Mohon tunggu...
Irsadi Aristora
Irsadi Aristora Mohon Tunggu... -

Tiada kata surut untuk mengejar sebuah asa, berbuat yang terbaik adalah tujuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cabut Izin dan Tutup Aktifitas PT. Mandum Payah Tamita di Kawasan Hutan Lindung Cut Mutia

11 November 2014   06:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERS RELEASE LSM SILFA

“3 ALAT BERAT MILIK PT.MPT TAHAN MASYARAKAT”

[caption id="attachment_334543" align="aligncenter" width="300" caption="Cabut Izin PT. Mandum Payah Tamita"][/caption]

Lhokseumawe, 10 November 2014. Ratusan warga yang dari 3 kecamatan yang berada dalam DAS Kr. Kreto yaitu Kecamatan Matang Kuli, Lhoksukon dan Cot Girek mendatangi lokasi areal kerja IUPHHK-HT PT. Mandum Payah Tamita (PT.MPT) pagi tadi pukul 9.30 wib. Pimpinan Aksi, Tgk. Nurdin membawa. 200 orang warga masyarakat sempat dihadang pihak keamanan yang dipimpin oleh Kasat Intel, IPTU Ketut Sujana dari Polres Aceh Utara dan anggota Koramil Cot Girek. Dalam aksi tersebut pihak keamanan dari Polres menegaskan bahwa aksi demo ini belum melengkapi proses administrasi izin aksi dan demontrasi ke pihak kepolisian setempat.

Menanggapi hal tersebut, Tgk Nurdin yang di dampingi Bpk Asraf tokoh masyarakat Lhoksukon dan Bpk Samsul Tokoh Cot Girek mencoba menjelaskan bahwa surat pemberitahuan sudah disampaikan pada Sabtu (8/11) sore, dan sudah diterima piket Polres Aceh Utara. Dalam debat tersebut, pihak kepolisian menjelaskan prosedur pengajuan surat harus disampaikan 3 hari sebelum pelaksanaan aksi. Dan pihak polres berharap masyarakat sebaiknya melakukan dan menempuh jalur diplomasi dengan pertemuan dengan semua pihak yang berkepentingan dalam permasalah ini, dari pada harus mengerahkan masa yang dapat menimbulkan tindakan anarkis.

Menanggapi arahan pihak kepolisian, dan juga pihak kemanan mendengarkan penjelasan dari pimpinan aksi terkait proses birokrasi dan diplomasi yang sudah dijalankan akan tetapi belum menemukan penyelesaian akhirnya terjadi kesepakatan untuk memfasilitasi pertemuan masyarakat dengan pihak perusahaan. Dari pihak perusahaan diwakili oleh Tgk. Meulaboh sebagai kepala pengamanan areal perusahaan. Dari pihak aksi diwakili oleh Tgk. Daud, Tgk. Nurdin, Bpk. Asraf dan Bpk. Samsul serta dari pihak LSM SILFA diwakili oleh Hafri Husaini. AMD dan Karimuddin. S.Sy. Hasil keputusan pertemuan tersebut tidak menemukan titik temu karena dari pihak perusahan tidak dapat mengambil kebijakan karena bukan dari pihak manejerial perusahaan PT.MPT.

Hingga sore hari pukul 16.00 wib, akhirnya warga memutuskan menahan alat berat milik perusahaan PT.MPT sampai batas penerimaan tuntutan masyarakat dipenuhi oleh Pemerintah dan Pihak Perusahaan. Dari mulai aksi hingga ditahan nya alat berat milik perusahaan pihak keamanan terus mendampingi masyarakat dan perusahaan agar berjalan tertib aman dan damai yang dilakukan baik dari Polres maupun dari pihak Koramil Cot Girek. Setelah berhasil menurunkan 3 Unit alat berat Jenis Eksavator/Beco  disita secara resmi oleh masyarakat. Baru pihak Perusahaan meminta dan mencatat secara resmi tuntan masyarakat agar diserahkan kepada pihak pimpinan perusahaan.

Tuntutan Warga diserahkan oleh Tgk Nurdin yang isi tuntutan tersebut adalah :

“ Cabut Izin dan Tutup Aktifitas PT. Mandum Payah Tamita di Kawasan Hutan Lindung Cut Mutia , Bate Ule Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara”

Hanya satu itu saja tuntutan kami kepada pemerintah dan perusahaan karena aksi ini kami lakukan setelah serangkaian penyampaian aspirasi secara diplomasi yang sudah kami lakukan yang didampingi bersama LSM SILFA ke Dishutbun Aceh Utara dan Bupati Aceh Utara yang hingga saat ini belum menunjukan hasil apapun terhadap harapan yang sudah kami sampaikan secara diplomasi dan birokrasi.

Tindakan ini kami lakukan atas dasar kami adalah warga negara yang menerima dampak dari :

1.Kegiatan PT MPT dipucuk hulu DAS Kr. Kreto dan DAS Kr. Jambo Aye menjadi kekhawatiran utama masyarakat dan tokoh di Lhoksukon dan Cot Girek. Bila dulu 5 (lima) tahun sekali kami mengalami banjir kiriman. Kini kami mengalami 2 – 3 kali banjir kiriman dalam 1 tahun seperti yang terjadi pada tahun sebelum nya. Kami lelah dan terus menjadi korban akibat rusak nya kawasan hutan di hulu sungai Kr Kreto, maka kami menerima banjir yang berakibat bukan hanya Cot Girek dan Lhoksukon akan tetapi

Kec. Matang Kuli juga mengalami banjir yang sama.

1.1.Dampak lain yang kami terima adalah korban harta dan benda bahkan nyawa yang mengacam nasib kami ke depan. Perhatian pemerintah terhadap kami penerima dampak banjir sangat kurang kami rasakan baik perbaikan sarana tanggung sungai maupun kompensasi terhadap para korban sangat kecil kami rasakan. Kini ditambah datang nya PT. Mandum Payah Tamita yang persis wilayah konsesi berada dihulu DAS Kr. Kreto.

1.2.Sebagai warga negara Indonesia kami berhak menyampaikan aspirasi karena semua dilindungi oleh perundangan khususnya UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara rinci disebutkan dalam Pasal 65, ayat (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia, (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

1.3.Dan secara tegas disebutkan dalam Pasal 66, “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Hal ini didasari oleh pasal Pasal 67, “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.”

1.4.Serta diperkuat dalam pasal 70. Ayat (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan ayat (2) Peran masyarakat dapat berupa:

a. pengawasan sosial;

b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau

c. penyampaian informasi dan/atau laporan.

1.5.  Dalam UU No. 39/1999 Tentang HAM, menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

1.6.   Dijelaskan dalam Pasal 9 ; (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

1.7.  Pasal 64, Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral. kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.

2.Keberadaan Hutan Lindung (HL) Cut Mutia ditengah-tengah areal konsesi dan dalam kawasan PT. MPT sangat mengkhawatirkan kami, karena tidak ada penempatan petugas Pengaman Hutan dalam menjaga kemungkinan kalau PT MPT tidak merambah kedalam kawasan hutan Lindung yang menjadi pucuk atau hulu DAS Kr. Kreto.

3.Kami berusaha melindungi sejarah bangsa ini, yaitu sebuah  nilai cagar budaya terhadap situs sejarah bangsa Indonesia terletak dalam kawasan PT MPT yaitu makan Pahlawan Nasional Tgk. Cut Mutia yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia juga masyarakat Aceh pada Khususnya. Kalau bukan kita yang menjaga warisan sejarah tersebut siapa lagi mau diharapkan, sementara pemerintah yang menjalankan amanat rakyat dan Undang-Undang justru menghancurkan situs budaya bangsa kita dengan memberi izin kepada pihak asing (Malaysia) untuk menghancurkan hutan kami dan situs budaya dan sejarah bangsa Indonesia.

4.Kehadiran Pihak Perusahaan asing yang bertopeng pengusaha lokal ini, tela mengganggu aktifitas warga sekitar hutan yang ketergantungan hidup mereka dengan kawasan hutan Lindung Cut Mutia. Hilangnya mata pencaharian masyarakat seperti Jerenang, Rotan dan pencarian lebah Madu. Hal yang lain adalah dimana masyarakat juga ada menjadi pemandu wisata budaya ke Makam Pahlawan Nasional Tgk. Cut Mutia dan Kawasan Pusat Konservasi Gajah Cut Mutia sebagai CRU penangangan penanggulangan konflik gajah liar yang kerap terjadi diwilayah Cot Girek dan Langkahan.

5.Setelah adanya CRU dan ditempatkan Gajah Pengahalu disini, kini intensitas konflik telah berkurang dari sebelumnya kami mengalami ganguan konflik gajah liar setahun bisa mencapai 2 kali yang mengakibatkan rusaknya tanaman perkebunan dan pertanian kami dan kerugian harta karena gagal panen yang kami alami akibat ganggua satwa liar. Bukan hanya berkurang, kami juga menjadi tempat kunjungan wisata lokal yang dapat membantu penghidupan warga sekitar yang mengujungi CRU ke tempat kami. Dengan kehadiran perusahan ini sangat mengganggu proses yang sudah berjalan dengan baik.

6.Pihak PT MPT yang dengan sengaja merusak papan pengumuman dan larangan serta patok batas yang dibangun oleh pemerintah Aceh pada tahun 2011 yang dibangun dengan anggaran ABPD Provinsi Aceh. Menurut RTWR Aceh Utara dan juga RTRW Provinsi Aceh sesuai dengan Hasil kerja Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) dengan PAGU Mata Anggaran ditempatkan di BLH Provinsi Aceh yang pada saat itu dikepalai oleh Ir. Husaini Syamaun (kini menjabat Kadishut Aceh) sendiri menepatkan kawasan Pusat Konservasi Gajah Cut Mutia Seluas 900 Ha diatas kawasan PT. MPT. Kawasan CRU Gajah ini telah dilakukan tata batas dan patok batas dari patok 1 s.d. patok 30 semua dokumen patok ada dalam dokumen foto yang telah diterima BLH Aceh pada saat Desember 2011 lalu.

6.1.Menurut UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, Pasal 69 dijelaskan bahwa yang tidak menaati tata ruang maka akan dikenakan Pidana hingga 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp. 1,5 Milyar. Maka pihak PT MPT  bersalah atas nama hukum yang dengan sengaja merusak papan pengumuman dan larangan serta patok batas yang dibangun oleh pemerintah Aceh pada tahun 2011.

7.Kehadiran perusahaan pemodal asing ini berdampak, PT. MPT sedang menciptakan konflik antara perusahaan dengan Masyarakat. Scenario terlihat saat Beco mereka terbakar dan perusahaan menuduh masyarkat yang melakukan pembakaran alat berat mereka tanpa ada bukti dan alat bukti yang kuat berdasarkan hukum. Menurut beberapa warga disekitar PT. MPT bahwa tidak ada satu pun yang terlibat masyarakat dalam pembakaran alat berat mereka. Justru masyarakat mengclaim bahwa Pihak PT MPT lah yang membakar sendiri alat berat mereka yang telah rusak tersebut. Akibat pembakaran tersebut, pihak perusahaan memanaskan suhu komunikasi dengan warga sekitar kawasan PT tersebut dengan menangkap seorang pembalak liar yang menurut pihak perusahaan dicuri dari dalam kawasan mereka. Sementara masyarkat tersebut belum tentu mengambil kayu dalam lahan mereka, kecuali telah ada pembuktian hukum seperti uji balak dan penyidikan oleh hukum dari pihak kepolisian. Karena dalam areal tersebut bukan hanya areal milik perusahaan akan tetapi juga ada areal Hutan Lindung Cut Mutia.

8.Bukan nya mengurangi dampak pengangguran dengan hadirnya investasi didaerah kami, Justru pihak PT MPT memakai tenaga kerja asing dari Malaysia dan tidak mengakomodir tenaga kerja lokal dari masyarakat sekitar kawasan PT MPT. Mereka menggunakan tenaga luar daerah dan bukan dari lokal setempat sebagai staff dan manajemen perusahaan.

9.Kami melihat hasil yang telah kami lakukan sebelum aksi hari ini pasca setelah berjumpa dengan Bupati Aceh Utara dan sebelumnya juga menjumpai Kadishut dan Tokoh Masyarakat, tidak memberikan hasil yang tegas dan maksimal dari Pemerintah Aceh Utara.

9.1.Disini jelas peran pemerintah yang telah kami beri amanat langsung saat pemilihan kepada daerah waktu pilkada ternyata lemah sekali dalam mengadapi sebuah PT.MPT, padahal sudah jelas dalam mandat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan dalam Pasal 71, ayat (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ayat (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Serta dalam Pasal 72, “Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan”.

10.Sebagai warga negara Indonesia kami penerima dampak, berhak menyampaikan aspirasi karena semua dilindungi UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara rinci disebutkan dalam Pasal 65, ayat (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia, (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

10.1.Dan secara tegas disebutkan dalam Pasal 66, “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Hal ini didasari oleh pasalPasal 67, “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.” Serta diperkuat dalam pasal 70, (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (2) Peran masyarakat dapat berupa; a. pengawasan sosial; b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau c. penyampaian informasi dan/atau laporan.

Dari sisi lain, LSM SILFA mengidentifikasi bahwa PT. MPT, telah menujukan bukti melanggar hukum dan perundangan di Negara ini. Adapun beberapa pelanggar yang dilakukan pihak Perusahaan Pemodal Asing ini dapat dilihat dalam Daftar Pelanggaran PT. MPT yang dijelaskan sebagai berikut :

1.Dari hasil audiensi SILFA dengan Kadishut pada hari Selasa 7 Oktober 2014, Pengurus SILFA beraudiensi dengan Kadishutbun Aceh Utara, Bpk. Ir. Kastabuna diruang kerjanya didampingi Staff Kehutanan Sdr. Jamin Linting. Disana Dir SILFA menjelaskan bahwa PT. Mandum Payah Tamita adalah perusahaan yang pernah bermasalah pada tahun 2006 yang lalu dengan kasus antara lain ; Pertama. Penebangan diluar blok tebang yang diajukan, Kedua. Pelanggaran izin ke Imigrasian, Ketiga. Pelanggaran Administrasi. Pelanggaran PT. MPT yang memiliki izin konsesi seluas 8.015 Ha berada diwilayah Kecamatan Cot Girek Dan Langkahan ini berlokasi berada di Hulu DAS Kr. Kreto dan DAS Kr. Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara. Dengan demikian jelas PT. MPT pernah memiliki masalah hukum yang belum dipertanggung jawabkan sebelumnya. Dan meminta KAPOLRES Aceh Utara mengusut kembali kasus tersebut dan melanjutkan penyidikan karena tahun 2006 yang bersangkutan lari ke Malaysia.

2.Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Utara (7/10/2014) diruang kerja Bpk. Ir. Kastabuna bahwa PT. MPT mengurus izin dan kegiatan ke Provinsi Aceh melalui BP2T Provinsi Aceh. IUPHHK-HTI PT. Mandum Payah Tamita dengan izin No. 522/052/2003 Tanggal 23 Desember2003 dan masa berlaku izin tersebut sampai dengan 23 Desember 2053. Pengakuan Kadis, bahwa PT.MPT saat masuk dalam wilayah Hutan Aceh Utara didampingi langsung Staf Dishut Provinsi Aceh dan Dishutbun Aceh Utara hanya mendampingi dan lihat-lihat saja. Karena kewenangan telah diambil langsung oleh Dishut Provinsi Aceh.

3.Dalam wawancara dan diskusi dengan Jamin Linting Staff Kehutanan Aceh Utara menjelaskan bahwa PT. MPT telah mengantongi izin penujukan kawasan hutan produksi di Desa Lubuk Tilam dan Langkahan seluas 8.015 Ha sejak 2003 hingga 2053 dan izin Logpond seluas 10 Ha. Dalam RKT IUPHHK-HTI PT Mandum Payah Tamita tahun 2014 telah melaksanakan penataan batas wilayah PT.MPT sepanjang 49 Km dan sisanya adalah batas alam.

3.1.“Saat dikonfirmasi wilayah yang dilakukan Tata Batas oleh PT. MPT, Jamin menjelaskan dia tidak tahu, semua penjelasan ada dalam laporan mereka yang di cc ke Dishut. Penjelasan dalam laporan Tata Batas dilakukan pada areal yang tak memiliki batas alam saja. Karena luas PT. MPT lebih banyak dibatasi Alam atau sungai”.

3.2.“Saat SILFA bertanya soal dokumen Tata Batas, Jamin mengatakan tidak ada dokumen penyertanya hanya laporan saja. Harusnya dalam aturan ada laporan Berita Acara Tata Batas, tapi kami tidak menemukan dokumen tersebut. Kami tidak dilibatkan sama sekali dalam hal teknis ini yang merupakan keweangan instasi kami, karena ini diproses di Provinsi jadi kami hanya menunggu arahan dari pimpinan. Laporan tersebut jelas sebuat laporan kebohongan PT. MPT saja.”

4.Dalam RKT tersebut menurut Sdr, Jamin ada keanehan, dimana IUPHHK-HTI akan ditanami Sawit.

4.1.Sementara tidak ada aturan yang membenarkan HTI dapat ditanami sawit dalam peraturan perundangan di Indonesia. Dir SILFA membenarkan keanehan tersebut dan menjelaskan kepada Jamin “ sepengetahuan saya izin tersebut jika sejak awal lokasi yang diajukan telah memiliki tanaman sawit, sementara PT. MPT berlokasi di Hutan alam skunder dan status nya adalah kawasan Hutan Prosuksi”.

4.2.Bahwa menurut ahli mengenai masalah perijinan Bapak Wijono., SH., MH Kepala Sub Penelahaan Hukum Kemenhut dalam Persidangan di Kalimantan Tengah mengatakan “perbuatan melakukan kegiatan mengerjakan dan atau menggunakan dan menduduki kawasan hutan, dengan menanam kelapa sawit, tanpa izin dari Menteri Kehutanan adalah melanggar ketentuan pidana bidang kehutanan

4.3.Bahwa PT. Mandum Payah Tamita akan melakukan kegiatan penanaman kelapa sawit seperti yang tertera dalam dokumen RKT mereka di kawasan hutan produksi tanpa izin dari Menteri Kehutanan adalah pelanggaran tindak pidana kehutanan.

4.4.Bahwa prosedur untuk mendapatkan pelepasan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan dalam surat keputusan bersama dari Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 364/Kpts-II/90, No. 519/Kpts/HK.050/7/90, No.23-VII-1990;

4.5.Bahwa untuk persyaratan mendapatkan ijin pelepasan Kawasan Hutan Produksi peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menut-II/2008 adalah sebagai berikut : Akte pendirian, NPWP, Rekomendasi Gubernur, Izin Usaha Perkebunan dari Bupati, Izin Lokasi dan rekomendasi dari Bupati, Project proposal, Surat pernyataan didepan Notaris tentang kesanggupan untuk tidak mengalihkan areal yang dimohon, Neraca perusahaan yang telah diaudit, Profil perusahaan, Peta penafsiran citralandsat liputan terbaru yang telah disahkan oleh Ditjin Planologi Kehutanan,Berita acara hasil survey.

4.6.Bahwa untuk prosedurnya mendapatkan ijin pelepasan Kawasan Hutan Produksi peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menut-II/2008 adalah sebagai berikut : Permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan melampirkan persyaratan sebagai mana dalam persyaratan tersebut, Persyaratan dipenuhi, Menteri Kehutanan mengeluarkan persetujuan prinsip yang memerintahkan kepada Ditjin Planologi Kehutanan untuk melakukan tata batas areal yang dimohon, Menteri menerbitkan Surat Keputusan tentang Pelepasan Kawasan Hutan untuk pengembangan usaha perkebunan atas nama Pemohon;

4.7.Bahwa areal PT. Mandum PayahTamita bergerak di bidang Hutan Tanaman termasuk kawasan hutan produksi tanpa ijin usaha dari Menteri Kehutanan ada idikasi pelanggaran sebagai mana dimaksud dalam pasal 50 ayat (3) huruf a Jo pasal 78 ayat (2) Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan atau Pasal 17 ayat  (1) Jo pasal 46 Undang-Undang No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan.

4.8.Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan ditentukan hutan Konvensi adalah Kawasan Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawasan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, antara lain Taman Nasional, Cagar Alam, Taman Hutan Rakyat, Suaka Margasatwa. Kawasan Hutan Lindung Cut Mutia kini menjadi areal konsesi PT. MPT adalah bentangan alam Zona Penyangga (Buffer zone) Taman Nasional Gunung Leuser atau dikenal dengan nama Kawasan Ekosistem Leuser.

4.9.Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan ditentukan hutan Lindung (HL) adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Kawasan Hutan Lindung Cut Mutia kini menjadi areal konsesi PT. MPT adalah kawasan yang telah ditetapkan sebagai Hutan Lindung dengan fungsi yang disebutkan diatas.

4.10.Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan ditentukan hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan,dan Kawasan Hutan Produksi terdiri dari hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Sementara dalam RKT PT. MPT akan diubah tampa keputusan menteri menjadi tanaman sawit.

5.Lokasi yang telah dimiliki oleh PT MPT adalah lokasi yang telah ditetapkan oleh Menhut dalam SK Menhut No. 941/2013 dalam peruntukan kawasan hutan prosuksi dalam penataan ruang.

5.1.Jika dilihat bahwa PT MPT baru mengantongi izin penujukan kawasan bukan Penetapan oleh sebab itu mereka belum boleh beroperasi dilokasi dalam bentuk pemanenan, hanya boleh pembersihan areal logpond yang dimohonkan dan penataan batas, maka berdasarkan PP No. 44 / 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Pasal 15 bahwa pengukuhan kawasan hutan harus melalui menteri. Pasal 16 ayat (2) Pengukuhan kawasan hutan harus melalui tahapan proses :

a.Penujukan kawasan hutan ;

b.Penataan Batas Kawasan Hutan ;

c.Pemetaan Kawasaan Hutan ; dan

d.Penetapan Kawasan Hutan.

5.2.berdasarkan PP No. 44/ 2004 yang abang sebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) Tahapan Pelaksanaan Penataan Batas mencakupi kegiatan :

a.Pemancangan Patok Batas Sementara ;

b.Pengumuman hasi Pemancangan Patok Batas Sementara ;

c.Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada di sepanjang trayek batas dan di dalam kawasan hutan;

d.Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakat di sekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara;

e.Penyusunan Berita Acara Pemancangan batas sementara yang disertai dengan peta pemancangan patok batas sementara;

f.Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas;

g.Pemetaan hasil penataan batas;

h.Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas; dan

i.Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur.

5.3. Dan ini menjadi tanggung jawab Bupati Aceh Utara terkhusus instansi Teknis yaitu Kehutanan. Sementara dokumen dan proses tersebut sama sekali tidak tersebutkan dalam RKT mereka yang kami terima. Kejanggalan demi kejanggalan semakin terbuka disaat kita menyimak PP No. 44/2004, Pasal 20 :

(1)  Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (3) dilakukan oleh Panitia Tata Batas kawasan hutan.

(2) Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Bupati/Walikota.

(3)  Unsur keanggotaan, tugas dan fungsi, prosedur dan tata kerja Panitia Tata Batas kawasan hutan diatur dengan Keputusan Menteri.

(4) Panitia Tata Batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain bertugas:

a.melakukan persiapan pelaksanaan penataan batas dan pekerjaan pelaksanaan di lapangan;

b.  menyelesaikan masalah-masalah :

1) hak-hak atas lahan/tanah disepanjang trayek batas;

2) hak-hak atas lahan/tanah di dalam kawasan hutan;

c. memantau pekerjaan dan memeriksa hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan tata batas di lapangan;

d. membuat dan menandatangani Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan.

(5) Hasil penataan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang ditandatangani oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan dan diketahui oleh Bupati/Walikota.

(6) Hasil penataan batas kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disahkan oleh menteri. Pemetaan yang dimaksud tersebut harus temu gelang dan harus menyelesaikan pihak-pihak lain dan pihak ketiga seperti masyarakat, perusahaan disepadan batas wilayah PT.MPT dan RTRW Aceh Utara. Bila belum diselesaikan maka belum dapat di tanda tangani oleh menhut. Selain itu dalam Tim Tata batas sendiri harus melibatkan unsur pemerintah, masyarakat dan kalangan yang berkepentingan terhadap wilayah dan kawasan hutan tersebut.

5.4. Secara teknis berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.

“Pasal 2”

(1) Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui tahapan:

a. penunjukan kawasan hutan;

b. penataan batas kawasan hutan; dan

c. penetapan kawasan hutan.

(2) Tahapan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan kegiatan:

a. penunjukan dengan Keputusan Menteri;

b. pelaksanaan tata batas;

c. pembuatan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan yang ditandatangani oleh Panitia Tata Batas atau pejabat yang berwenang; dan

d. penetapan dengan Keputusan Menteri.

(3) Pemetaan kawasan hutan dilakukan pada setiap tahapan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pada ayat (2) huruf c. Adalah kewenangan bupati atau walikota setempat. Maka tidak ada istilah sudah diambil alih oleh pejabat provinsi.

Pasal 3, ayat (1) “Dalam hal suatu areal telah ditunjuk dengan Keputusan Menteri maka yang digunakan sebagai acuan kawasan hutan adalah penunjukan kawasan hutan“.

Pasal 7, ”Kawasan hutan wilayah provinsi dan wilayah tertentu secara parsial yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b, apabila mengalami perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sejalan dengan proses revisi tata ruang wilayah, maka terhadap kawasan hutan wilayah provinsi dilakukan perubahan dengan Keputusan Menteri”. Jelas dalam areal PT MPT telah ada penetapan 2 kawasan : 1. Hutan Lindung Cut Mutia, 2. PKG Cut Mutia dalam bentuk Conflik Rescue Unit (CRU) Gajah dan Manusia yang kerap terjadi diwilayah ini. 2 kawasan ini sudah masuk dalam RTRW Aceh Utara. Maka revisi izin PT. MPT harus melalui Keputusan Menteri Kehutanan.

6.Bahwa dalam PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah  Nasional (RTRWN)Tanggal Dikeluarkan pada 10 Maret 2008, dalam pasal 7, ayat (1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, meliputi: a.pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan b.pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

6.1.Pada pasal 57, ayat (1) Rencana pola ruang wilayah nasional terdiri atas: a. kawasan lindung nasional; dan,  b. kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional. Lokasi PT.MPT adalah kawasan Lindung Nasional dalam areal Zona Penyangga Kawasan Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser. Hal ini diperjelas dalam pasal 52, ayat (3) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, Salah satunya disebutkan dalam huruf f. taman nasional dan taman nasional laut;

6.2.Pada pasal 52, ayat (4) Kawasan rawan bencana alam terdiri atas, huruf c. kawasan rawan banjir. Masih saja dikeluarkan izin tanpa mengindahkan perundangan yang diatas. Selain itu pada Pasal 78, menjelaskan “Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan kriteria, pada huruf d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional”. Karena dalam kawasan tersebut terdapat Makam Pahlawan Nasional Tgk. Cut Mutia yang dinobatkan oleh bangsa Indonesia sebagai Pahlawan Wanita Nasional dari Aceh.

6.3.Pasal 114,

(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(4) Pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak besar dan penting dikoordinasikan oleh Menteri.

6.4.Jelas disana lebih dahulu ada kawasan hutan lindung Cut Mutia dari pada Izin PT. MPT, dengan kata lain Pemerintah Aceh tidak mengindahkan RTRWN dalam menerbitkan kembali izin IUPHHK-HTI PT. MPT yang kita ketahui diterbitkan tahun 2003. Pada saat PT. MPT mengajukan ulang kembali izin operasinya saat melakukan penyusunan RKT, seharusnya sebagai instansi teknis Dishut Provinsi memanggil pihak perusahaan untuk dievaluasi kembali izinnya. Karena pada pemerintahan masa Irwandi Yusuf, melalui Aceh Green salah satu staff Gubernur yang mengawasi perizinan pernah memanggil semua perusahaan dan dinas terkait untuk evaluasi ulang semua izin.

6.5.Keberadaan Hutan Lindung (HL) Cut Mutia dalam kawasan PT. MPT sangat mengkhawatirkan SILFA, karena tidak ada penempatan petugas Pengaman Hutan dalam menjaga kemungkinan kalau PT MPT tidak merambah kedalam kawasan hutan Lindung. Selain itu nilai cagar budaya terhadap situs sejarah bangsa Indonesia terletak dalam kawasan PT MPT yaitu makan Pahlawan Nasional Tgk. Cut Mutia.

7.Izin PT. PMT mengandung unsur pelanggaran hukum tidak mengantongi Izin Amdal.

7.1.Sesuai UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Setiap perusahan Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum wajib mengantongi izin AMDAL pada setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.

7.2.UU No. 32 Tahun 2009, Pasal 14 berbunyi “ Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas” secara khusus dapat dilihat pada huruf :

a. KLHS;

b. tata ruang;

c. baku mutu lingkungan hidup;

e. amdal;

f. UKL-UPL;

g. perizinan;

h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;

k. analisis risiko lingkungan hidup;

l. audit lingkungan hidup;

7.3.Pasal 22, ayat (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Kenapa PT. MPT wajib mengantongi Amdal sebelum melaksanakan kegiatan mereka, karena dalam Pasal 23, ayat (1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas:

a.  pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

b.  eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;

c.  proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;

d.  proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

e.  proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;

f.   introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;

g.  pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;

h.  kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau

i.   penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

11.4. Penyusunan Dokumen harus melibatkan masyarakat seperti disebutkan dalam pasal 26 dalam UU tersebut yang berada disekitar lokasi permohonan  amdal, Dengan mengajukan susunan dokumen yang memuat data isian sebagaimana disebutkan pasal 25 yaitu:

a.  pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;

b.  evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;

c.  saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;

d.  prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;

e.  evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan

f.  rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

8.PT. MPT tidak masuk dokumen dalam daftar pemegang IUPHHK-HTI Dephut hingga update Mei 2014. Dengan demikian jelas perusahaan tersebut belum mengajukan dan mendapat izin dari kemenhut.

Penyampaian 10 dampak yang disampaikan oleh warga dalam menuntut penutupan dan pencabutan izin PT, MPT dan ada 8 indikasi pelanggaran hukum oleh perusahaan yang disusun oleh LSM SILFA.

Demikianlah rilis ini kami buat, atas segala perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

[caption id="attachment_334551" align="alignleft" width="300" caption="Warga mendiskusikan dan menyampaikan tuntutan kepada pihak perusahaan didampingi Pihak Kepolisian"]

14156373951665772939
14156373951665772939
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun