Mohon tunggu...
Iron Fajrul
Iron Fajrul Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara dan dosen

Pembaca dan pelintas semesta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Palestina: Bentuk Baru dan Dukungan atas Hukum Jim Crow

3 Desember 2023   00:11 Diperbarui: 3 Desember 2023   00:11 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita tindakan Diskriminasi dan Pelanggaran HAM di israel yang sistematis - sumber: haaretz.com, reuters.com, theguardian.com

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan....." -- Preambule UUD 1945, 18 Desember 1945, Indonesia.

PENDAHULUAN

Sejarah dimulai dari pendirian negara israel pada tahun 1948 dan perang Arab-israel yang menyertainya. Setelah pendirian negara israel, terjadi pendudukan dengan paksaan atas dasar tujuan yang berafiliasi dengan agama yahudi,  berimbas pada konflik berkepanjangan mengenai tanah dan hak-hak politik manusia di wilayah tanah Palestina dengan dibangunnya pemukiman israel yang dianggap oleh banyak pihak sebagai pelanggaran hukum internasional.

Menariknya israel menyebut dirinya adalah negara demokratis dan berbasis hukum dengan sistem parlementer dengan Yerusalem sebagai ibu kota. Negara israel lahir didasari adanya gerakan zionisme, yaitu gerakan politik dan nasional yang muncul pada akhir abad ke-19 yang bertujuan untuk mendirikan dan mempertahankan negara Yahudi di tanah yang disebut "Zion," yang dalam pandangan historis agama sepihak merujuk pada tanah Palestina. Berbagai tindakan dari Israel yang berupaya memperluas wilayahnya dengan bentuk politik diplomatis dibarengi secara represif-ofensif penuh kekerasan kepada penduduk Palestina, yang dapat dikatakan jauh dari bentuk Negara demokrasi dimana oleh Pemerintah Amerika Serikat dipastikan akan mendukung keberlanjutan dan keamanan Israel dengan dalih apapun sebagai standar gandanya.

SEGREGASI RASIAL ATAS NAMA DEMOKRASI 

Kebijakan amerika serikat yang mendukung israel telah menjadi konsisten selama beberapa dekade, dan ini telah ditekankan oleh hubungan politik, keamanan, ekonomi, yang timbul karena faktor adanya keterikatan sejarah dan budaya dimana sejak pendirian negara israel pada tahun 1948, masyarakat yahudi di negara amerika telah mendukung israel secara luas sebagaimana aktivitas lobi Pro-israel di amerika serikat seperti AIPAC (American israel Public Affairs Committee), yang memiliki pengaruh besar hubungan yang kuat antara amerika serikat dan israel.

Dukungan pemerintah amerika serikat sebenarnya tidaklah mengejutkan, karena dalam periode sejarah hidup negara amerika sendiri, mendukung bentuk diskriminatif sebagai hukum Negara yang oleh sebagian warga negaranya masih dibanggakan sebagai suatu periode keagungan dan pertunjukan panggung kekuasaan kaum ras kulit putih hingga saat ini, sungguh suatu paradoks yang menganggap dirinya adalah Negara demokrasi terbesar di dunia, yang secara sadar telah berbuat penyimpangan dari tujuan berdirinya negara amerika dan dalam konstitusinya yang didasari oleh pengagungan hak asasi manusia itu sendiri, tersebutlah kemudian berlaku yang disebut sebagai "Jim Crow laws". 

Istilah "Jim Crow" awalnya merujuk pada karakter stereotip yang muncul dalam pertunjukan panggung teater di Amerika Serikat pada awal abad ke-19. Pertunjukan tersebut umumnya menampilkan orang kulit putih yang mengejek dan memperolok orang kulit hitam, menggambarkan mereka sebagai bodoh, malas, atau tidak beradab. Karakter Jim Crow menjadi simbol stereotip rasial dan diskriminasi yang melibatkan humor yang merendahkan.

Segregasi Rasial di era Jim Crow Law-sumber upload.wikimedia.org
Segregasi Rasial di era Jim Crow Law-sumber upload.wikimedia.org

Hukum Jim Crow adalah serangkaian undang-undang diskriminatif dan kebijakan yang diberlakukan di Amerika Serikat, terutama di wilayah Selatan amerika serikat, pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20. Hukum ini bertujuan untuk memisahkan ras, terutama antara orang kulit hitam (Afrika-Amerika) dan orang kulit putih, serta menegakkan supremasi rasial putih. Hukum Jim Crow memberikan dasar hukum untuk segregasi rasial di berbagai bidang kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, transportasi, tempat-tempat umum, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Beberapa contoh inklusi hukum pemisahan antara ras adalah peraturan kereta api terpisah untuk orang kulit hitam dan kulit putih, sekolah-sekolah yang terpisah untuk anak-anak kulit hitam dan kulit putih, dan pembatasan hak suara yang ditujukan untuk mencegah partisipasi politik orang kulit hitam. Meskipun undang-undang ini secara resmi dihapuskan setelah Gerakan Hak Sipil pada 1960-an, praktik diskriminasi rasial masih terus dirasakan warga negara Amerika dari ras selain kulit putih yang masih saja memperjuangkan kesetaraan dan hak sipil hingga saat ini.

ZIONISME DAN SUPREMASI KULIT PUTIH

Supremasi rasial kulit putih adalah ideologi yang menyatakan bahwa kulit putih lebih unggul daripada kulit berwarna lainnya, terutama kepada orang berwarna (kulit hitam, kulit merah, ras asia, latin, Indian, dll). Ideologi ini memiliki akar sejarah dalam rasisme dan kolonialisme, dan di Amerika Serikat, yang menjadi Paradoks terhadap kampanye Hak Asasi Manusia sebagai common standart untuk menyerang negara lainnya, namun ternyata oleh Amerika Serikat, sebagai negara yang mengakui hak asasi manusia sebagai dasar konstitusi negaranya, namun mendukung dan membiarkan sistem yang melanggar hak asasi manusia.

Dukungan Pemerintah Amerika Serikat atas segregasi rasial oleh Pemerintah Israel, salahsatunya tampak pada tahun 2013, dalam laporan investigatif oleh media Israel, Haaretz, dan diberikan juga oleh media-media internasional, dari Media Reuters, berita di media The Guardian, yang meliput adanya diskriminasi yang kasar terhadap warga Israel keturunan yahudi Ethiopia, khususnya terkait dengan praktik kontrasepsi untuk menekan angka kelahiran. Laporan-laporan investigasi jurnalistik media tersebut mengungkapkan tindakan terhadap setiap warga negara israel dengan kategori perempuan yahudi Ethiopia, telah mengalami tekanan pemaksaan oleh pejabat medis Israel untuk menggunakan kontrasepsi, terutama suntikan kontrasepsi Depo-Provera. Suatu dilema dimana Kedatangan komunitas Yahudi Ethiopia dikenal dengan sebutan Beta Israel atau Kaduan, yang menganggap diri mereka sebagai keturunan suku-suku Israel yang bermigrasi ke Afrika Timur sebelum dan selama zaman kehancuran Bait Suci Pertama di Yerusalem pada tahun 586 SM. Sejumlah besar Yahudi Ethiopia pindah ke Israel melalui operasi-evakuasi dan pemukiman, seperti Operasi Solomon pada tahun 1991 yang mengangkut ribuan orang dalam waktu yang sangat singkat yang dikenal sebagai Aliyah, dengan harapan menjadi bagian integral dari masyarakat negara Israel dengan mempertahankan warisan budaya dan keagamaan mereka.

Langkah-langkah kontrasepsi seharusnya selalu menjadi pilihan sukarela sebagai layanan kesehatan reproduksi dengan tanpa tekanan/paksaan dan diskriminasi. Hal tersebut diduga sebagai tindakan pemerintah Israel secara sadar untuk memurnikan darah kaum Yahudi zionis adalah hanya ras kulit putih saja, dengan upaya yang secara sistematis menolak kelahiran bayi dari yang mengaku yahudi Israel dari manusia kulit berwarna hitam, suatu bentuk genosida yang sistematis terhadap warga Negara Israel sendiri. Berita terkait sebagaimana dalam link di bawah ini :

Berita tindakan Diskriminasi dan Pelanggaran HAM di israel yang sistematis - sumber: haaretz.com, reuters.com, theguardian.com
Berita tindakan Diskriminasi dan Pelanggaran HAM di israel yang sistematis - sumber: haaretz.com, reuters.com, theguardian.com

RESPON DAN GERAKAN

Atas tindakan represif-ofensif dengan kekerasan yang nyata dan diskriminasi oleh Israel di tanah dan warga Palestina, menimbulkan respon keras masyarakat dunia dan aktivis hak asasi manusia kepada tindakan Israel yang menjadi sumber ketegangan di kawasan Timur Tengah dan telah mendapatkan perhatian internasional. Adanya potensi perang dunia sebagai dampak besar pada konstelasi keamanan internasional, dimana suatu tindakan ofensif yang terus menerus yang dapat memicu reaksi dari negara-negara yang memiliki afiliasi dan ikatan agama, historis dan kepada Palestina. Reaksi dan respon telah bergerak simultan dalam bentuk unjuk rasa/demonstrasi dijalanan dan tekanan politik dari masyarakat internasional atas nama kemanusiaan dan konsistensi pada tujuan demokrasi yang sebenarnya terhadap kampanye hak asasi manusia, sehingga seharusnya dapat memaksa israel dan pemerintah negara-negara termasuk amerika serikat yang mendukungnya untuk menghentikan diskriminasi dan penjajahan terhadap Palestina. Semoga.

Penulis menutup kajian dengan mengutip suatu pernyataan tegas, terhadap rumah tinggal dan rumah sakit yang hancur, demi manusia dan anak-anak yang terbunuh dengan dibom dan ditembak tanpa belas kasih, maka dengan akal sehat, kita tak boleh berdiam diri memilih netral tak berpihak, bahwa ..... "If you are neutral in situations of injustice, you have chosen the side of the oppressor." -- Desmond Tutu.

(IFA) -- ditulis dari berbagai sumber referensi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun