Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kini, Saya Tak Malu Lagi Nonton Film Indonesia

31 Maret 2017   17:13 Diperbarui: 1 April 2017   08:02 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dulu pernah ada masanya ketika saya tidak berminat menonton, apalagi menyukai film Indonesia. SAMA SEKALI. Kenapa? Karena menurut saya, film Indonesia saat itu boleh dibilang ceritanya sangat dangkal. Tidak jauh-jauh dari cerita horor dengan adegan-adegan yang syur, tidak masuk akal (mungkin karena tidak ada riset sebelumnya, karena proses pembuatannya yang kejar tayang) dan kalaupun ada visual effect, kelihatan sekali bohongnya. Karena itu saya selalu merasa tidak rela merogoh kocek untuk menonton film Indonesia di bioskop.

Bahkan, ketika setiap kali melewati papan poster bisokop dulu, saya selalu merasa miris. Karena ketika poster film Indonesia disandingkan dengan poster film-film luar negeri, dilihat dari judulnya saja, sangat terlihat jelas perbedaan kualitas ceritanya. Sehingga saya selalu berpendapat, itulah mengapa film Indonesia tidak pernah mampu bersaing di kancah internasional. Film layar lebarnya saja seperti itu, apalagi film serial alias sinetron-nya.

Sinetron Indonesia sangat khas menonjolkan cerita klasik nan dangkal. Selalu memiliki pola cerita yang sama, si miskin jatuh cinta dengan si kaya. Keluarga si kaya tidak suka dengan si miskin dan akhirnya mem-bully si miskin habis-habisan. Tapi si miskin hanya diam saja dan pasrah, lalu meninggal, dan si jahat pun berjaya. Tak disangka, tokoh si miskin dihidupkan kembali, namun hilang ingatan, lalu kembali. Begitu seterusnya. Dan yang paling parah, karakteristik tokohnya dibuat seadanya. Misal, tokoh dokter hanya dibekali jas putih dengan stetoskop menggantung di leher. Fasilitas rumah sakit pun dibuat seadanya sehingga semua penonton juga tahu, setting-nya hanyalah sebuah rumah sewaan. Dialognya pun seadanya dan tidak mendalam, yang penting penonton suka. Dan ciri khas lainnya, terlalu banyak monolog dan zoom in dan zoom out.

Tapi seiring waktu, kini industri perfilman Indonesia mulai menggeliat membaik. Menurut saya, kualitas film layar lebar Indonesia kini patut diacungi jempol. Ada banyak film-film Indonesia yang patut ditonton karena alur ceritanya yang baik dan tidak monoton, memiliki tema yang unik, pemilihan aktor dan aktris yang berkualitas dan yang terpenting, paling tidak ada nilai moral yang bisa diambil untuk direnungkan sebagai refleksi diri.

Genre ceritanya pun beragam, mulai dari sejarah/autobiografi seperti "Tenggelamnya kapal Van Der Wijk", "Habibie & Ainun" dan "Soegija". Genre roman seperti "Negeri Van Oranje", "Kapan Kawin" dan "AADC" yang terkenal, genre komedi seperti "Comic 8", "The Wedding & Bebek Betutu", "My Stupid Boss" dan "Warkop Reborn", hingga genre bertemakan keluarga penuh moral seperti "Cek Toko Sebelah" dan  "Toba Dreams". Bahkan ada juga film lama yang harus direstorasi dengan biaya tinggi sebelum ditayangkan kembali, yaitu "Tiga Dara".

Film-film yang saya sebutkan di atas adalah beberapa film yang pernah saya tonton dan menurut saya patut diacungi jempol. Jika boleh dipilih, "Toba Dreams" adalah film Indonesia favorit saya sejauh ini. Ceritanya sarat moral dan sangat menggambarkan realita kehidupan yang ada, terutama di Jakarta. Kisah sebuah keluarga sudah lama tinggal di kota, namun terpaksa mudik ke kampung halamannya di Tapanuli karena tuntutan ekonomi. Si sulung yang seorang anak laki-laki bernama Ronggur, menjadi pemberontak dan kabur kembali ke jakarta untuk mengadu nasib. Namun ia jatuh ke jalan yang salah sehingga ia berurusan dengan pekerjaan yang kotor dan kriminal. Ditambah lagi sifat ayahnya yang keras, ronggur semakin menjadi dan ingin membuktikan diri di mata keluarganya hingga akhirnya tidak ada jalan keluar lagi. Meski kaya, Ronggur tidak pernah merasa bisa diterima di keluarganya sendiri dan hubungan dengan istri dan anaknya pun semakin menjauh. Cerita diakhiri dengan cukup tragis ketika sang ayah berlapang dada dan meminta anaknya menyerahkan diri dengan berani dan penuh tanggung  jawab, ketika Ronggur dikepung polisi setelah menjadi buronan yang kabur ke kampung halamannya.

Ada begitu banyak pesan moral yang bisa diambil dari film ini. Misalnya, meski hidup susah kita harus bisa sekuat tenaga untuk menerima dengan lapang dada tanpa terus berhenti berjuang. Jangan pernah mengambil jalan pintas apalagi jalan kriminal untuk mendapatkan kekayaan dengan cepat. Beberapa orang memang memiliki nasib baik ketika bisa dengan mudah memperoleh harta melimpah. Namun selebihnya, semua harus dimulai dari nol. Bahkan orang yang paling kaya pun, adakalanya berada di bawah. Selain itu, perlu diketahui bahwa keluarga adalah satu-satunya yang selalu ada untuk mendampingi dalam suka maupun duka. Oleh sebab itu, sesukses dan semenderita apapun kita, keluarga adalah yang terpenting. Meski keluarga kita memiliki perangai yang bermacam-macam, seperti petikan lagu yang sangat terkenal dari Keluarga Cemara: "Harta yang paling berharga adalah keluarga".

Selain pesan moral, akting para aktor dan aktrisnya pun sangat bagus. Semuanya sangat total dalam memerankan karakternya masing-masing. Dan pengambilan gambarnya pun patut diapresiasi. Saat saya menonton, seringkali terdengar bisik-bisik dari penonton yang lain. Rupa-rupanya banyak dari mereka yang merantau dari tanah Batak, sehingga gambar-gambar yang ditampilkan sebagai setting film membuat  mereka bernostalgia karena teringat kampung halaman mereka.

Film adalah suatu karya seni yang patut dihargai karena banyak sekali orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ada begitu banyak tenaga, waktu, pikiran dan biaya yang dicurahkan untuk menyajikan tayangan yang hanya berdurasi beberapa jam saja. Ayo mari dukung dan hargai film Indonesia, supaya industri perfilman kita semakin baik. Bukan tidak mungkin, kelak perfilman kita bisa mampu bersaing di penghargaan-penghargaan bergengsi semacam Oscar maupun Academy Award.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun