Pertama kali menjadi anak kos , yaitu saat mjd mahasiswa, karena pertama kali merantau itu ya saat melanjutkan kuliah. Saya melanjutkan kuliah disemarang, karena kakakku kuliah disitu, saudaraku ada yang berdomosili semarang dan merasa lebih familiar dng Semarang. Dengan begitu jika terjadi sesuatu (misalnya kekurangan uang ) bisa kabur ke rumah saudara (heheh), untuk meminta pertolongan pertama.
Dari awal kuliah, jatah yang diberikan oleh ayah saya , mampu saya kelola dengan baik. Indikasinya tiap akhir bulan tidak pernah mengalami yang namanya kekurangan uang.pas jatahnya ambil uang ya pas itu pula uangnya habis. Persoalan makan juga bukan hal yang susah bagi saya, karena kesukaan saya makan dengan lauk tempe.Daging, ayam dan telur tidak begitu suka.entah karena sudah kebiasaan waktu kecil yang adanya seringkali tempe, ato memang dilidah pasnya ya tempe goreng, mendoan yang harganya sesuai kantong mahasiswa.Kalaupun ayam, sangat suka sekali sama yang namanya ayam kampung. Tapi saya rasa susah sekali nyari makanan lauk ayam kampung. Untuk menyeimbangkan biasanya saya beli gongso daging ato telur. Dan untuk persediaan dikala kolaps males keluar kos nyari makanan, saya stok mie telur dan susu.
Karena uang ngepas2 saja buat beli makan, saya mulai berpikir gimana supaya dengan jatah sebulan bisa dipake utk banyak kebutuhan.Selain makanan, kebutuhan mahasiswa waktu itu kan bergaul, mejeng , fotokopi diktat, rental komputer, transportasi untuk mengerjakan tugas ato plesiran. Sesuai hobi saya yang memang doyan bepergian bareng2 sama teman2 akrab. Sedangkan untuk minta jatah tambahan , hati ini rasanya engga tega, melihat kehidupan orangtua di kampung yang berjuang menyekolahkan saya, dan saya malahan enak2an sekolah dng jatah yang berlebihan.
Akhirnya muncul ide untuk memasak, memasak nasi (kalo masak sayuran saya malas , maklum kategori mahasiswa pemalas hehehe ). Masak nasi pake rice cooker, tinggal colok mateng.Kebetulan sohib ada yang bawa rice cooker. Setiap bulan saya bawa beras, itupun saya ngambil berasnya dari rumah kakak (secara kakak pns yang dapet jatah beras lumayan banyak ). Meskipun saya kategori pemalas, tapi demi kehidupan yang lebih baik, saya rela jauh2 dari rembang semarang untuk berbekal beras 3 or lima kilo.karena beras segitu juga udah cukup buat makan saya sebulan.Bahkan kdng temen2 saya ikutan nimbrung makan nasinya dan biar simple lauknya beli. Palingan pekerjaan tambahannya nyuci piring. Karena memasak, jatah bulanan saya mampu di pakai untuk berbagai macam kebutuhan.dan itupun setiap seminggu sekali saya off masak, dan waktunya makan enak.Makan enak ini artinya makan beli disekitaran kampus dan mencoba coba kuliner di warung2 yang belum pernah kita makan. Selama kuliah saya menjalankan hal tsbt. Saya tidak merasa berat, kecil hati ataupun melakukannya krn keterpaksaan.Saya menikmati apa yang saya lakukan. Karena dengan begitu saya mampu memenuhi semua kebutuhan hidup saya.Saya mampu beli baju, mampu kemping, plesiran ke temen yang kuliah di kota yang lain dan sesekali mencoba makanan junk food di Semarang bawah. Yang waktu itu masih merupakan makanan sedikit mewah versi saya.Bahkan kalo lagi malas naik motor sesekali kita ke simpanglima (Citraland ) nonton film yang lagi booming saat itu dan pulangnya ke tembalang naik taksi. Mungkin itu hal sederhana bagi anaknya orang kaya tapi luar biasa bagi saya.
Untuk pengerjaan tugas, terkadang riwa-riwinya saya seringdipinjami temen saya motor dan saya isi bensin. Jadi lumayan ngirit utk pengeluaran dlm hal transportasi. Kalau ada tugas yang harus mengetik memakai komputer, saya dipinjami komputer temen saya ato kakak kelas dan untuk nge printnya kadang sharing beli tinta bareng (Investasi sosial yang sangat terasa manfaatnya ).Kalau kos2an saya memilih kos yang sesuai dng kantong saya, bersih dan murah.
Itulah sekelumit kisah ketika menjadi anak kos. Selain itu dng adanya Persahabatan diantara anak kos yang kental sehingga bisa saling men transfer ilmu ato pengalaman yang sangat berguna bagi kita khususnya saya. Dalam hidup, apapun harus kita lakukan untuk bisa bertahan hidup secara mandiri tanpa merugikan orang lain dan membangun relasi sebanyak2nya untuk investasi sosial (tapi bukan untuk jadi azaz manfaat ya ). Karena sejatinya hidup itu tidak bisa sendirian, harus saling ..saling menolong, menghargai, mengerti dan memahami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H