Masyarakat cenderung masih mengedepankan hasrat untuk selalu mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di pesisir secara berlebihan disamping kelestariannya. Kerusakan terumbu karang di daerah Sumenep, Situbondo dan Jember, di bagian pesisir selatan propinsi Jawa Timur merupakan contoh permasalahan yang ditimbulkan akibat ekploitasi berlebihan pada pemanfaatan wilayah pesisir untuk sektor perikanan.Â
Masih banyak perilaku masyarakat yang dianggap kurang baik ketika berusaha menangkap ikan yaitu masih menggunakan bahan peledak. Jika ekosistem terumbu karang sudah terganggu tidak menutup kemungkinan seluruh ekosistem laut dan sekitarnya termasuk wilayah pesisir juga akan terganggu.
Sehingga dibutuhkan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut baik oleh pemerintah, masyarakat sekitar pesisir maupun pihak yang berkepentingan. Pemerintah sudah seharusnya memberi perhatian yang serius pada permasalahan dan potensi yang ada di wilayah pesisir, terutama dilakukan oleh pemerintah kabupaten seperti Kabupaten Sampang melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).Â
Solusi ini merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi tekanan ekologis dan menjadi suatu dasar pertimbangan pemerintah kabupaten dalam pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir yang berpegang pada konsep upaya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan ( ICZM).Â
Pemerintah juga harus melakukan suatu kajian yang lebih mendalam untuk memperoleh gambaran komprehensif terhadap kualitas dan kondisi lingkungan wilayah pesisir dalam upaya mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam agar tetap mempertahankan daya dukung lingkungan. Salah satu solusi yang bisa dilakukan yaitu pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mencegah pembuangan limbah ke perairan laut.
Baca juga: Potensi Sumber Daya Alam di Kelurahan Kebondalem, Kabupaten Pemalang
Wilayah pesisir dengan potensi cukup tinggi harus mendapatkan perhatian khusus pada aspek pengelolaannya agar potensi dan kelestariannya dapat dipertahankan atau bahkan dapat berkembang secara optimal. Pengelolaan wilayah pesisir Provinsi Jawa Timur telah dijelaskan pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur.Â
Peraturan daerah tersebut bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi yang terintegrasi, aman, berdaya guna, serta berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur dengan prinsip partisipatif. Pengelolaan wilayah pesisir membutuhkan adanya suatu kesatuan wawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir melalui perencanaan yang rasional dan terintegrasi antara sektor dan pemangku kepentingan.Â
Perencanaan ini dapat diwujudkan dalam bentuk rencana zonasi untuk menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan dengan menetapkan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh kedua belah pihak baik sektor maupun pemangku kepentingan.Â
Perencanan juga memuat bentuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam pemanfaatannya. Upaya lainnya untuk mempertahankan dan melesatarikan wilayah pesisir adalah dengan pendekatan dan pemberdayaan masyarakat pesisir.
Permasalahan dalam pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dapat diatasi dengan menetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang jelas sehingga suatu daerah tidak akan mengalami kesulitan dalam menetapkan suatu kebijakan. Konsep wilayah pesisir juga harus diperhatikan sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif pemerintahan sehingga akan dapat mencegah konflik kepentingan antar daerah dan mencegah pengelolaan wilayah pesisir yang cenderung bersifat sektoral sehingga tidak akan melahirkan suatu kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.Â