Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tren Mempolisikan Guru, Lahirkan Generasi Manja

11 Agustus 2016   10:00 Diperbarui: 11 Agustus 2016   10:56 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya yakin, begitu pembaca melihat judul tulisan saya kali ini, akan ada banyak pemikiran yang pro dan kontra. Namun apa yang saya ungkapkan ini adalah semata-mata karena rasa prihatin saya terhadap nasib guru di Indonesia.

Akhir-akhir ini, saya sering melihat pemberitaan dimana guru dilaporkan ke polisi oleh orangtua murid. Dan pagi ini, saya kembali melihat berita melalui salah satu media online, bahwa seorang guru di Makassar dipukul orangtua murid karena tidak terima lantaran anaknya ditampar sang guru. Singkat cerita, ternyata si guru menampar muridnya karena telah menghina gurunya setelah ia ditegur karena tidak mengerjakan tugasnya. Kemudian sang anak mengadu ke orangtuanya, dan tak lama kemudian orangtuanya datang ke sekolah dan memukul guru si anak. Lain cerita, beberapa waktu yang lalu seorang guru di Sidoarjo dilaporkan ke polisi oleh orangtua murid (yang merupakan anggota TNI) yang tidak terima anaknya dicubit sang guru. dan akhirnya sang guru harus disidang di pengadilan.

Kadang saya merasa heran, apa yang sebenarnya yang terjadi dengan pendidikan di Indonesia ini? Guru seakan-akan tidak lagi dihormati dan terlihat wibawanya. Boleh dikatakan, guru adalah orangtua bagi anak-anak di sekolah. Dan sudah menjadi kewajiban guru untuk mengajar dan mendidik siswanya. Dan seharusnya orangtua juga berbesar hati untuk memberikan kepercayaan pada guru di sekolah untuk menjadikan anaknya orang yang pintar dan berkepribadian yang baik.

Saya tahu, sudah kurang relevan jika kita membandingkan sistem pengajaran di era 70an - 90an, dengan sistem pengajaran di era 2000an. Zaman berubah, lingkungan berubah dan beberapa sistem pendidikan zaman dulu sudah tidak cocok lagi untuk diterapkan di zaman sekarang. Namun pernahkah Anda berpikir, anak-anak yang dididik di era "jadul" lebih mandiri, sopan dan tough? Mengapa? Karena dulu mereka benar-benar dididik dengan keras. 

Orangtua dan guru pada zaman itu tidak segan untuk menjewer, mencubit bahkan memukul, anak didiknya jika memang si anak benar-benar melakukan kesalahan. Kedengarannya memang kejam. Namun percaya atau tidak, hal itu cukup memberikan efek jera bagi si anak untuk tidak mengulangi kesalahannya. Anak diajarkan untuk mengetahui dan berani menerima konsekuensi serta bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Dengan begitu, si anak akan berpikir dua kali sebelum berbicara atau melakukan sesuatu.

Dan sebagai seseorang yang mengalami masa kecil dengan gaya pendidikan semacam itu, saya juga ingat. Ketika seorang anak mengadu kepada orangtuanya tentang kejadian yang tidak ia senangi saat gurunya menghukumnya di sekolah, orangtua tidak serta merta datang ke sekolah untuk protes, apalagi sampai melaporkan ke polisi. 

Mereka akan lebih dulu bertanya pada anaknya, mengapa sang guru memarahinya. Percayalah, seorang guru tidak akan menegur / memarahi muridnya jika muridnya tidak berbuat salah. Sifat anak saat dididik berbeda-beda, ada yang ditegur saja langsung mengerti, ada yang harus dimarahi dan dibentak, dan ada juga yang harus dihukum fisik baru paham. Yang saya maksud dengan hukum fisik disini adalah seperti menjewer, mencubit, memukul betis atau hukuman fisik ringan lainnya yang tidak beresiko mencederai si anak.

Saya ingin tahu, berapa banyak dari pembaca, yang di masa sekolah Anda pernah dijewer karena tidak mengerjakan PR? Pernah dipukul betisnya dengan penggaris kayu satu meter karena berkali-kali terlambat datang ke sekolah atau terlibat perkelahian? Pernah dipukul kukunya dengan penghapus kayu papan tulis karena tidak potong kuku? Pernah dilempar kapur karena mengobrol saat guru sedang menerangkan? Pernah disuruh menyikat WC karena menyontek? Pada kenyataanya hukuman semacam itu benar-benar membuat efek jera. Saat baru mengalaminya, mungkin kita akan merasa malu dan marah, bahkan benci dengan guru. Namun, ketika dewasa kita sadar bahwa hukuman-hukuman semacam itu semata-mata untuk mendidik kita supaya kita menjadi orang yang bertanggung jawab dan tidak manja.

Orangtua hendaknya tidak perlu bereaksi berlebihan ketika anaknya mengadu. Akan sangat baik sekali jika mereka tetap mendengarkan dengan bijak setiap anaknya mengadu. Tidak bisa dipungkiri, beberapa kasus pelecehan seksual oleh guru terhadap muridnya di sekolah pun kerap terjadi. Jadi orangtua pun perlu memantau anak mereka saat sekolah dengan bijak. Jika sedikit-sedikit guru dilaporkan ke polisi, bukan tidak mungkin kelak guru-guru akan malas dan memilih mencari aman dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya. 

Mereka tidak peduli dengan perkembangan kepribadian anak didiknya, yang penting nilai pelajaran bagus, orangtua murid senang, dan mereka digaji tanpa harus berurusan dengan kantor polisi. Otak pintar tanpa kepribadian yang baik dan kuat tidak akan menjamin anak siapa pun sukses saat mereka dewasa. Mereka akan menjadi generasi yang manja, tidak sopan, tidak beretika dan "lempar batu sembunyi tangan" karena tidak mengerti caranya bertanggung jawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun