Mohon tunggu...
Irsal Efendi
Irsal Efendi Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menyukai Bidang Pendidikan dan Digital Marketing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Sekolah International dalam Menerapkan Kurikulum Cambridge dan Kurikulum Merdeka Secara Bersamaan

26 Agustus 2024   05:55 Diperbarui: 26 Agustus 2024   05:55 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekolah internasional di Indonesia yang mulai menggabungkan dua pendekatan pendidikan yang tampaknya berbeda: Kurikulum Cambridge yang berstandar global dan Kurikulum Merdeka yang dirancang oleh pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pendidikan lokal. Meskipun kedua kurikulum ini menawarkan manfaat yang signifikan, upaya untuk menerapkannya secara bersamaan menghadirkan tantangan yang tidak sedikit. Namun, dengan pendekatan yang tepat, tantangan ini dapat diatasi, dan sekolah dapat memberikan pengalaman belajar yang holistik kepada siswa.

Tantangan-Tantangan Utama

  1. Perbedaan Filosofi PendidikanKurikulum Cambridge, yang berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan pengetahuan akademik mendalam, memiliki pendekatan yang berbeda dengan Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel dan berpusat pada siswa. Kurikulum Merdeka menekankan pada kemandirian siswa dalam memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, serta pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

    Menyatukan dua filosofi pendidikan ini memerlukan penyesuaian yang signifikan dalam metode pengajaran dan evaluasi. Guru harus mampu mengintegrasikan pendekatan berpusat pada siswa yang fleksibel dengan tuntutan akademis tinggi dari Kurikulum Cambridge tanpa mengorbankan kualitas salah satu kurikulum. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa integrasi ini memerlukan pelatihan intensif bagi guru serta pengembangan kurikulum yang kreatif dan adaptif (Sari & Yulia, 2023).

  2. Keterbatasan Sumber Daya dan WaktuMenggabungkan dua kurikulum juga menambah beban kerja bagi guru dan siswa. Dengan harus memenuhi persyaratan kedua kurikulum, baik dari segi materi maupun penilaian, sekolah sering kali mengalami kesulitan dalam mengelola waktu dan sumber daya dengan efektif. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan beban kerja guru dan stres siswa, yang pada akhirnya dapat menghambat proses belajar mengajar.

    Solusinya, sekolah perlu menciptakan jadwal yang efisien dan seimbang serta memastikan dukungan yang memadai untuk guru dan siswa. Studi dari Ahmad et al. (2022) menekankan pentingnya kolaborasi antara guru dalam merancang kurikulum yang menyelaraskan kedua pendekatan tersebut, serta perlunya dukungan dari manajemen sekolah dalam bentuk pelatihan dan penyediaan sumber daya yang memadai.

  3. Evaluasi Pembelajaran yang KomprehensifSalah satu tantangan terbesar adalah bagaimana mengevaluasi hasil belajar siswa secara adil dan komprehensif ketika menggunakan dua kurikulum. Kurikulum Cambridge menekankan pada ujian akhir yang terstandarisasi, sementara Kurikulum Merdeka memungkinkan penilaian yang lebih bervariasi, termasuk penilaian proyek, penilaian portofolio, dan lainnya.

    Untuk mengatasi hal ini, sekolah perlu mengembangkan sistem penilaian yang menggabungkan kekuatan kedua kurikulum. Misalnya, kombinasi antara penilaian formatif dan sumatif dapat digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih holistik tentang kemajuan siswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widodo et al. (2023), pendekatan ini tidak hanya meningkatkan validitas evaluasi, tetapi juga memberikan umpan balik yang lebih konstruktif bagi siswa.

  4. Kebijakan dan Kepatuhan RegulasiSekolah internasional sering kali menghadapi dilema dalam mematuhi kebijakan pemerintah lokal sekaligus mempertahankan akreditasi internasional. Mengadopsi Kurikulum Merdeka memerlukan kepatuhan terhadap standar nasional, sementara Kurikulum Cambridge menuntut pemenuhan standar global yang diakui internasional.

    Sekolah perlu mengembangkan kebijakan internal yang jelas untuk menjembatani persyaratan kedua kurikulum ini. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma et al. (2023) menunjukkan bahwa dialog antara pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sekolah, guru, dan orang tua, sangat penting dalam menemukan solusi yang sesuai dengan konteks lokal sekaligus mempertahankan standar internasional.

Solusi yang Inspiratif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun