semakin global dan kompleks saat ini, pendekatan al-Tahtawi sangat relevan. Tantangan globalisasi sering kali membuat identitas umat Islam tergeser atau terpinggirkan. Namun dengan pemikiran seperti al-Tahtawi, kita dapat menciptakan modernitas versi Islam yang tidak hanya unggul dalam sains dan teknologi tetapi juga memiliki moralitas dan spiritualitas yang kokoh.
Gagasan penyatuan timur dan baratÂ
Visi al-Tahtawi tentang penyatuan Timur dan Barat tidak dimaksudkan sebagai asimilasi sepihak. Sebaliknya, ia percaya pada perlunya sintesis yang harmonis antara nilai-nilai Islam dan pencapaian modernitas Barat. Berikut adalah beberapa aspek utama dari pemikirannya :
- Pendidikan sebagai kunci kemajuanÂ
- Salah satu kontribusi terbesar Tahtawi adalah reformasi pendidikan. Dalam bukunya yang terkenal, Takhlis al-Ibriz fi Talkhis Bariz ("Kilasan Paris"), Tahtawi menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif dan komprehensif. Ia mengusulkan kurikulum yang menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islam dengan sains dan teknologi modern. Menurutnya, pendidikan adalah sarana utama untuk membangun masyarakat yang kuat dan beradab.Di bawah pengaruh pemikiran Tahtawi, banyak sekolah modern didirikan di Mesir, termasuk sekolah-sekolah teknik, kedokteran, dan militer. Ia juga mendorong penerjemahan karya-karya ilmiah dan sastra Barat ke dalam bahasa Arab, sehingga ilmu pengetahuan menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat Muslim
- Keadilan sosial dan tata kelola yang baik
- Tahtawi terinspirasi oleh konsep keadilan sosial yang ia amati di Prancis. Ia percaya bahwa pemerintahan yang baik harus didasarkan pada prinsip keadilan, partisipasi rakyat, dan akuntabilitas. Dalam banyak tulisannya, ia menyoroti pentingnya hukum yang adil dan pemerintahan yang transparan, serta menekankan bahwa nilai-nilai ini sejalan dengan ajaran Islam. Ia juga mendukung pembentukan konstitusi dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat sebagai cara untuk memastikan keseimbangan kekuasaan. Dalam pandangan Tahtawi, konsep demokrasi dapat disesuaikan dengan tradisi Islam, asalkan prinsip-prinsip dasar syariat tetap dihormati.
- Budaya dan identitas nasional
- Salah satu hal yang menarik dari pemikiran Tahtawi adalah kemampuannya untuk menghargai budaya Barat tanpa kehilangan identitas Islamnya. Ia mendorong Muslim untuk mengambil manfaat dari teknologi dan ilmu pengetahuan Barat, namun tetap menjaga nilai-nilai dan tradisi Islam sebagai inti dari identitas mereka.
- Tahtawi juga mempromosikan semangat nasionalisme yang inklusif, yang ia yakini sebagai cara untuk memperkuat solidaritas di antara masyarakat Mesir. Nasionalisme ini, menurutnya, tidak bertentangan dengan Islam, melainkan merupakan ekspresi cinta kepada tanah air dan upaya untuk memajukan umat.
Tantangan dan kritik
Meski gagasan-gagasan Tahtawi dianggap revolusioner pada masanya, ia tidak lepas dari kritik. Sebagian ulama konservatif menuduhnya terlalu pro-Barat dan mengkhawatirkan pengaruh modernitas terhadap tradisi Islam. Di sisi lain, beberapa pemikir modern menilai bahwa Tahtawi tidak cukup radikal dalam mendesak reformasi politik dan sosial. Selain itu, upayanya untuk mensintesiskan Timur dan Barat menghadapi tantangan besar dari imperialisme Eropa, yang pada abad ke-19 semakin menguasai dunia Muslim. Dominasi kolonial membuat banyak orang Muslim memandang Barat sebagai ancaman, sehingga sulit untuk menerima gagasan integrasi budaya yang diusulkan oleh Tahtawi.
Meski menghadapi berbagai tantangan, pemikiran Tahtawi memiliki dampak yang signifikan terhadap sejarah modern dunia Islam. Ia membuka jalan bagi generasi pemikir Muslim berikutnya, seperti Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh, yang melanjutkan upaya pembaruan di berbagai bidang.
Warisan Tahtawi juga terlihat dalam sistem pendidikan modern di banyak negara Muslim. Banyak gagasannya tentang pentingnya sains, teknologi, dan pendidikan universal diadopsi oleh pemerintah-pemerintah Muslim yang ingin mengejar ketertinggalan dari Barat. Demikian pembahasan menyatukan timur dan barat : visi pembaharuan rifa'ah al tahtawi, semoga menambah wawasan anda.
Referensi : Â Ali, Said Ismail, Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI