Siapa yang tidak suka jalan-jalan? Saya sendiri juga suka jalan-jalan, apalagi kalau jalan-jalannya sampai ke luar negeri yang jauh dari Indonesia. Melihat dan mengalami hal-hal yang baru, tempat, budaya, karakter orang yang baru, siapa yang gak mau?
Zaman Instagram gini, jalan-jalan alias traveling sepertinya sudah menjadi salah satu kebutuhan sekunder. Stres sedikit pasti "kurang piknik" jadi alasannya. Dan bisa saja stres makin menjadi ketika melihat feed Instagram orang lain yang isinya foto-foto pelesiran ke berbagai kota/negara.
Apalagi sekarang ini jalan-jalan terasa lebih mudah dengan berbagai fasilitas yang bisa kita peroleh hanya melalui genggaman tangan alias smartphone. Mulai dari pesan tiket transportasi, hotel, tiket atraksi wisata hingga membuat itinerary (jadwal) sendiri. Tenang, ini bukan tulisan untuk mengiklankan produk atau aplikasi tertentu. Jadi baca sampai habis ya!
Tulisan saya kali ini berangkat dari sebuah celetukan (yang ke sekian kalinya) yang terucap oleh salah seorang teman saya pada suatu hari. "Enak banget ya bisa sering jalan-jalan kayak gitu. Kapaaannnn gue bisa pergi kemana-mana kayak gitu ya?"
Ketika itu ia sedang scrolling Instagram dan berakhir dengan melihat feed (foto-foto) di profil akun Instagram salah seorang teman kami, sebut saja Dilan. Jadi, si Dilan ini ngakunya seorang traveler.Â
Tapi bagi saya sendiri bukan traveler sejati seperti Mbak Trinity, Claudia Kaunang atau Brenna Holeman, karena sebenarnya dia lebih banyak traveling yang merupakan bagian dari pekerjaannya sebagai pegawai kantoran, dan kebetulan memang banyak bertugas ke luar negeri.
Tak dapat dipungkiri, foto-foto bernuansa pamer semacam inilah yang sering kali menimbulkan perasaan iri pada orang lain, termasuk teman saya tadi.
Saya sebagai orang yang juga senang jalan-jalan, saya akui kadang juga pernah merasa iri pada mereka-mereka yang bisa sering jalan-jalan. Kok kayaknya hidup mereka enak banget. Hepi-hepi terus tanpa ada beban (kelihatannya), sementara saya kerja melulu tapi uangnya tidak pernah bisa cukup terkumpul untuk menginjak Benua Biru sana. Tapi kalau iri terus menerus? Tandanya ada yang salah dengan pemahaman kita.
Lalu bagaimana supaya kita bisa membuang rasa iri dari hati dan otak kita karena tidak bisa traveling sesering yang orang lain lakukan? Berikut sedikit motivasi yang selalu saya usahakan untuk diterapkan pada diri sendiri:
Kenali sumber kesenanganmu, meski kecil
Percayalah di luar sana masih banyak orang yang bisa berbahagia tanpa harus sering-sering traveling, menginap di hotel mewah, makan di restoran mewah, beli barang-barang branded dan lainnya. Konsep "Bahagia Itu Sederhana" sangat luas dan tergantung bagaimana setiap orang memaknai arti dari kata "sederhana" itu sendiri.