Umumnya kapal motor seperti ini terdiri dari dua tingkat/dek. Bagi mereka yang tidak suka terkena angin saat kapal berlayar, bisa duduk di dek bawah. Tapi bagi mereka yang ingin melihat pemandangan danau tanpa keberatan terkena angin bisa duduk di dek atas. Kalau saya sendiri sih lebih suka duduk di dek atas karena faktor pemandangan itu tadi.Â
Lagipula kalau duduk di dek bawah agak berisik karena dekat dengan suara mesin dan pastinya tercium bau solar yang lumayan kuat. Kecuali kalau naik kapalnya sore, mau tak mau saya pindah ke bawah. Di samping supaya tidak masuk angin, pemandangannya juga kurang bagus karena gelap.
Suaranya pun lantang mengalahkan suara deru mesin kapal ketika dia mengomel sedikit kepada nahkoda yang mengerem kapal agak mendadak. Pokoknya khas inang-inang Batak deh!
Dan karena kami juga memang belum sempat sarapan, sejak tali kapal dilepas dari penahan besi di pelabuhan, kami sudah bolak-balik menengok ke arah meja dagangannya. Dan kira-kira setelah setengah jam kapal berlayar, saya pun memesan dua piring nasi panas, satu ikan arsik, satu ikan bakar, segelas teh panas, segelas kopi dan satu cup mie instan.
Kami makan bersama di dek bawah bagian belakang sambil menikmati keindahan birunya Danau Toba yang cantik dan dikelilingi hijaunya Bukit Barisan. Rasanya? Tabooooo nai ateh! (Enak sekali). Kombinasi udara dingin pagi hari, hangatnya sinar mentari, birunya air, hijaunya perbukitan, plus nikmatnya nasi panas dan ikan arsik, luar biasa perfecto!
Saat itu juga saya merasa beruntung memiliki opung yang tinggal di Onan Runggu. Saya jadi bisa berkali-kali menyaksikan keindahan Danau Toba secara langsung di saat teman-teman saya mungkin belum memiliki kesempatan yang sama.
Pengalaman Otentik nan Sederhana yang Perlu Dipertahankan
Jujur hingga sekarang saya suka merasa heran mengapa pariwisata di Danau Toba dan sekitarnya lambat berkembang. Padahal dibandingkan dengan Bali dan lokasi-lokasi di timur sana, Danau Toba tidak kalah jauh dari segi alam, budaya tradisional, kuliner dan pengalaman unik lainnya.
Bagi saya menikmati kuliner khas Batak yang sederhana seperti ini saja, sudah merupakan suatu pengalaman unik yang tak terlupakan dan menurut saya tentunya bisa menjadi salah satu tourist attraction yang bisa ditawarkan kepada wisatawan.