Mohon tunggu...
Irna Nasution
Irna Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Samudra, Langsa, Aceh

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Suryakanta Istidraj

17 Maret 2023   10:50 Diperbarui: 19 Maret 2023   15:42 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tatkala pendar disingsingkan, berlian jatuh berkilauan

Ia dipertemukan, memungut dengan cekatan, serasa berada di atas kulminasi
Ya tuhan, nikmat apakah yang indah ini?
Pun ia tertawa kegirangan

Saujana berkelana, bak hujan duit tak mau reda
Tiap detik menghunjam mati, bagaimana diri tak suka cita
Ya tuhan, nikmat apakah yang indah ini ?
Pun ia tertawa kegirangan

Tatkala bilal-bilal masjid saling bersaut merdu
Fajar mulai mengintip malu, pertanda subuh memasuki waktu
Tak payah bangun, sebab kurang tidur membuat kerja esok terganggu
Pun arunika menghangatkan tubuh makhluk bumi
ia berangkat kerja tanpa bayar hutang pada khaliknya
di sini ia memenangkan bisnis lagi, duit menghujaninya sebentar lagi
Ya tuhan, nikmat apakah yang indah ini ?
Pun ia tertawa kegirangan

Jendela dan pintu ditutup rapat, agar setan tidak masuk ke dalam rumah
Adalah pertanda maghrib memasuki waktu
Pun ia baru pulang kerja, mandi lalu tiduran supaya penat mereda
ia terlelap, hingga berulang hari barunya
Tanpa bayar hutang pada khaliknya, persis hari-hari kemarin
Manakala ia bertemu pak tua, mata memelas seakan memberitahu dirinya butuh makan
Pun pak tua ditinggal, pasalnya pak tua memelas di atas sajadah
Barangkali baru bayar hutang pada khaliknya, tak payah membantu pak tua
Harusnya dia bekerja bukan diam dan berdoa saja, Pun aku kaya karena bekerja

Temaram pun tampak selalu benderang, raga sempurna tak kunjung disapa sakit
keluarga kian menggaya, berlagak naik takhta
Pun amnesia bayar hutang pada khaliknya
Semuanya baik-baik saja, asal selalu bekerja
Ya tuhan, adakah engkau terlampau menyayangiku sebab selalu bekerja ?
Pun ia tertawa kegirangan, Senandika bentala sedih menyaksikan

Tatkala ia bertanya tentang nikmat, sedang ia sendiri tak taat syariat
Kumandang adzan dianggap rutinitas masjid belaka
Tak berniat beranjak sebab kerja lebih utama
Ugahari subuh menyapa, tidur ku tidak boleh kurang
Barangkali mulai lupa tata cara sujud

Bodoh kah ia....?
Sebab berani mempertanyakan nikmat, sedang ia sendiri jelas-jelas bejat
Pun berkawan baik dengan maksiat
Bodoh kah ia....?
Sebab berani mengira tuhan menyayanginya, sedang ia jelas-jelas terlena pada dunia
Pun akrab dengan kufur dan begitu mencintai riba

Lengkara engkau temui jawaban indah atas nikmat apakah itu
Sedikit membuka mata dan memfungsikan renjana
Kini kau benar-benar celaka, sebab tuhan tak ingkar dengan janjinya
Sekonyong-konyong kamu disiksa, terdiam berputus asa
Sebab kamu zalim, terimalah kemusnahan sampai ke akar-akaranya
Tatkala sebenarnya kamu fasih dengan peringatan, tapi semua lindap ditipu kesenangan
Hingga abai sampai ke pemakaman, dan kau berakhir dengan kesia-siaan

Rasulullah saw bersabda : "Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan, (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun