Tiga hal yang pertama kali terlintas dalam pikiran saya sebagai boru Batak ketika mendengar 'Pesta Pernikahan Adat Batak' adalah, meriah, lama, mahal.
Memang sih, namanya pesta pernikahan -- mau adat atau nuansa apapun - pastilah suasananya meriah. Dan mahal atau tidaknya, ya relatif karena bisa diatur keperluannya (atau gengsinya) sedemikian rupa, supaya sesuai budget yang disiapkan.Â
Tapi soal waktu, pesta pernikahan adat Batak sudah pasti memakan waktu yang lama. Bila dihitung sejak pemberkatan hingga selesai acara adat, kurang lebih memakan waktu sekitar 10 jam.Â
Bagi mempelai dan keluarganya, tentu lebih lama lagi karena persiapan mereka bisa dimulai sejak subuh. Mulai dari merias pengantin, hingga mempersiapkan acara Marsibuha Buhai.
Secara singkat, Marsibuha Buhai merupakan acara bagi kedua keluarga mempelai, yang dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumahnya, penyerahan Dengke (hidangan ikan arsik) lalu dilanjutkan dengan acara makan (sarapan) bersama sambil memohon berkat supaya acara pada hari itu dapat berjalan dengan lancar.
Setelah Marsibuha Buhai, maka acara dilanjutkan dengan pemberkatan secara agama. Biasanya acara pemberkatan ini berlangsung kurang lebih satu hingga satu setengah jam saja, supaya waktu pelaksanaan acara adat bisa mencukupi.
Lain lagi keriuhan yang terjadi di gedung pesta. Sebelum memasuki gedung, para tamu adat umumnya berkumpul dan berkerumun di depan pintu masuk sambil mempersiapkan sejumlah Dengke yang diletakkan di nampan besar dan Tandok berwarna-warni berisi beras sebagai hantaran.Â
Ketika protokol memanggil kelompok marga tertentu sesuai urutan, maka masuklah rombongan tersebut sambil membawa Dengke dan manghutti Tandok (menjunjung di atas kepala).Â
Momen masuknya barisan rombongan tamu yang disambut oleh penari adat Batak dengan diiringi kemeriahan alat musik Batak ini, selalu menjadi momen favorit saya di acara pesta pernikahan adat Batak.