Sejak profesi konsultan politik pertama dan juga riset/survei opini publik pertama di dunia muncul di tahun 1935 dengan didirikannya American Institute of Public Opinion atau dikenal juga sebagai The Gallup Organization/Gallup Poll oleh George Horace Gallup, belum pernah ada satupun konsultan politik (pollster) di dunia yang pernah memenangkan pilpres 5x berturut-turut seperti yang pernah dilakukan oleh Denny JA. Denny JA bukan saja mendirikan lembaga konsultan politik dan juga survei opini publik pertama di Indonesia, yakni Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA namun juga mengubah trend perpolitikan di Indonesia menjadi politik yang berbasiskan data dan riset opini publik. Denny JA berhasil meyakinkan banyak politisi Indonesia atau siapa pun yang ingin menjadi pemimpin, perlu di sebelah kanannya berdiri lembaga survei dan di sebelah kirinya berdiri konsultan politik. Sehingga siapa pun yang ingin mengikuti kontestasi pemilu dari level daerah hingga nasional, ia didampingi dengan data-data yang akurat yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Tentu saja ini semua adalah trend baru sejak Pemilu 2004, ketika SBY menjadi Presiden RI dalam pemilihan presiden langsung pertama di Indonesia. Pemilu 2004 merupakan pilpres Indonesia paling bersejarah dalam sejarah dunia, sebab Pilpres 2004 adalah pemilihan presiden pertama secara langsung dalam sejarah Indonesia, sebelumnya Presiden Indonesia dipilih melalui MPR RI bukan dipilih langsung oleh rakyat. Ketika pilpres secara langsung ini diadakan, tidak ada satupun yang melihat adanya business opportunity dibalik semua itu, para pengamat politik, aktivis, dan politisi hanya sibuk ikut eforia juga debat pro/kontra pilpres pertama yang akan diadakan di Indonesia. Hanya Denny JA yang melihat adanya pilpres yang dipilih langsung oleh rakyat untuk mendirikan profesi yang belum pernah ada sebelumnya, yakni konsultan politik.
Saat itu belum banyak politisi yang mau mempercayakan jasa konsultan politik untuk proses kemenangan mereka. Politisi mengambil keputusan politik berdasarkan aspek-aspek yang seringkali tidak teruji secara saintifik seperti pertimbangan ideologis, selera pribadi, ego kelompok, ataupun terawangan batin/metafisik. Sebenarnya tidak selalu salah juga mengambil keputusan politik atas dasar-dasar seperti ini, bahkan menggunakan saran dari terawangan batin/metafisik, bila sarannya teruji secara empiris. Namun saran yang diberikan oleh data-data riset opini publik, pastinya teruji secara akademis dan teruji secara empiris. SBY menjadi capres pertama yang menjadi client LSI Denny JA dan terbukti ia menang telak dalam Pilpres 2004, terutama di putaran kedua Pilpres 2004. Kemenangan SBY menjadi kemenangan proses politik berbasis data sains (data driven), bukan selera pribadi dan pertimbangan ideologis. Kemenangan SBY ini kemudian mengangkat nama Denny JA dan meneguhkan kedudukan Denny JA dalam sejarah perpolitikan Indonesia, berbondong-bondong para politisi ikut dalam trend politik baru yakni politik berbasikan sains.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Bagaimana kemudian terjadi trend baru para politisi berbondong-bondong menganggap penting survei opini publik dalam mengambil keputusan politik?
Indonesia masih relatif baru dalam tradisi berdemokrasi, sistem demokrasi presidensil di Indonesia baru berdiri setelah mundurnya Presiden Suharto pada tanggal 21 Mei 1998 dan tumbangnya rezim Orde Baru pada tahun yang sama. Mulai lah Reformasi di Indonesia, pemilihan demokratis pertama diselenggarakan pada tanggal 7 Juni 1999. Hasil pemilu tersebut menghasilkan PDIP sebagai pemenang dengan 33,74% suara dan Golkar sebagai runner-up dengan suara 22,44%. Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan oleh Amien Rais, meraih 7,12% suara. Suatu hasil yang tidak memuaskan bagi Amien Rais dan juga kelompoknya, Amien Rais yang semula menjadi pemimpin Reformasi tiba-tiba harus mengukur ulang kancing bajunya, ia kemudian beralih membentuk Poros Tengah dan memajukan Gus Dur, bukan dirinya sendiri menjadi Presiden.
Mengapa demikian? Hal ini dijelaskan detail dalam tulisan Denny JA, Mengapa PDI Perjuangan Bukan PAN? Dalam esainya di buku Jatuhnya Suharto dan Transisi Demokrasi Indonesia (1999). Di dalam esai ini Denny JA menjelaskan dengan sangat baik, mengapa PDIP bisa menang dan PAN tidak mendapatkan hasil yang diharapkan sebagai pemenang pemilu? Jawabannya ialah segmentasi pemilih. Segmentasi pemilih PDIP kebanyakan adalah wong cilik dan orang-orang abangan, di segmen itu PDIP hampir tidak punya pesaing yang kuat. Sedangkan PAN mengambil segmen pemilih kalangan Islamis, muslim perkotaan, intelektual dan kelas menengah kota, di segmen itu pesaingnya banyak ada berbagai partai Islam dan juga ada Partai Golkar. Walhasil ketokohan Amien Rais yang semula dianggap sebagai magnet utama PAN, rupanya tidak membantu untuk meraih hasil yang diharapkan. Bahkan kesalahan ini terulang lagi ketika Pilpres 2004, Amien Rais hanya mencapai 14,66% yang membuatnya berada di urutan 4 dari 5 calon. Amien Rais yakin dengan Amandemen ke-4 UUD 1945 tahun 2002, dengan adanya pilpres langsung dukungan kepadanya akan lebih besar ketimbang bila ia dipilih via MPR RI, rupanya di pilpres langsung ia tidak mendapatkan dukungan sebesar yang diharapkan, terutama di kantong-kantong pemilih NU.
Dari cerita singkat ini kita bisa belajar, bahwa para politisi perlu mengambil keputusan politik berdasarkan data yang teruji secara saintifik dan empiris. Termasuk di antaranya data tentang popularitas calon, penerimaan (acceptance) calon, dan elektabilitas calon, juga termasuk di antaranya perilaku pemilih. Soal perilaku pemilih ini di antaranya meliputi demografi calon pemilih, latar belakang suku/agama/ras/antar golongan, juga dari pendapatan serta pendidikan calon pemilih, dari data-data tersebut dapat disimpulkan perilaku pemilih berdasarkan kecendrungan ideologinya, meski juga terdapat faktor lain yang tidak kalah pentingnya yakni nilai jual figur itu sendiri. Sehingga tidak jarang terjadi split ticket voting, di mana pemilih partai tertentu memilih kandidat presiden yang berbeda dengan figur diusung partainya. Sebab dalam kontestasi apa pun, kandidat itulah yang jadi bintangnya hal ini dijelaskan dalam buku SBY dalam bukunya Selalu Ada Pilihan (2014). Dalam bukunya SBY menjelaskan dirinya saat itu tidak mengantongi dukungan dari Ketum PBNU dan Ketum DPP Muhammadiyah, namun kantong suara NU dan Muhammadiyah memilihnya di Pilpres 2004 dan 2009. Juga SBY menjelaskan dalam salah satu bahasan bukunya, bagi siapa pun yang ingin menang pilpres harus percaya dan mengandalkan lembaga survei yang kredibel. Meski di bukunya SBY tidak menjelaskan secara gamblang lembaga mana yang dimaksud dan sosok siapa yang dimaksud, sudah menjadi rahasia umum bahwa yang SBY menggunakan jasa LSI Denny JA dan mendengarkan semua saran dari Denny JA. Secara tidak langsung di bukunya SBY hendak mengatakan, kalau ingin menang pilpres percaya saja kepada Denny JA.
Dalam pilpres 2014 yang berlangsung sengit karena hanya 2 kandidat yang berkontestasi, Denny JA berhasil membuktikkan prestasinya sehingga ia menang Rekor MURI sebagai konsutan politik pertama yang menang pilpres 3x berturut-turut. Juga pada 2018 LSI Denny JA menjadi konsultan politik yang memecahkan rekor sekolah pendidikan politik terbesar di dunia. Tidak berhenti di situ, torehan prestasi LSI Denny JA terus diraih dengan mendapatkan The Legend Award atas prestasinya memenangkan pilpres 4x berturut-turut pada tahun 2019. Juga pada tahun 2024 Denny JA kembali mendapatkan penghargaan The Legend Award dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID). Tentunya hal ini merupakan sebuah prestasi yang sangat monumental, sebab tidak ada satupun konsultan politik di negara manapun yang berhasil melakukannya. Prestasi Denny JA dalam memenangkan pilpres 5x berturut-turut tidak saja membuatnya menuliskan tinta emas dalam sejarah politik Indonesia, namun juga menuliskan tinta emas dalam sejarah politik dunia. Prestasi yang sangat monumental ini pun turut meneguhkan kedudukan Denny JA dalam sejarah politik dunia, sebab tidak ada satupun kingmaker yang berhasil memenangkan presiden 5x berturut-turut selain Denny JA.
Syahdan tatkala mentari terbit di ufuknya, seketika fajar pun menyingsing aku menghisap rokokku dalam-dalam sembari menghirup kopiku. Lantas aku pun teringat orasi Denny JA di akun youtubenya. Denny JA berorasi pada tahun 2023 ia mengatakan bahwa LSI Denny JA tidak bisa berpuas diri hanya mendapatkan 4x berturut-turut memenangkan pilpres dan harus mendapatkan yang kelima, ia mengibaratkan targetnya mendapatkan kemenangan pilpres yang kelima dengan ungkapan: "4 sehat 5 sempurna." Tanpa disangka rupanya harapan akan 4 sehat 5 sempurna ini berbuah menjadi kenyataan, Pilpres 2024 Denny JA berhasil menghantarkan Prabowo Subianto menuju kemenangan. Hal ini menjadi kisah inspiratif bahwa Prabowo yang berkali-kali mencoba berkontestasi sejak 2004 lewat Konvensi Partai Golkar, hingga Pilpres 2024 akhirnya dapat memenangkan pilpres tentunya dengan dibantu oleh Denny JA. Jadi bisa disimpulkan bahwa Prabowo berkat survei politik Denny JA di sisi kirinya dan konsultan politik Denny JA di sisi kanannya. Â
Â