“Within the character of the citizen, lies the welfare of the Nation” — Marcus Tullius Cicero
PENDAHULUAN
Istilah "masyarakat digital" atau "netizen" adalah istilah yang telah muncul dalam konteks perkembangan teknologi dan internet, dan tidak memiliki etimologi khusus yang terkait dengan bahasa tertentu. Istilah-istilah ini telah muncul sebagai deskripsi dari orang-orang yang aktif terlibat dalam komunikasi, interaksi, dan aktivitas daring. "Masyarakat digital" mencerminkan perkembangan teknologi digital, internet, dan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Istilah ini digunakan oleh ahli sosiologi dan ilmu sosial untuk merujuk pada masyarakat yang semakin terlibat dalam dunia digital. "Masyarakat" berasal dari bahasa Latin "societas" yang berarti "komunitas" atau "persatuan," sementara "digital" mengacu pada teknologi digital.
Istilah "netizen" adalah gabungan dari kata "internet" dan "warga negara" (citizen). Ini merujuk pada orang-orang yang berperan aktif dalam komunitas internet dan memiliki hak, tanggung jawab, dan identitas dalam dunia maya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Michael Hauben dalam bukunya "Netizens: On the History and Impact of Usenet and the Internet" yang diterbitkan pada tahun 1997.
Netizen, atau warga internet, memiliki pengaruh yang signifikan pada sistem demokrasi dalam berbagai cara. Pengaruh netizen telah berkembang seiring dengan pertumbuhan internet dan media sosial. Berbagai cara di mana netizen mempengaruhi kekuasaan dalam sistem demokrasi, antara lain dalam partisipasi politik yang aktif, kampanye kemanusiaan dan advokasi hak asasi manusia dan dapat berperan sebagai jurnalis warga dengan melaporkan berita dan peristiwa yang terjadi secara langsung. Media sosial memungkinkan berbagai pihak dari netizen untuk berbagi gambar, video, dan laporan tentang berita penting sehingga secara signifikan memengaruhi opini publik melalui media sosial dan komunikasi daring dengan mempengaruhi pendapat dan keyakinan orang lain dengan berbagi informasi, argumen, dan bukti. Bahwa peran netizen dalam demokrasi juga dapat memiliki tantangan, termasuk penyebaran informasi palsu, polarisasi, dan perilaku online yang tidak etis.
TEORI MAX WEBER TENTANG MASYARAKAT
Max Weber adalah seorang sosiolog, ekonom, dan filsuf Jerman yang hidup dari tahun 1864 hingga 1920. Ia merupakan salah satu pemikir sosial terkemuka dalam sejarah dan dikenal karena kontribusinya dalam bidang sosiologi, teori sosial, dan ekonomi. Beberapa konsep terkenal yang dikembangkan oleh Max Weber antara lain:
- "Rasionalisasi" dalam sosiologi, membahas bagaimana masyarakat modern menjadi semakin rasional dan terstruktur.
- Konsep "tindakan sosial" sebagai dasar pemahaman tentang perilaku manusia dalam konteks sosial.
- Teori "etika Protestan" dan hubungannya dengan perkembangan kapitalisme, yang dijelaskan dalam bukunya "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" (1905).
- Konsep "birokrasi" dan "otoritas rasional-legal" yang membahas bagaimana birokrasi dan sistem administrasi modern beroperasi.
- Pemahaman tentang tiga jenis otoritas: tradisional, rasional-legal, dan karismatik.
Max Weber adalah salah satu tokoh utama dalam sejarah pemikiran sosial dan politik. Karyanya masih banyak diperbincangkan dan menjadi landasan bagi banyak penelitian di berbagai bidang ilmu sosial. Weber mengembangkan konsep otoritas rasional-legal dalam teorinya tentang tipe-tipe otoritas dalam masyarakat yang mengacu pada bentuk otoritas yang didefinisikan oleh aturan, hukum, dan peraturan yang rasional. Beberapa poin dalam pandangan otoritas rasional-legal oleh Max Weber adalah:
- Rasionalitas: Otoritas rasional-legal berdasarkan pertimbangan yang rasional. Keputusan yang diambil didasarkan pada hukum, peraturan, atau aturan yang sudah ada, dan keputusan tersebut harus sesuai dengan kriteria rasionalitas yang telah ditetapkan.
- Legalitas: Otoritas rasional-legal juga berhubungan dengan legalitas. Ini berarti tindakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah atau lembaga yang memiliki otoritas rasional-legal harus sesuai dengan hukum yang ada.
- Birokrasi: Max Weber mengaitkan otoritas rasional-legal dengan sistem birokrasi. Menurutnya, birokrasi adalah bentuk organisasi yang paling cocok untuk menerapkan otoritas rasional-legal. Dalam birokrasi, tindakan dan keputusan didasarkan pada aturan, prosedur, dan hukum yang sudah ditetapkan.
- Standarisasi: Otoritas rasional-legal seringkali melibatkan standarisasi dan formalisasi. Ini berarti bahwa tindakan dan keputusan diambil dengan mematuhi prosedur dan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, tanpa memperhitungkan faktor-faktor pribadi atau emosional.
- Kontrol dan Akuntabilitas: Otoritas rasional-legal dapat dikenal dengan baik dan akuntabel. Keputusan yang diambil dan tindakan yang dilakukan dapat dilacak kembali ke peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga ada kontrol yang kuat terhadap otoritas ini.
Pandangan otoritas rasional-legal oleh Max Weber sangat penting dalam pemahaman struktur pemerintahan dan organisasi modern, serta dalam memahami bagaimana otoritas dan kekuasaan dijalankan dalam masyarakat yang didasarkan pada hukum dan aturan. Max Weber memahami hubungan antara otoritas dan kekuasaan dalam masyarakat sebagai konsep yang terkait erat, tetapi tidak identik. Pandangan Weber tentang hubungan ini mencakup beberapa konsep kunci:
- Otoritas (Authority): Weber memandang otoritas sebagai kemampuan seseorang atau sebuah entitas untuk mempengaruhi tindakan individu atau kelompok lainnya. Otoritas terkait dengan hak atau legitimasi yang diberikan kepada individu atau lembaga untuk mengambil keputusan dan mengarahkan perilaku orang lain. Otoritas dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti otoritas tradisional, rasional-legal, atau karismatik.
- Kekuasaan (Power): Kekuasaan, dalam pandangan Weber, adalah kemampuan untuk memengaruhi atau mengubah tindakan orang lain, terlepas dari apakah ada legitimasi yang sah (otoritas) atau tidak. Kekuasaan tidak selalu bersumber dari legitimasi, dan bisa mencakup berbagai cara, termasuk ancaman, pengaruh ekonomi, kekuatan fisik, atau manipulasi.
- Hubungan antara Otoritas dan Kekuasaan: Weber mengakui bahwa otoritas dan kekuasaan dapat bersinggungan dalam praktiknya. Dalam kehidupan sehari-hari, orang atau lembaga dengan otoritas seringkali memiliki kekuasaan untuk mendukung atau menegakkan otoritas mereka. Namun, Weber juga menyadari bahwa ada situasi di mana kekuasaan mungkin digunakan tanpa otoritas yang sah. Misalnya, seseorang yang tidak memiliki legitimasi formal dapat mencoba memengaruhi orang lain melalui kekuasaan pribadi atau ekonomi.
- Tipe-tipe Otoritas: Weber mengidentifikasi tiga tipe otoritas: tradisional, rasional-legal, dan karismatik. Masing-masing tipe otoritas memiliki karakteristik yang berbeda, dan ini memengaruhi cara otoritas dan kekuasaan berhubungan dalam masyarakat. Otoritas rasional-legal, yang didasarkan pada hukum dan peraturan, seringkali memiliki struktur yang lebih terstruktur dan bisa lebih mudah dipisahkan dari kekuasaan pribadi.
Dalam pandangan Weber, otoritas adalah legitimasi formal yang memberikan hak untuk memerintah atau mengarahkan, sementara kekuasaan adalah kemampuan untuk memengaruhi tindakan orang lain, terlepas dari legitimasi formal. Hubungan antara keduanya sangat penting dalam masyarakat, dan pemahaman tentang bagaimana mereka berinteraksi membantu kita memahami bagaimana kekuasaan dan kontrol dijalankan dalam berbagai konteks sosial dan politik.