Jujur saya bukan tipe orang yang suka merayakan hari ulang tahun diri sendiri. Sebagian orang mungkin suka merayakan hari ulang tahunnya dengan pesta besar nan meriah yang dihadiri banyak orang dan (mungkin) menghabiskan banyak cuan. Namun saya akan lebih memilih merayakannya dengan memberikan self reward atau makan bersama dengan orang-orang terdekat. Tapi nyatanya merayakan hari ulang tahun dengan orang-orang terdekat pun kini terasa sulit.
Tak disangka, tahun ini menjadi tahun kedua saya berulang tahun di masa pandemi. Sebetulnya saya bahkan tidak pernah menyangka bahwa saya akan merasakan masa pandemi dalam hidup saya. Tapi akhirnya saya menjadi bagian dari sejarah pandemi yang pernah melanda dunia.
Selama satu tahun belakangan, berita sehari-sehari yang sering saya dengar tidak jauh-jauh dari terpuruknya sektor ekonomi dan pariwisata, berbagai jenis istilah pembatasan sosial, banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, chaos karena panic buying, lonjakan kasus pasien positif, tenaga kesehatan yang kelelahan, bed rumah sakit yang penuh, bahkan hingga jumlah lahan pemakaman yang kian berkurang. Pokoknya bikin bad mood, bikin stres, dan bisa bikin down juga.
Dan sampai sekarang, tanda-tanda berakhirnya pandemi nampaknya belum terlihat juga. Yang ada malah pembatasan dengan istilah yang berjilid-jilid. Boleh dikatakan kita semua sudah merasa lelah, bosan, dan stres menjalani situasi yang serba tidak pasti ini. Entah berapa lama lagi.
Oleh sebab itu, ulang tahun kali ini saya tidak berharap banyak. Sebisa mungkin mensyukuri hal-hal kecil yang sudah saya dapatkan dan menyusun kembali goals yang ingin saya raih begitu pandemi ini usai.
Gratitude
Saya seringkali bertemu orang yang ketika berulang tahun, justru malah malu mengatakan usianya. Bahkan mereka cenderung menutupinya dibalik kalimat, "Masih 17 kookkkk..." padahal aslinya 2 kali lipatnya.
Meski saya tahu maksudnya cuma bercanda, saya sering berpikir, kenapa juga harus malu dengan bertambahnya usia saat ulang tahun? Bukannya kita harusnya bersyukur karena Yang Diatas masih berkenan menambahkan usia kita? Apa karena malu kalau dianggap sudah tua?
Saya percaya bertambahnya usia bukan hanya soal tua dan munculnya garis keriput di wajah. Kalau jiwa kita tetap semangat layaknya anak-anak muda, perhatian dengan dengan kesehatan diri sendiri, apalah arti banyaknya angka pada usia?
Bertambahnya usia justru menjadi pengingat kita bahwa masa hidup kita semakin berkurang. Duh, kok horror juga yah? Hihihi.. Oleh sebab itu sebaiknya kita selalu memperbaiki diri supaya lebih bijak, sabar, dan menghargai hidup yang sudah, sedang, maupun yang akan kita jalani. Sampai sekarang saya sendiri pun masih belajar. We learn a whole life isn't it?